Mohon tunggu...
Politik Pilihan

Para Kompasianer yang Inspiratif, Eksploitatif, dan Intimidatif

24 Maret 2017   15:52 Diperbarui: 24 Maret 2017   15:57 923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Rasanya asyik sekali belajar “membaca” melalui tulisan-tulisan di Kompasiana. Isi artikel di Kompasiana ada yang inspiratif, eksploratif, dan intimidatif. Jenis-jenis tulisan itu tertuang dalam berbagai tema. Mulai sosial, budaya, hukum, ekonomi, sastra, olahraga, pendidikan, dan politik. Sumber-sumber tulisan tersebut ada yang berasal dari berita, observasi, maupun pengalaman pribadi. Sedangkan layar belakang dari para kompasianer bermacam-macam. Ada wartawan, guru, swasta, mahasiswa, sastrawan, budayawan, profesi lain, maupun tentu saja buzzers.

Dalam artikel ini, saya tidak akan mengulas seluruh kompasianer karena tidak mungkin. Jumlahnya puluran ribu, Bro! Namun, saya akan coba menggelompokkannya menjadi 3 bagian saja. Ingat, ya, saya hanya akan memberi label, bukan memberi harga. Tentu saja label versi saya.

Yang pertama adalah kompasianer yang inspiratif. Kelompok ini punya kecenderungan mengunggah tulisan tentang orang-orang terpinggirkan, sosial-budaya, dan tokoh-tokoh kreatif.  Kompasianer yang tergolong kelompok tersebut salah satunya adalah Nahariyha Dewiwidhi. Saya lihat kompasianer yang satu ini punya kecenderungan untuk menghindar  dari tulisan-tulisan yang berbau politik. Menurut terawangan saya barangkali beliau sudah sampai pada tahapan muak pada makhluk yang bernama politik, he he he. Beliau lebih berasyik masyuk dengan artikel tentang pendidikan, sosial, budaya, atau olahraga.

Komposianer lain adalah sang pemuja Romo Mangun Wijaya,  Parhorosan Sitomurang. Saya hitung beliau telah menulis puluhan kali tentang Begawan Kali Code itu. Pribadi Sang Romo memang asyik untuk dikupas. Lebih-lebih karya-karya sastranya. Sampai sekarang pun, saya masih jatuh cinta pada “Burung-burung Manyar”nya. Hanya saja kompasianer yang satu ini kadang ikut nimbrung pada bidang perpolitikan. Walau tentu saja, dengan cara pandang yang berbeda. Waktu itu barangkali beliau sedang gathel, he he he.

Kompasianer lain pada kelompok ini adalah Mas Dasman Jamaluddin.  Beliau punya kecenderungan mengulas tentang politik luar negeri, sejarah dunia dan Indonesia, dan tokoh-tokoh sejarah. Saya amati, beliau juga alergi pada politik. Barangkali beliau beranggapan bahwa orang yang sudah punya kecenderungan politik tertentu, susah untuk diubah pendiriannya apa lagi hanya melalui sebuah artikel, sebagus atau sebenar apapun isi artikel tersebut. Padahal, beliau ingin setelah orang-orang  membaca tulisannya, mereka lalu berpikir, dan selanjutnya to be better.

Kelompok kompasianer yang kedua adalah yang eksploiratif, yaitu kelompok yang senangnya mengeksploitasi hal-hal apapun yang sekiranya dapat ditarik ke ranah politik: mobil mogok, lift jatuh, banjir, tawuran, kambing beranak, dan ratusan atau ribuan yang lain. Kelompok ini jumlahnya paling banyak. Ada yang newbie ada juga kompasinaner sepuh. Masing-masing cenderung tampil sambil mengibarkan “bendera”. Ada yang memilih bendera dengan warna mencolok, ada juga yang samar.

Disadari atau tidak, seperti ada tembok tinggi yang memisahkan antara kompasianer yang dulu mendukung Jokowi-JK pada Pilpres 2014, dengan yang tidak mendukung. Para kompasianer pendukung Jokowi cenderung mendukung Ahok-Jarot pada Pilkada 2017. Sedangkan kompasianer pendukung Prabowo cenderung asal bukan Ahok. Dan nanti pada Pilkada Jabar sepertinya tembok tinggi itu akan bertambah panjang yaitu kompasianer pendukung Jokowi ke Ridwan Kamil dan kompasianer pendukung Prabowo akan ke asal bukan Ridwan Kamil.  

Kelompok kompasianer yang warnanya tergolong  mencolok adalah Sibenyu, Sampun Sepuh Sanget Manula, Pebriano Pamungkas, Yon Bayu, Usman Santoso, Mohammad Mustain, Nury Ajalah dan masih banyak yang lain. Sengaja saya tidak membagi kelompok ini berdasarkan warna bendera yang mereka bawa agar tidak terkesan mengadu  antarkompasianer.  Apapun warna yang mereka pilih, mari kita hormati, kita apresiasi, dan kita nikmati.

Memperhatikan kedua kelompok ini saling perang komen di kompasiana, rasanya geli-geli bagaimana gitu. Kadang nggemesin, kadang menjengkelkan, tapi kadang kangen juga. Mau nimbrung takut, nggak nimbrung pingin.

Kompasianer yang tergolong kelompok berbendera abu-abu adalah Mas Ronald Wan. Menurut saya, beliau punya kecenderungan menulis artikel tentang ekonomi dan hukum, tapi saya perhatikan kadang juga gathel menulis tentang tokoh-tokoh politik. Komposianer lain adalah Mas  Edy Supriatna Syafei. Beliau punya kecenderungan menulis sastra dan artikel yang agamis, tapi kadang juga latah menulis tentang politik. Mas Ardi Winangun juga saya masukkan dalam kelompok ini. Berbagai macam tema pernah beliau tulis, walau belakangan ini beliau lebih suka menulis artikel tentang Pilkada Jakarta.

Kelompok ketiga adalah kompasianer yang intimidatif. Kelompok ini membawa bendera yang bukan hanya berwarna menyolok, tapi ukurannya juga sangat besar sehingga dapat dilihat dari jarak 3 kilometer. Bahasanya vulgar, isinya offensif dan tendensius, terkadang juga manipulatif. Kelompok ini suka mengintimidasi yang bukan kelompoknya dengan opini-opini yang cenderung hitam – putih. Ciri yang lain adalah usia kompasianer kelompok ini tergolong newbie, muncul secara temporer, misalnya menjelang pilkada, dan jumahnya cukup banyak. Nama-nama samaran yang dipilih terkesan “lucu”. Dan, jika ditelusuri datanya, cenderung bukan data sebenarnya, alias hoax. Baik nama, alamat, maupun riwayat lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun