Mohon tunggu...
Berthy B Rahawarin
Berthy B Rahawarin Mohon Tunggu... Dosen -

berthy b rahawarin, aktivis.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Matahari Kembar Biang Kita Berkeringat di Pilkada DKI 2017

29 April 2017   08:23 Diperbarui: 30 April 2017   00:12 2130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Saudara sebangsa dan setanah-air, marilah kita mensyukuri rahmat dan nikmat Tuhan Yang Maha Esa yang memperkenankan kita bangsa Indonesia menyelesaikan sebuah tugas besar dalam mensukseskan kehidupan berbangsa dan bernegara kita, yaitu berakhirnya pehelatan nasional pilkada serentak 2017, putaran kedua, di mana DKI adalah salah satunya. Sikap sportif kedua belah pihak, baik Anies-Sandie, pasangan terpilih, maupun pasangan petahana Ahok-Djarot memberikan sikap sportif, gentle-men, menghentikan retorika  selama pilkada dan berusaha menerima hasil pilkada dengan segala catatannya. Kita hargai semua itu. Dan catatan kami ini dijuduli metaforis, “Matahari Kembar”  Biang kita Berkeringat dalam Pilkkada DKI 2017, esensinya kritik faktual kehidupan kenegaraan dualisme kepemimpinan antara presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo dan wakil presiden Jusuf Kalla, yang saya anggap berkontribusi paling besar, kalau saya menhindari mengatakan gerbang terjadinya ‘hingar-bingar’ pilkada DKI Jakarta, ya pilkada rasa pilpres.

Betapa pun di sana sini ada komentar-komentar dan evaluasi kritis terhadap demi masa depan kehidupan bersesama lewat perhelatan pilkada, tentulah untuk kebaikan bersama kedepan semata, yang masih terus berlangsung, baik karena antara lain di DKI pasangan petahana Ahok-Djarot masih memiliki waktu 5 bulan untuk menyelesaikan tugas melayani masyarakat DKI, sementara terutama hipotesa fenamena matahari kembar justeru hidup dalam kepemimpinan dualistis RI-1 –RI-2, ya presiden dan wapres, maka karenanya karena itu, tentang pilkada DKI  per se dan an sich, kita sudahkan. Evaluasi ini kepemimpinan dualistis ini pun, adalah hal yang tidak mudah, namun semata berdasarkan tanggung-jawab saya sebagai warga negara yang cemas, was-was dan berkeringat dingin di bawah sinyalemen matahari kembar kepemimpinan negara dan bangsa kita, rakyat berhak tahu hal ini, betapa pun lewat media, sinyaliran matahari kembar dibantah Sekretariat Presiden, tentang hal publik ini, ya kepemimpinan Re-publik ini (Latin: Res=hal; publicus=umum), bukan res-privata, ya urusan pribadi presiden Jokowi dan wakil presiden Jusuf Kalla. Mengikuti alur pikir bahasa sinikal, tentang “pilkada rasa pilpres”, ya pilkadanya sudah tuntas, dan proses selanjutntnya, tinggallah rasa pilpres,” ya wapres-nya.

***

Metafor matahari Kembar (atau sun dog) sebenarnyalah bahasa peioratif terhadap lembaga, perusahaan hingga negara dengan manajemen yang ‘dualistis‘ karena hadirnya duplikasi kepemimpinan. Kompetisi, ya persaingan, dualistis di pucuk kepemimpinan melahirkan ambigiutitas hingga disorientasi bagi bawahan, dalam lembaga atau perusahaan. Sebenarnyalah kekhawatiran ‘matahari kembar’ di istana, ya Istana rakyat, yang ditempati presiden Jokowi dan wapres Jusuf Kalla (JK), sudah muncul bahkan jelang pilpres 2014 dari akademisi maupun publik awam. Sejak jelang “fitting” Jokowi-JK sebagai capres-cawapres tahun 2014.

Namun pakar komunikasi politik Universitas Padjajaran, Dr Lely Arianie, ketika itu optimistis dan menyangkal potensi mathari kembar itu muncul antara Jokowi-JK. Dikatakan Lely, Jokowi-JK, keduanya memiliki kapasitas menjawab keraguan publik terhadap pengalaman politik Jokowi yang masih dianggap mikro, sementara JK dinilai punya kapasitas mengelola sistem dan relasi yang lebih makro serta bisa menjalin dinamika transparansi dan pengambilan sikap dalam bentuk ketegasan dan kesantunan politik.

Meski sebagian publik tetap skeptis dengan penjelasan Lely karena begitu besar potensi presensi persaingan itu,  batasan usia dan sikap santun Jokowi, yang sering disalahartikan sebagai orang yang justru akan dikendalikan, seperti dijawab Lely, prasangka publik yang mengenal kepemimpinan JK, sebagai mantan menteri dan mantan wapres yang sedang juga jadi wapres, tidak hilang  kembali mencuat pada saat Rizal Ramli beberapa kali mengungkapnya secara blak-blakan ala Rizal Ramli. Sementara, sementara pakar menganggap tabu mengkritisinya, saya merasa harus menyampaikannya.

Memang , Rizal Ramli kemudian muncul lagi ketika dianggap bisa mengimbangi “senioritas” JK, Rizal masuk kabinet sebagai menkomaritim kabinet Jokowi-JK, bulan Maret-April 2016 Rizal Ramli kembali bicara, ketika itu: “…. bila terjadi reshuffle dalam waktu dekat, maka haruslah menteri yang baru patuh pada Presiden. Ia kembali menekankan tidak boleh kembali terjadi matahari kembar”.

Jelang reshuffle ketika Rizal bicara etika politik pemerintahan: "Asal prinsipnya diikuti, satu garis dengan Presiden, satu matahari, memiliki integritas dan leadership justru akan mempercepat pemulihan dan percepatan ekonomi Indonesia."

Sinyalemen Matahari Kembar yang cahayanya menyilaukan Pilkada DKI, sebenarnya lumrah belaka, bila Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo dan Wapresnya beda pilihan soal siapa yang sebaiknya memerintah DKI Jakarta. Namun, menjadi tidak wajar,  bila duplikasi  presidential muncul ke publik samar, apalagi yang ‘terang-benderang’, langsung maupun tak langsung oleh orang terdekat Jokowi-JK, publik paham hal ini. Cooling-down pilkada DKI yang panas, masih terasa, dan tampaknya publik “memanipulasinya, dengan berita seolah ada komentar-komentar ‘seolah’ dari wakil-presiden JK atas ungkapan dukungan fenomenal pendukung Ahok-Djarot dalam bentuk bunga’.

***

Benar tidaknya komentar ‘seolah’ dari wapres JK terhadap mahalnya “bunga simpati” publik pendukung Ahok-Djarot dipertentangkan dengan “mahalnya” biaya politik pihak dukungan wakil presiden JK, ya Anies-Sandi, menandakan publik memahami dan menyadari matahari kembar itu. Matahari kembar itu memang menjadi biang kita berkeringat (dingin) sangat banyak di pilkada rasa pilpres.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun