Mohon tunggu...
Basuni ahmad
Basuni ahmad Mohon Tunggu... Guru - penulis buku Aktualisasi pemikiran pluralisme KH. Abdurrahman Wahid

Merenda kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mimbar Dakwah yang Hilang

22 Juni 2019   08:05 Diperbarui: 22 Juni 2019   08:55 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dulu para penyeru kebaikan, mengajarkan ilmu, keluhuran budi. Corongnya radio: ada Dalang, Pendongeng, juga Kiyai, kontennya semua tentang keluhuran budi.

Era itu keberadaan Islam transnasional kurang pasar, mereka akhirnya bergerlya di PTN- PTN umum, yang memang kebanyakan mahasiswanya minim pengetahuan agama.

Mereka membawa merek pemurnian agama judul nya, padahal sesungguhnya kedangkalan memahami pesan luhur agama.

Masyarakat era 87- 90an ketika saya kecil, tuntunan sekalipun itu sandiwara radio semisal " Galang Gemilang","Tutur Tinular", wayang golek untuk wilayah tatar sunda juga Banten,  dongeng berseri yang dibawakan Wa Kepoh. Itu semua hiburan rakyat kebanyakan. Konten yang di bawakan rerata nilai luhur kemanusian, kerelaan berkorban, dan peringatan akibat buruk prilaku lampah hidup.

Mimbar dakwah di radio juga televisi berbobot, sebut saja kiyai Kosim Nurseha, kiyai Noer Iskandar SQ, juga Kiyai Zainudin MZ sang dai sejuta umat.

Sekali lagi mimbar dakwahnya berisi ilmu teladan kebaikan, disamping menanamkan keimanan dan hukum pokok-pokok agama.
Tidak ada sama sekali mengumbar kembencian, dan permusuhan. Apalagi menebar hoaks.
Jihadnya nya diarahkan pada perjuangan menuntut ilmu juga menafkahi keluarga.
Masyarakat hidup tentram secara pemikiran.
Diajarkan berpikir objektif karena agama selaras dengan akal sehat.

Kini diera medsos mimbar dakwah berubah drastis, kontennya lebih banyak kebencian dan caci maki bahkan provokasi. Hilang seakan pesan nilai luhur agama, silih asah, silih asih, silih asuh sebagaimana dulu sering berulang ulang disampaikan sang kiyai bahkan khas milik Kiyai Zainudin MZ.

Era demokrasi  ditandai kebebasan berpendapat kini dibajak sebagai ajang caci maki, kampanye kebencian pada sistem dan alat negara. Dan parahnya yang demikian itu katanya jihad medsos, sehingga dishare kemana-mana.

Kini yang terdidik tetapi miskin metodologi kajian keagamaanpun ikut terkena virus kedangkalan beragama, dikira agama itu semuanya tanpa kompromi alias ajeg seajeg ajegnya.

Padahal ajaran agama ada yang tetap ajeg sepanjang masa. Ada juga yang dinamis sesuai situasi dan kondisi.

Yang dinamis ini hampir 99 persen berhubungan dengan sosial kemasyarakatan.
1% baru berhubungan dengan Allah swt (ritualism).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun