Mohon tunggu...
Muhammad Aliem
Muhammad Aliem Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Badan Pusat Statistik.

Hampir menjadi mahasiswa abadi di jurusan Matematika Universitas Negeri Makassar, lalu menjadi abdi negara. Saat ini sedang menimba ilmu di Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Program Magister Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, beasiswa Pusbindiklatren Bappenas. Saya masih dalam tahap belajar menulis. Semoga bisa berbagi lewat tulisan. Kunjungi saya di www.basareng.com. Laman facebook : Muhammad Aliem. Email: m. aliem@bps.go.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rohingya, Maafkan Saya

31 Agustus 2017   10:51 Diperbarui: 31 Agustus 2017   12:59 1148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.google.com/search?q=rohingya&hl=in-ID&source=android-browser&prmd=vni&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwiQpNu_1YDWAhWItI8KHUXdDNAQ_AUICygD&biw=360&bih=514#imgrc=hmbpH6dduKRxgM:

Berita pembantaian muslim Rohingya telah beredar ke penjuru nusantara, bahkan menembus cakrawala di penjuru dunia. Tak sedikit ungkapan keprihatinan diberikan masyarakat dunia. Mulai dari orang biasa hingga para penguasa. 

Apa yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan mereka oleh saya yang hanya hamba sahaya. Tak ada daya dan upaya. Usaha nyata hanya lewat ungkapan keprihatinan atas pembantaian umat manusia yang dianggap biasa oleh mereka yang biadab. Dukungan berupa petisi juga menjadi solusi. Tujuannya untuk mendapatkan simpati dari mereka yang menyebut dirinya adidaya. Tapi,tak ada ladang minyak  di sana sehingga mereka urung beraksi nyata. 

Ini bukan masalah agama. Kejadian pembantaian ini murni masalah kemanuasiaan. Dukungan hanya lahir dari mereka yang masih punya hati nurani. Masih kah anda punya hati nurani? Bergetar kah hati anda melihat penghapusan sebuah etnik yang bernama manusia rohingya? Jika masih terbersit sedikit rasa prihatin, bersuaralah lebih keras agar para penguasa adidaya dapat bertindak lebih nyata. Bukan hanya retorika semata. 

Saya kecewa dengan penerima nobel perdamaian yang ternyata sebangsa dengan mereka para pembantai manusia. Tak ada rasa untuk membela saudaranya sendiri. Di mana aksi darimu wahai penerima nobel perdamaian? Mungkinkah dikau merasa nyaman dengan berbagai pembunuhan yang terjadi di pelupuk matamu? Entahlah, hanya kau dan Tuhan yang mengetahuinya. 

Anak-anak dan wanita tak luput dari aksi bejat mereka. Seolah  nyawa tak ada artinya. Begitu mudahnya menarik pelatuk senjata dan mengalirkan darah anak-anak tak berdosa. Apa yang sebenarnya menghasut mereka? Mungkin mereka kerasukan iblis laknat. Sehingga tak ada sedikit pun tetes air mata penyesalan saat melakukan perilaku yang sangat terkutuk itu. 

Semoga Pemerintah Indonesia bisa unjuk gigi dengan aksi nyata. Setidaknya ada pernyataan keras mengutuk aksi seminggu  terakhir yang terjadi di Rakhine. Mari mengangkat tangan dan berdoa pada Yang Maha Kuasa. Semoga kebiadaban mereka terhenti secepatnya. Sekali lagi, ini bukan masalah agama, tapi masalah kemanusiaan. Maafkan saya Rohingya. Saya tidak berdaya. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun