Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tradisi Berbagi Umat Budha di Salatiga

3 Agustus 2016   18:14 Diperbarui: 6 Agustus 2016   04:30 944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Umat antusias memberi bekal (foto; dok pri)

Untuk pertama kalinya, umat Budha di Kota Salatiga menggelar tradisi Pindapata, yakni prosesi pemberian bekal bagi para Biksu atau Bhikku (rohaniawan Budha). Barang yang diberikan, tak hanya uang, namun juga berbagai keperluan sehari- hari seperti sabun, pasta gigi, handuk hingga mie instan.

Sedikitnya 20 orang Biksu, sebelumnya berkumpul di Kelenteng Hok Tek Bio yang terletak di Jalan Sukowati, Kota Salatiga. Usai menjalani ritual pelepasan, para Bhiksu berjalan kaki melewati jalan Semeru, Ahmad Yani dan berakhir di perempatan lampu merah Pasar Rejosari sebelum meneruskan perjalanan menuju Vihara Semarang.

Di kota paling toleran se Pulau Jawa ini, sepanjang perjalanan ratusan umat Budha berjejer di tepi jalan seraya menyiapkan berbagai bekal yang akan diberikan pada para Biksu. Saat Biksu melewatinya, seakan mereka berlomba memberikan beragam barang untuk dimasukkan ke dalam wadah mirip mangkuk besar. Kendati tempatnya lumayan besar, namun, ternyata tetap saja tidak mampu menampung seluruh pemberian umat.

Para Biksu sebelum melakukan perjalanan (foto: dok pri)
Para Biksu sebelum melakukan perjalanan (foto: dok pri)
Untuk mensiasatinya, pihak panitia menyiapkan karung yang diangkut menggunakan mobil pick up. Pasalnya, sangat tak mungkin para Biksu membawanya sendiri. Bisa- bisa satu orang harus memanggul barang seberat 1 kuintal. Akibat digelarnya tradisi Pindapata yang baru pertama kali diadakan di Kota Salatiga, maka masyarakat pun perhatiannya langsung ikut terbetot sehingga arus lalu lintas tersendat.

Salah satu warga bernama Susanto (45) yang mengaku beragama Islam, terlihat ikut nimbrung dalam keramaian. Tangannya membawa aneka keperluan mandi seperti sabun, pasta gigi dan shampo. Lucunya, ketika rombongan Biksu melewatinya, ia dengan spontan menyodorkan barang yang yang dibawanya. “ Saya bukan penganut Budha, tapi memberi sesuatu kan tidak dilarang oleh agama apa pun ? “ jelasnya. Sungguh keren sikapnya.

Apa yang dilakukan Susanto, ternyata tidak sendirian. Sepanjang perjalanan yang berjarak sekitar 1 kilometer tersebut, terdapat beberapa orang non Budha yang ikut menyumbangkan uang mau pun barang. Diduga, selain tertarik dengan tradisi ini, mereka memberikan secara spontan. Rupanya, hati memang relatif gampang tergerak tanpa dibentengi sekat agama dan perbedaan tidak menjadi penghalang berbagi.

Umat Budha memasukkan sumbangannya (foto: dok pri)
Umat Budha memasukkan sumbangannya (foto: dok pri)
Bekal Hidup

Penasaran dengan tradisi Pindapata, akhirnya ada sedikit penjelasan dari Bhiksu Khemadhiro yang sehari- harinya melayani umat di Vihara Buddhagaya Semarang menjelaskan.  Sebenarnya tradisi tersebut merupakan kegiatan ritual tahunan seperti yang diajarkan oleh Sang Budha. Di mana, umat Budha diberi kesempatan menyumbangkan sebagian hartanya kepada para Bhiksu.

“ Berlandaskan cinta kasih, suka cita dan rasa ikhlas umat Budha memberi sumbangan pada para Bhiksu untuk bekal hidup. Nantinya, seluruh barang pemberian akan disimpan di Vihara,” kata Khemadhiro.

Sesuai ajaran Sang Budha, sebagai pertapa, para Biksu tidak akan mencari apa pun melalui tangannya sendiri. Untuk itu, ia hanya menerima uang , barang serta makanan dari umat dengan menggunakan mangkuk atau patha. Selanjutnya beragam barang tersebut disimpan oleh dayaka (pembantu Biksu), seluruh sumbangan yang terkumpul akan dilaporkan pada Biksu dan nantinya bisa dimanfaatkan guna keperluannya sendiri mau pun disumbangkan ke pihak yang membutuhkan.

Warga tengah memasukkan barang ke mangkok (foto; dok pri)
Warga tengah memasukkan barang ke mangkok (foto; dok pri)
Perihal kesederhaan para Biksu sendiri, konon memang sengaja dilakukan agar konsenterasi melayani umat benar- benar dilakukan dengan hati tanpa terkontaminasi kepentingan duniawi. Bahkan, baju atau jubah seorang Biksu, terdiri hanya dua lembar. Bila satu dikenakan, maka yang satunya dicuci. Begitu soal makan, ia menikmati apa yang ada tanpa harus diada- adakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun