Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kondisi Benteng Fort Willem I Ambarawa Sangat Menyedihkan

28 Februari 2017   17:52 Diperbarui: 1 Maret 2017   20:00 6011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Benteng Pendem mirip kerajaan kuno (foto: dok pri)

Benteng Pendem atau dulunya bernama Benteng Fort Willem I yang terletak di Ambarawa, Kabupaten Semarang merupakan bangunan peninggalan pemerintah kolonial Belanda yang mulai dibangun tahun 1834 dan selesai tahun 1845. Seperti apa kondisinya sekarang ? Berikut catatannya Selasa (28/2) sore.

Bangunan kuno yang dulunya jauh dari pemukiman ini, awalnya dibangun untuk kepentingan VOC. Di mana, guna mengamankan pengangkutan hasil bumi yang melimpah, perlu dukungan aparat militer. Terkait hal itu, didirikanlah sebuah benteng pertahanan guna menampung personil tentara dalam jumlah cukup besar. Letak ambarawa yang berada di tengah- tengah jalur Magelang-Semarang, dianggap strategis sebagai lokasi pengamanan.

Hampir 11 tahun, Belanda merintis pembangunan benteng yang diberi nama Benteng Fort Willem I. Tentunya, dalam proses pendiriannya melibatkan ribuan kaum pribumi yang dipaksa bekerja tanpa upah sepeser pun. Hingga tahun 1845, berdirilah benteng yang kokoh sekaligus angkuh yang tak sembarangan orang diijinkan memasukinya.

Gerbang utama Benteng Pendem Ambarawa (foto: dok pri)
Gerbang utama Benteng Pendem Ambarawa (foto: dok pri)
Agak susah menelisik manfaat bagi militer Belanda Benteng Pendem di tahun 1845 , yang pasti, mulai tahun 1853 hingga 1927 digunakan sebagai barak tentara KNIL. Yang unik pada bangunan ini, terdapat ratusan jendela berukuran besar. Diduga, bangunan kokoh tersebut dipakai untuk penyimpanan logistik. Pasalnya, kendati terlihat kuat, namun tak ada tembok guna penempatan meriam mau pun senjata berat lainnya.

Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sendiri, benteng ini tercatat pernah menjadi tempat pertahanan terakhir bagi tentara Sekutu saat digempur oleh pasukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pimpinan Kolonel Soedirman di tahun 1945. Dengan strategi supit udang, militer bule yang dilengkapi senjata canggih (waktu itu), berhasil dipukul mundur.

Kejadian berawal dari kedatangan tentara Sekutu yang didalamnya terselip pasukan NICA pada tanggal 20 Oktober 1945, mereka bermaksud mengurus tawanan perang di Jawa Tengah.Sayang, para tentara tersebut berulah sehingga menimbulkan berbagai insiden. Salah satunya menyebabkan gugurnya Letnan Kolonel Isdiman yang memang menjadi prajurit kesayangan Kolonel Soedirman.

Biar seperti pejabat, saya sempat sidak (foto: dok pri)
Biar seperti pejabat, saya sempat sidak (foto: dok pri)
Begitu mendengar Let Kol Isdiman gugur, Kolonel Soedirman langsung marah besar. Meski bertekad akan menuntut balas atas kematian orang kepercayaannya, namun Kolonel Soedirman tetap berfikir jernih. Beliau sangat tahu persenjataan tentara Sekutu yang dalam perang terbuka jelas tak menguntungkan pihak TKR. Terkait hal tersebut, dikumpulkannya seluruh komandan TKR dari berbagai daerah guna menyusun strategi untuk memukul mundur lawan.

Didukung sepenuhnya oleh rakyat, akhirnya Kolonel Soedirman memutuskan memimpin sendiri serangan terhadap Sekutu dan Belanda di Ambarawa. Tanggal 11 Desember 1945, digelar rapat dengan para komandan sektor TKR serta laskar.Akhirnya diputuskan, Ambarawa bakal dikepung dari segala penjuru menggunakan taktik supit udang. Ada pun, pertempuran akan dimulai tanggal 12 Desember 1945 pk 04.30 atau sesudah Subuh ketika pasukan musuh masih terlelap.

Gedung yang digunakan untuk LP Ambarawa (foto; dok pri)
Gedung yang digunakan untuk LP Ambarawa (foto; dok pri)
Menerima serangan mendadak seusai Subuh, ternyata membuat tentara Sekutu mau pun Belanda terkaget- kaget. Hanya dalam hitungan jam, seluruh akses menuju Ambarawa sudah mampu dikuasai TKR. Praktis, suplai makanan mau pun senjata tentara musuh berhasil dilumpuhkan. Meski terkepung, musuh enggan menyerah begitu saja. Mereka tetap bertahan di Benteng Pendem Ambarawa sembari menebar teror.

Sebenarnya dari sisi mental, pasukan Sekutu dan Belanda sudah jatuh total. Namun karena faktor gengsi, mereka tetap bertahan. Hal inilah yang membuat Kolonel Soedirman serta TKR naik pitam. Posisi musuh dihajar terus menerus, setelah empat hari empat malam dihujani peluru, akhirnya tanggal 15 Desember 1945 tentara dunia tersebut, berhasil  dipaksa mundur ke Semarang selanjutnya pulang kandang. Peristiwa itu kemudian dikenal sebagai hari jadi TNI AD.

Jembatan penghubung yang mulai lapuk (foto: dok pri)
Jembatan penghubung yang mulai lapuk (foto: dok pri)
Seperti ini Kondisinya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun