Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Carut Marut PPDB 2017 di Kota Salatiga

16 Juni 2017   13:35 Diperbarui: 29 Juni 2017   18:31 5746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Situs PPDB Jateng yang ngadat (foto: dok pri)

Carut marut Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2017 di Kota Salatiga dikeluhkan oleh ratusan orang tua murid, pasalnya banyak anak mereka tidak diterima di SMA yang diincar kendati nilai Ujian Nasional  (UN) relatif  bagus. Seperti apa pelaksanaan penerimaan murid baru yang dikelola oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah tersebut ? Berikut catatannya.

Suryanto (bukan nama sebenarnya) warga Candirejo, Tuntang, Kabupaten Semarang yang sehari- harinya bekerja di Kota Salatiga, risau bukan kepalang. Bagaimana tidak, purinya yang baru lulus dari salah satu SMP Negeri terbaik di kota ini dengan nilai Ujian Nasional (UN) 33 ato rata- rata 8,25 tak diterima di SMA Negeri 1 yang merupakan sekolah idaman bagi mantan siswa SMP.

Nama putrinya tersingkir akibat adanya kebijakan baru yang membatasi calon siswa luar Kota Salatiga hanya diberi kuota 7 persen. Ditambah adanya beleid tentang penambahan poin Nilai Lingkungan (NL) , Nilai Kemaslahatan (NK) hingga kuota bagi pemegang Surat Keterangan Tidak mampu (SKTM). " Akibat NL, NK dan SKTM itu, anak saya didepak oleh calon siswa yang nilai UNnya di bawah 30," ungkapnya geregetan.

Apa yang menimpa putri Suryanto sebenarnya tidaklah sendirian, kebijakan tentang sistem rayonisasi yang diterapkan di PPDB  SMA/SMK tahun 2017. Di mana, kuota peserta luar kota hanya dipatok 7 persen dengan mengabaikan asal sekolahnya. " Masak anak saya SMP dari Salatiga, tetap terkena juga. Harusnya NL dan kuota 7 persen tidak diberlakukan bagi anak yang berasal dari SMP Kota Salatiga," ungkapnya sembari memasang wajah memelas.

Hal serupa juga terjadi pada diri Janitra Muriza Lathifah yang berasal dari Desa Bener, Tengaran, Kabupaten Semarang. Ia adalah siswa SMP Negeri 2 Kota Salatiga sekaligus peraih UN tertinggi, yakni 38,7. Bahkan hasil ujian untuk mata pelajaran matematika mendapatkan angka 10, IPA 97,5, bahasa Indonesia 96 dan bahasa Inggris 94.

Berbekal hasil UN yang "cumlaude" itu, orang tuanya langsung mengarahkan ke SMA Negeri 1 Kota Salatiga. Hasilnya ? Namanya hanya sempat bertengger beberapa jam, selanjutnya langsung terpental. Dirinya tergeser oleh calon siswa dalam kota yang nilai UNnya berada di bawahnya, bahkan calon siswa pemegang SKTM yang kualitasnya jauh di belakangnya mampu nangkring di jurnal PPDB. " Ini tidak adil, harusnya SKTM itu tidak menambah poin. Namun, hanya untuk memperoleh keringanan biaya sekolah," kata H. Saefudin, Kepala Desa Bener, Jumat (16/6) siang.

Menurut Saefudin, kendati berada di wilayah Kabupaten Semarang, namun desa yang dipimpinnya terletak di seberang jalan perbatasan Kota Salatiga. Mayoritas warganya yang mempunyai anak usia SMP dan SMA hampir 90 persen bersekolah di Salatiga. " PPDB tahun- tahun sebelumnya tidak ada masalah, lha kok yang tahun ini menimbulkan kerancauan," ungkapnya.

Surat edaran pembentukan tim verifikasi SKTM (foto: dok pri)
Surat edaran pembentukan tim verifikasi SKTM (foto: dok pri)
PPDB Periode II                                                                      

Memang, kebijakanan Rayonisasi yang diterapkan petinggi negeri sangat bagus karena siswa asal daerahnya bakal mampu bersaing di kabupaten/ kotanya masing- masing. Namun, yang tidak terpikirkan oleh babe- babe penentu beleid tersebut, adanya kendala jarak tempuh. Sebab, SMA Negeri favorit di Kabupaten Semarang terletak di Ungaran mau pun Ambarawa. Semisal siswa berasal dari kecamatan Tengaran, maka saban hari harus menempuh perjalanan sekitar 35 kilometer.

Jarak 35 kilometer itu, semisal ditempuh menggunakan sepeda motor akan memakan waktu 30 menit. Sedangkan dengan angkutan umum, bakal molor menjadi 1 jam. Dalam satu hari, siswa nantinya harus melewatkan waktunya dengan menyusuri jalan sepanjang 70 kilometer. Pertanyaannya , apakah hal ini juga sudah dihitung oleh beliau- beliau ? Sebaliknya, jarak tempuh Tengaran ke Salatiga hanya 5 kiloan meter.

Begitu pun dengan calon siswa pemegang SKTM yang menurut peraturan diberi jatah 20 persen, rupanya hal ini mengundang reaksi keras para netizen. Mereka beramai- ramai mengungkapkan kekesalannya karena anak, adik mau pun kerabatnya gagal menembus bangku SMA Negeri favorit akibat kalah oleh keberadaan selembar SKTM. Beragam protes bermunculan di media sosial, termasuk ke akunnya Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun