Mohon tunggu...
Bembeng Je Susilo
Bembeng Je Susilo Mohon Tunggu... profesional -

FIMAKAHA INSTITUTE. Training For Elevating! Membumikan Inspirasi. Hidup mesti dilakoni dan dimaknai, berhenti berarti mati. Static means death. DPD HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia) Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apa Beda Politisi dan Akademisi???

21 Februari 2012   03:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:24 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar:google

Anda tahu politisi kan? Itu lho orang-orang yang berkecimpung dan nyemplung di arena dan dunia politik praktis. Politisi sering juga disebut politikus, dan eloknya, banyak orang yang lebih suka menyebut mereka demikian, dengan alasan lebih laik dan lebih cocok dengan dunia kekinian kehidupan politik negeri ini, pun tingkah laku mereka; kokretnya perilaku kaya tikus!

Dunia politik amat terkenal dengan jargon" tidak ada kawan atau lawan abadi, yang ada adalah kepentingan abadi". Artinya, apa yang dilakukan oleh politisi itu adalah apa yang menurut mereka sesuai dengan kepentingan mereka. Dan kepentingan pun bermacam ragam; kepentingan pribadi, kepentingan kelompok, golongan, partai, hingga kepentingan bangsa dan negara. Celakanya, ini sesuai dengan kondisi realitas politik yang ada, jika seorang politisi bicara,  ngomong, ngocol, nyangkem, yang ada di benaknya pastinya adalah berdasarkan  kepentingan atas siapa yang diwakilinya.  Jadi, unsur subyektivitas relatif amat lekat dengan omongan seorang politisi, sehingga wajarlah jika mereka berbicara tidak konsisten, mencla-mencle, bahkan berbohong. Ibarat pepatah esok dele sore tempe (pagi kedelai sore berubah jadi tempe).

Bahkan konon-- ini juga berdasarkan realitas politik yang ada--berbohong, nggedebus, ngapusi, merupakan tabiat dasar mereka. Tanpa kebohongan seorang politisi tidak akan eksis, tak kan bertahan lama beredar di kancah dunia politik di manapun, hilang lenyap ditelan kejujurannya sendiri, tragis!!!

Retorika (rekayasa kata) menjadi andalan eksistensi politisi. Semakin retorik, semakin  canggih dalam berkata-kata, semakin piawai diplomasi dan negosiasi, akan semakin membuat seorang politisi disegani, laku, dan awet. Gawatnya, semua apa yang diutarakan pastinya bermuara pada kepentingan untuk siapa dan untuk tujuan apa dia bicara. Dan yang pasti, naturally, semua urusan politik muaranya tiada lain dan tiada bukan adalah kekuasaan. Padahal, power attends to corrupt, absolute power attends to corrupt absolutly! Jadi, ya...begitulah! Ngerti tho maksude?

1329566612743138978
1329566612743138978

Anda tahu akademisi kan? itu lho orang berkecimpung dan nyemplung di arena dan dunia akademik ilmiah, yang biasanya ngendon alias bermarkas di kampus-kampus atau universitas. Akademisi biasa juga disebut intelektual. Artinya seorang akademisi dituntut selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kecerdasan intelektual yang dibangun melalui konstruk pemikiran ilmiah yang, naturally, menjunjung tinggi kondisi obyektivitas dan netralitas.  Oleh karena itu, seorang akademisi harus menjunjung tinggi kejujuran, dilarang dan pantang berbohong dalam menyampaikan suatu keterangan. Jadi semua yang diucapkan mesti berdasarkan pada apa yang dinamakan kejujuran dan kebenaran akademik yang obyektif dan ilmiah, tanpa rekayasa tentunya.

Dalam dunia akademik tidak mengenal kalah atau menang, tapi semua harus diuji secara rasional obyektif berdasarkan data dan fakta yang telah diuji dan diferifikasi secara ilmiah. Seorang akademisi dalam menyampaikan sesuatu harus berdasarkan suatu kenyataan yang tidak berdasarkan kepentingan tertentu, melainkan demi kepentingan ilmu pengetahuan dan kebenaran  ilmiah yang  memiliki kaidah-kaidah tertentu yang tidak boleh diabaikan. Pengabaian kaidah-kaidah demi kepentingan di luar pencarian kebenaran ilmiah dan obyektif, berarti sang akademisi bersangkutan telah melakukan apa yang dinamakan, pelacuran intelektual! Tentunya tak elok.

Lantas Apa Beda Politisi dan Akademisi?

Dalam banyak hal terdapat perbedaan yang prinsipil antara kedua profesi tersebut. Secara Umum, Akademisi dapat didefinisikan sebagai orang yang mencurahkan waktu, pikiran dan hidupnya untuk mencari kebenaran berdasarkan kerangka metodologis tertentu, sedangkan politisi adalah orang yang memiliki orientasi untuk mendapatkan sekaligus mempertahankan kekuasaannya.

Secara spesifik, hanya ada dua kata yang membedakan politisi dan akademisi, yakni kata "bohong" dan "salah". Singkatnya, seorang akademisi boleh salah, tapi tak boleh bohong, sementara, politisi itu boleh bohong tapi tak boleh salah. Karenanya, keduanya tidak bisa digabungkan dalam satu wadag/raga, karena saat sebagai politisi akan berbohong, tapi insan akademisnya akan melarangnya. Maka, perang batin lah kau!

Akademisi tidak mengenal kalah atau menang, tapi benar atau salah.Saat melakukan penelitian akademisi akan menguji hipotesis,  hipotesis bisa diterima atau dianggap benar,  jika datanya mendukung. Pun sebaliknya, hipotesis ditolak, jika tak didukung data akurat. Sementara, para politisi, kadang tidak memerlukan obyektivitas dan bahkan juga rasionalitas, yang mereka perlukan adalah jumlah dukungan. Oleh karena itu, mereka yang menang adalah yang paling banyak mendapatkan dukungan itu.Sehingga bagi politisi kemampuan diplomasi, negosiasi dan agitasi untuk menarik perhatian dan membakar semangat, amatlah  vital.Jamaklah jika demikian, dalam dunia politikterjadi permainandata bin angka yang dibungkus kalkulasi statistik untuk membenarkan hipotesisnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun