Dikutib dari laporan Kompas.com - 10/10/2019, 05:13 WIB dengan judul "Indeks Daya Saing Global Indonesia Turun Menjadi 50 Dunia", KOMPAS.com - Peringkat daya saing global Indonesia dalam Global Competitiveness Index 2019 turun lima peringkat berdasarkan laporan Forum Ekonomi Dunia ( World Economic Forum).Â
Seperti dikutip dalam laporan tersebut, Rabu (9/10/2019) Indonesia menduduki peringkat ke 50 dunia, dari yang sebelumnya posisi ke 45. Posisi tersebut sangat jauh tertinggal dengan negara kawasan lain seperti Singapura yang menduduki posisi pertama dunia, Malaysia di posisi ke 27 dan Thailand di posisi ke 40.Â
Namun, meski turun dari segi peringkat, secara keseluruhan aspek yang dinilai, skor Indonesia hanya turun 0,3 poin dengan total nilai skor keseluruhan 64,6 poin.Â
"Performa Indonesia secara mendasar tidak berubah," jelas laporan tersebut. Meski merosot, posisi Indonesia dalam indeks tersebut masih lebih unggul dibandingkan negara kawasa Asia Tenggara lainnya.
Indonesia lebih unggul dibanding dengan Vietnam yang menduduki posisi ke 67, Filipina di posisi 64, dan Laos di posisi 113. Dengan menggunakanÂ
Pengukuran daya saing Indonesia dilakukan secara kuantitatif menggunakan sebuah indeks komposit yang melibatkan  sebagai pembanding. Indeks komposit ini, sesuai tujuannya, diberi nama Indeks Daya Saing Indonesia. Indeks Daya Saing Indonesia mencakup sembilan komponen, yaitu: [1] Capaian dasar kesejahteraan sosial; [2] Capaian makroekonomi; [3] Daya dukung infrastruktur; [4] Daya dukung teknologi; [5] Kapabilitas inovasi; [6] Kapabilitas kelembagaan; [7] Kinerja dunia usaha; [8] Keberlanjutan; dan [9] Kemandirian.
Lalu bagimana teks filsafat memahami kondisi Indeks Daya Saing Global dikaitkan dengan posisi Indonesia secara umum menjadi peringkat 50. Jika dibolak balik dipahami mendalam sebenarnya Indeks Daya Saing Global kata kuncinya ada pada dimensi "keadilan" dalam semua aspek mewakili pada semua kategori ini;
Pada teks buku Republik  Platon  menemukan Socrates mengajukan pertanyaan mendasar yang telah ada bersama  selama berabad-abad, "Apa itu keadilan?" Tampaknya bagi Platon, dan Aristotle yang mengikutinya, keadilan adalah kebajikan esensial suatu masyarakat. Socrates mengajar murid-muridnya  keadilan memberi dan mendapatkan hak seseorang.Â
Platon menggambarkan  keadilan harus dianggap sebagai sesuatu yang diinginkan untuk kepentingannya sendiri. Keadilan dengan kata lain adalah keharmonisan dalam jiwa dan keharmonisan dalam negara. Lebih jauh, Platon memberi tahu  tanggung jawab harus didelegasikan sesuai dengan kemampuan dan tempat seseorang.
Pada teks buku Republik, Socrates menolak dan menolak argumen Thrasymachus  berpendapat  keadilan selalu melayani kepentingan penguasa, kepentingan yang lebih kuat di tengah-tengah kita.Â
Selain itu, Socrates menolak argumen Glaucon yang menyarankan pendekatan yang lebih sederhana,  keadilan pada akhirnya adalah masalah kepentingan pribadi dan  orang-orang menjalankan keadilan untuk menghindari hukuman.Â