Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tafsir Perilaku Gunung Merapi

1 Juni 2018   22:30 Diperbarui: 1 Juni 2018   22:53 974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Antara Foto/Muhammad Ayudha)

Secara umum  makna kata erupsi adalah letusan gunung berapi,awan panas yang mengepul di langit, lahar panas akibat letusan gunung berapi. Adalah gejala fenomena alam bisa, dan terjadi disemua kejadian, dan dapat diterangkan secara ilmiah dalam tatanan ilmu.

Namun demikian ilmu memiliki banyak sudut pandang (world views) termasuk makna tanda (semiotika) alam semesta. Saya meminjam asumsi (1) teori Jacques Derrida ["Deconstruction is a critical the relationship between text and meaning"] misalnya menulis pandangan melalui dekontrusi mana pinggiran atau mana pinggiran yang dikesampingkan. 

Seluruh keadaan bisa memberikan makna sendiri yang terpisah dari teks penulis (konteks ilmu ilmiah)  sehingga hadir intersubjektivitas. Ilmu pengetahuan tidak bisa dipahami dengan satu dimensi pemahaman, bahwa seluruh ilmu yang ada saling ketergantungan dan saling mempengaruhi atau teks ilmu saling  menodai satu dengan lainnya. 

Maka kelemahan pemahaman Episteme fenomena Gunung Merapi diakibatkan ilmu ilmiah diklim sebagai penentu penjelasan fakta atau ada diam-diam idiologi disusupkan dengan sengaja sehingga seluruh pemahaman interpretasi di kontrol/didikte tidak otonom atau bahasa formal  bahkan memungkinkan  penjelasan tersebut meleset dan merusak interprestasi sesungguhnya. Bahkan Derrida menyatakan penjelasan atau keterangan  yang factual ada tidak ada, maka "jangan" mencari fakta otentik (karena otentik itu tidak ada). 

Akhirnya Derrida menyarankan bahwa  kita bisa memahami melalui nirkata (metafisik),  gestur, mimik,  pengalaman primordial, kebenaran pinggiran diluar recogisi,  reafeksi. Derrida menyatakan sebaiknya kita menunda kesimpulan atau keputusan pada kejadian tertentu berpikir, dan bergerak di pinggir batas binary menghindari ironi dan tragedi. Seluruh penjelasan bergulir dari pemikiran margin philosophy.

Asumsi kedua saya meminjam pemikiran Paul  Ricoeur (February 27, 1913, May 20, 2005), tetang ["Theory of Interpretation: Discourse and the Surplus Meaning"] adalah "simbol menimbulkan makna". Maka saya dapat menyebutkan bahwa pemahaman Episteme  Gunung Merapi: Pendekatan Simbol  Alam. Maka Ricoeur ada kesulitan jika menyatakan Erupsi Ricoeur sebagai simbol menimbulkan makna. 

Dalam sejarah pemikiran ilmu pengetahuan tahap awal diawali dengan lingkaran iman dan percaya mencari pemahaman. Maka pada tahap ini perlu dilakukan rekonstruksi mitos  sehingga dapat dipahami dengan logika kita. 

Maka dengan demikian tahap selanjutnya kita percaya logika itu. Logika tersebut bersifat dialektika kesengajaan (berjarak), dan tak sengaja (niscahya tidak berjarak dengan tubuh), tidakan jahat dan baik atau seks (bebas, dan tidak bebas) dan seterusnya.

Bagi Ricoeur  bahwa seluruh pemikiran  ada hubungan manusia dengan alam semesta, dan  sesama. Dan seluruh simbol-simbol memanggilku untuk berpikir, dan mengkontemplasikan seluruh eksistensial.  Ada dua cara memahami simbol-simbol  dapat ditafsir dengan cara langsung  atau tafsir  tanda  metode, atau kedua metode menafsir tak langsung (metode)  ke ontologis. Hasilnya jelas bahwa seluruh simbol tersebut adalah adanya fenomenologi  pengakuan kesadaran (co gito).

Maka  menafsir Mitos Gunung Merapi, dan Simbol  Alam, pada tulisan ini adalah kemampuan putus hubungan dengan tradisi, ("pindah keyakinan"), menerima, menolak, menunda; mendoroang pengetahuan, yang berbeda dengan alasan-alasan hanya menggunakan pendekatan ilmiah.

Asumsi ke tiga adalah seluruh mitos merupakan cerita yang tidak membedakan fakta dari yang bukan fakta dalam isinya, dan yang berasal dari suatu jaman pra-ilmiah. Tujuan mitos untuk menyatakan pengertian manusia tentang dirinya sendiri, bukan untuk menyajikan gambaran obyektif tentang dunia. Konsep menafsir Mitos Gunung Merapi, dan simbol  alam identic dengan: (a) demitologisasi (eksegesis) model Rudolf Karl Bultmann (1884-1976) semua terarah pada dogma tertentu, kemudian di cari epsitimologi (prasangka),  dan (b) Demitologisasi  adalah sejarah adalah bentuk kausalitas dan cara berpikir; (c) Eksegesis atau sejarah perjumpaan dengan makna eksistensial, dan (d) kemampuan  interprestasi Mitos (metode tafsir makna di balik itu semua dan penadasarannya cara memahami dunia, maka (e) seluruh mitos di buat secara sains, kemudian dinamakan  ilmu sejarah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun