Mohon tunggu...
Ahmad Yohan
Ahmad Yohan Mohon Tunggu... -

Putra Lamakera, Flores, NTT yang jadi Suporter Setia MU

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah Tumbuh dan Berkembangnya Masyarakat Lamakera

8 Agustus 2014   23:00 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:02 3158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1407489039639024597

Lamakera adalah sebuah perkampungan Muslim yang berada di Kecamatan Solor Timur, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Pemberian Nama Lamakera
Istilah Lamakera bukan merupakan istilah baku yang mutlak digunakan oleh penduduk kampung Tanahwerang, sebelum kedatangan orang Sika Songge di Lamakera. Akan tetapi istilah Lamakera mengandung makna historis yang disepakai bersama antara Manan Daton Ama dari klen Songge selaku tuan tanah dengan Kia Lalimari dan Juang Meti dari Sika Songge setelah terjalin persahabatan yang kental sebagai edo reun lidan redok, yakni sebagai tiga saudara.

Menurut sejarahnya, ketika kelompok Sika Songge pertama kali datang dan bertemu dengan penduduk asli yang mendiami di daerah pedalaman atau Tanahwerang, mereka mengadakan jamuan adat dan Naju Baja atau ikrar penyerahan sebagian tanah kepada saudara baru yang hijrah dari Sika Songge Ende Nusa Palera karena kampungnya tenggelam oleh musibah air pasang, dengan harga tiga ekor kepala ikan Paus. Dalam jamuan tersebut, Manan Daton Ama mewakili tuan tanah dan penduduk asli Tanahwerang menyiapkan berbagai makanan dari jagung, kacang dan arak. Karena tidak ada wadah yang cukup sebagai tempat untuk mengisi makanan dan minuman, maka digunakanlah timba yang terbuat dari daun lontar sebagai tempat untuk mengisi makanan dan minuman tersebut.

Jadi istilah Lamakera berasal dari dua kata, yaitu : Lamak yang berarti piring makan yang sudah berisi makanan atau makanan yang sudah siap dihidangkan sedangkan Kera wadah atau piring makan yang terbuat dari daun lontar. Kemudian untuk mengenang peristiwa yang sangat penting lagi sakral itu, maka tempat baru yang akan ditempati oleh Kia Lalimari dan Juang Meti dari perahu Sowa dan Berebok diberi nama Lamakdikera selanjutnya menjadi Lamakera yang berarti tempat makan yang terbuat dari daun lontar.

Asal Usul Masyarakat
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa pada dasarnya tidak ada penduduk asli di Lamakera, bahkan penamaan Lamakera, baru berlangsung ketika ada penghuni yang juga sebagai pendatang dari Sika Songge setelah bersahabat dan ber-Naju Baja dengan tuan tanah dari Tanahwerang. Saat itu, sesepuh tuan tanah bermukim di Tanahwerang sedangkan lingkungan atau keadaan Lamakera ketika itu belum berpenghuni dan masih berbentuk hutan belukar.

Kelompok yang paling pertama tiba dan membuka perkampungan Lamakera, adalah kelompok dari Sika Songge kemudian menjadi suku Lewokololodo atau Lewoklodo. Secara berurutan suku-suku yang datang setelah Lewoklodo adalah : suku Ema Onang, suku Kiko Onang, suku Kampung Lamakera, suku Hari Onan, suku Lawerang dan terakhir suku Kukun Onang.

Kedatangan suku-suku tersebut ke Lamakera mempunyai motivasi dan sebab-sebab yang bervariasi. Misalnya, Klen Napo dari suku Ema Onang, berasal dari gunung Napo di daerah bagian Barat Solor Timur, yang terpaksa hijrah dan menetap di Lamakera karena tidak dapat hidup secara damai dan rukun dengan saudara-saudaranya. Klen Lawuung pada suku Kiko Onang yang harus meninggalkan Ternate (Maluku) karena situasi politik dalam negerinya. Begitu juga Klen Maloko dari suku Hari Onang yang harus menetap di Lamakera setelah dibawa arus ketika menangkap ikan, sehingga untuk mengenang kampung halamannya, maka klennya dinamakan Maloko. Sedangkan suku lainnya juga pendatang yang berasal dari daerah sekitar pulau Solor, seperti suku Kampung Lamakera berasal dari pulau Adonara, yaitu dari Lonek Burak (Desa Waiwerang II sekarang) yang dijemput oleh Patih Balauring dari suku Kiko Onang dan kemudian diserahkan wewenang untuk memerintah kerajaan Lamakera. Peristiwa bersejarah ini kemudian terlukis dalam syair lilin (tarian adat) yang berbunyi : “komodike pati balauring kiko toda raja, kiko toda raja monggo beto limang sodi pangka” (Hubungan baik dari keluarga terdekat Pati Balauring telah membawaku datang, suku Kiko Pemandu Raja).

Sejak zaman Raja Sangaji Dasi hingga saat ini, di Lamakera telah hidup dan berkembang 7 suku yang diakui eksistensinya dalam turut serta membentuk sosial kebudayaan di Lamakera. Suku-suku tersebut adalah sebagai berikut :

1.Suku Lewoklodo, terdiri dari tiga klen yaitu :
Klen Suku Lolong
Klen Parak Lolong dan
Klen Bloweng Matang

2.Suke Ema Onang, terdiri dari empat klen yaitu :
Klen Suku Lolong
Klen Lawang Onang
Klen Balaga dan
Klen Wudi Pukang

3.Suku Kiko Onang, terdiri dari tiga klen yaitu :
Klen Koko Belang dan Kiko Kede
Klen Beliko Lolong dan Beliko Rereng serta
Klen Lawung

4.Suku Kampung Lamakera, terdiri dari tiga klen yaitu :
Klen Kerbau Kotang
Klen Sinun Onang dan
Klen Parak Onang

5.Suku Hari Onang, terdiri dari empat klen yaitu :
Klen Hering Guhi
Klen Mahing
Klen Maloko dan
Klen Tamukin

6.Suku Lawerang, terdiri dari tiga klen yaitu :
Klen Kedang Onang
Klen Lamalewa dan
Klen Labe Onang

7.Suku Kukun Onang, terdiri dari tiga klen yaitu :
Klen Niha Onang
Klen Siang Gantong dan
Klen Lango Petung

Berdirinya Kerajaan Lamakera
Adalah sesuatu yang lazim dalam sejarah kehidupan manusia bahwa setelah menempati sebuah wilayah, hal yang dilakukan selanjutnya adalah menentukan aturan atau norma hidup bersama, yang kemudian norma-norma tersebut ditegakkan di atas sebuah sistem pemerintahan. Sebelum terbentuknya kerajaan, sistem pemerintahan di Lamakera diatur oleh Bela yang berkedudukan sebagai raja yang memerintah pada lingkungan tertentu, yaitu hanya terbatas pada wilayah Lamakera. Pada awalnya Bela dipegang oleh kelompok yang pertama kali menghuni Lamakera, yakni kelompok Sika Songge tetapi untuk menghormati saudara dari isteri yang berasal dari suku Ema Onang, maka kekuasaan diserahkan kepada suku Ema Onang. Dan kemudian untuk menghormati pamannya dan juga disebabkan oleh ketidakmampuan dalam menjalankan roda pemerintahan, maka kekuasaan raja itupun diserahkan suku Ema Onang kepada suku Kampung Lamakera.

Sebelum terbentuknya sistem pemerintahan desa menurut administrasi kenegaraan, Lamakera merupakan sebuah wilayah kerajaan yang penyelenggaraan dipimpin oleh seorang raja. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, raja Lamakera didampingi oleh Pagawe Paa Kae atau empat orang pembantu raja, sebagai penopang utama tegaknya Lewo Tanah, Tanah Ekang atau tanah tumpah darah, yang terdiri dari :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun