Mohon tunggu...
Sukaryo Wagiya
Sukaryo Wagiya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Membangun Desa dengan Basis Data

7 Juni 2018   16:36 Diperbarui: 7 Juni 2018   18:02 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Semenjak era pemerintahan Presiden Joko Widodo tahun 2015, sesuai dengan janji kampanye akan digelontorkan anggaran satu desa satu milyar. Dengan demikian setiap desa diharapkan akan bisa membangun desanya dengan maksimal. Mengingat selama ini di daerah pedesaan masih terjadi pembangunan yang tidak merata.

Besarnya anggaran yang digelontorkan pemerintah tersebut tentunya membawa angin segar bagi setiap desa. Dengan leluasa setiap desa akan mengalokasikan setiap anggaran untuk pembangunan di desa masing-masing. Namun demikian yang jadi pertanyaan adalah sampai dimana kesiapan desa dengan anggaran besar tersebut?

Pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo, pemerintah sangat konsen dengan upaya pengentasan kemiskinan. Demikian halnya dengan penggelontoran Dana Desa, diharapkan dapat mengentaskan kemiskinan yang sampai saat ini merupakan masalah yang tidak pernah kunjung usai, tercatat sampai pada semester dua tahun 2017 jumlah penduduk miskin masih mencapai 10,12 persen.

Penghitungan jumlah penduduk miskin sampai saat ini hanya sampai tingkat Kabuoaten/Kota dan tidak bisa diperinci sampai tingkat kecamatan apalagi desa. Hal ini dikarenakan sumber data yang digunakan adalah hasil survei dari Badan Pusat Statistik (BPS). Untuk menjembatani data kemiskinan, pemerintah melalui BPS telah melakukan Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) pada tahun 2015 yang diharapkan dapat menjadi basis data terpadu upaya pengentasan kemiskinan.

Hasil kegiatan PBDT oleh BPS telah diserahkan ke Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) sebagai pihak yang diberi kewenangan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Oleh TNP2K secara berjenjang data PBDT sudah diserahkan ke Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Dengan demikian data PBDT dapat digunakan sebagai dasar upaya penyaluaran bantuan kepada rumah tangga tidak mampu di daerah. Selain penyaluran bantuan yang sumber dananya dari pemerintah pusat, semestinya dari pemerintah daerah mempunyai inovasi tersendiri dalam upaya pengentasan kemiskinan sesuai dengan kearifan lokal daerah masing-masing.

Data PBDT yang saat ini ada di pemerintah daerah merupakan data satu titik, dimana data tersebut adalah kondisi pada saat dilaksanakan pendataan pada tahun 2015, sehingga sangat dimungkinkan terjadi perubahan kondisi seiring berjalannya waktu. Sebagai perumpamaan, pada tahun 2015 mungkin suatu rumah tangga bisa dianggap sebagai rumah tangga yang "tidak mampu" sehingga masuk ke dalam basis data PBDT sebagai rumah tangga yang akan dikenai program sasaran. Akan tetapi saat ini karena sudah ada perbaikan ekonomi, rumah tangga tersebut sudah lebih mampu dibandingkan pada tahun 2015, sehingga semestinya rumah tangga tersebut sudah tidak boleh ada di dalam basis data PBDT. Pemutakhiran data inilah yang seharusnya bisa dilakukan oleh setiap pemerintah daerah.

Dalam hal pemutakhiran data, apabila menggunakan cara yang dilakukan seperti pelaksanaan PBDT 2015 tentunya memerlukan anggaran yang besar. Hal ini dikarenakan membutuhkan tenaga yang banyak untuk memutakhirkan data tersebut. Pemerintah daerah dalam upaya memutakhirkan PBDT semestinya bisa mengoptimalkan pemerintah desa.

Pemerintah desa merupakan pihak yang bersentuhan langsung dengan masyarakatnya. Selain itu juga, pemerintah desa mengetahui persis kondisi ekonomi masyarakatnya. Dengan demikian akan diperoleh informasi yang akurat sesuai dengan kondisi sebenarnya. Informasi dari pemerintah desa untuk melakukan pemutakhiran PBDT sangatlah diperlukan dalam upaya pengentasan kemiskinan.

Pemerintah desa dalam upaya membantu melakukan pemutakhiran data PBDT dapat menggunakan kearifan lokal desa tersebut, tentunya dengan keterbandingan dengan desa lain dalam satu daerah. Dengan demikian akan meminimalisir terjadinya konflik horizontal. Mengingat selama ini yang terjadi adalah setiap pemerintah akan menyalurkan bantuan upaya pengentasan kemiskinan selalu timbul masalah. Dimana hampir setiap warga desa ingin mendapatkan bantuan, dengan tidak berkaca pada kondisi kemampuan ekonominya. Ada anggapan bahwa bantuan itu adalah dari pemerintah sehingga siapapun berhak, apalagi kalau namanya sudah tertera dalam daftar penerima bantuan. 

Seolah kalau namanya sudah masuk dalam daftar penerima bantuan dari pemerintah tersebut harus menerima bantuan. Padahal kalau dilihat kondisi ekonominya dibandingkan dengan rumah tangga lainnya, kondisinya jauh lebih mampu. Terhadap asumsi-asumsi inilah semestinya pihak pemerintah desa bisa memberikan pemahaman yang benar, bahwasannya bantuan yang disalurkan oleh pemerintah pusat adalah benar-benar untuk masyarakat tidak mampu.

Untuk bisa mengetahui masyarakat itu mampu atau tidak, pemerintah desa bisa melihat dari kemampuan ekonomi wargnya. Apakah rumah tangga tersebut masuk kelompok ekonomi tinggi, menengah atau rendah. Dengan demikian diperlukan informasi kondisi ekonomi masyarakat desa yang terhimpun dalam basis data. Keberadaan basis data di desa saat ini sangat diperlukan untuk membantu arah pembangunan di desa. Dengan basis data inilah pemerintah desa akan bisa membangun dengan maksimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun