Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Utang Itu Perlu dan Disiplin Tata Kelola Itu Harus

4 September 2015   02:34 Diperbarui: 4 September 2015   09:14 1034
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Trilema Debt (Utang), Deflasi, dan Depresiasi

Apabila saat ini ditanyakan persetujuan masyarakat jika pemerintah menambah UTANG (Debt),  kemungkinan 70%-80% akan mengatakan : TIDAK bahkan ANTI terhadap utang. Jika ditanyakan apakah senang dengan penurunan harga secara terus menerus (Deflasi), hampir dapat dipastikan jumlah yang sama menjawab : YA. Atau sebaliknya apakah setuju dengan terjadinya penurunan (Depresiasi) mata uang Rupiah (IDR) terhadap Dolar Amerika Serikat (USD), diprakirakan sebagian besar dengan prosentase yang sama akan menjawab : TIDAK. Komentar dan celaan secara emosional juga akan muncul dari para aktivis, pengamat sosial dan ekonomi, bahkan akademisi perguruan tinggi yang intinya menolak utang. Bahkan tidak heran jika ada yang meneriakkan slogan : Utang Mencuri Kemakmuran dan Merusak Masa Depan Anak Cucu. Wajar jika muncul sikap penolakan karena menganggap utang itu sebagai beban yang dibagi dan ditanggung secara merata pada tiap penduduk.

Sikap menentang utang tetapi menerima deflasi namun kemudian menolak depresiasi bagaikan Trilema (harus memilih satu dari antara 3 pilihan yang sama sulitnya). Hal ini terjadi akibat keterbatasan pemahaman dan pengetahuan atau karena ikut-ikutan serta selalu bersikap apriori atau curiga terhadap kebijakan pemerintah. Pencerahan seputar Deflasi dan Depresiasi mata uang dapat dilihat dalam artikel : "Spiral Deflasi" dan "Currency Wars" yang Berbuah Krisis. Sedangkan pemahaman utang akan dikaji dalam tulisan ini, dengan pendekatan berbasis Prinsip Umum yang berlaku dalam perekonomian serta memandang permasalahan secara jernih, tanpa perlu bersikap apriori namun kritis.

Siklus Perekonomian dan Utang

Kondisi perekonomian selayaknya tidak hanya dilihat sesaat (snapshoot) tetapi rentang waktu (time horizon), termasuk perubahan indikator perekonomian. Ilmu ekonomi konvensional yang tidak lekang oleh panas dan tidak pula lapuk oleh hujan, mengajarkan siklus pertumbuhan perekonomian. Siklus tersebut mencakup rangkaian puncak (peak) pertumbuhan, penurunan (recession), palung (trough), dan pemulihan (recovery), yang berulang dalam rentang dekade bukan dalam waktu singkat.

Dalam kondisi penurunan pertumbuhan secara berkelanjutan, ada dua pilihan pada sisi kebijakan pemerintah yaitu austerity (pengetatan) dan stimulus (perangsangan); sedangkan dari lingkup pasar dan produksi (makro) pilihan strateginya adalah demand side (berbasis permintaan) atau supply side (berbasis produksi dan penyediaan). Sejalan dengan pilihan kebijakan dan strategi tersebut, Bank Indonesia (Bank Sentral) pada sisi moneter dalam hal dana akan bertindak dengan kebijakan ketat (tight money policy) atau kendor (easy money policy)

Untuk paham akan siklus perekonomian Indonesia pasca Krismon 1998 dapat dilihat pada grafik pertumbuhan berikut ini.

Sumber informasi : International Monetay Fund

Keterangan : Sumbu kiri : angka pertumbuhan dalam prosen; garis titik-titik biru : trend pertumbuhan linier 2001 - 2014.

Masa 2001 pertumbuhan pada angka 3,6% kemudian trend-nya naik mencapai 6,3% pada 2007 lalu turun kembali hingga 4.7% pada 2009, sebagai dampak krisis keuangan di USA yang menjalar ke seluruh dunia. Selanjutnya, terjadi pemulihan hingga pertumbuhan mencapai 6,4% pada 2011 serta turun hingga 5,1% pada 2014. Turunnya pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan (resesi) pada masa 2012 hingga 2014 (pada dua triwulan pertama 2015 berada di bawah 5%), sebagai dampak terusan krisis 2008 dan turunnya harga secara berkelanjutan (deflasi) pada komoditi ekspor Indonesia. Tekanan penurunan harga ini kemudian menyebabkan terjadinya depresiasi pada nilai tukar. Trend depresiasi nilai tukar Rupiah (IDR) dengan mata uang Dolar Amerika (USD) semakin besar sejak 2013 hingga saat ini. Ditengarai penyebabnya adalah peperangan mata uang (currency wars) yang dapat dipahami sebagai “devaluasi secara sengaja” terhadap mata uang agar dapat memenangkan persaingan produk pada pasar internasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun