Dengan menggunakan pendekatan Perencanaan Skenario Proyeksi Sumber Energi Indonesia menuju tahun 2045 dapat dilihat pada grafik di bawah ini (Peraga-4), dan porsi non fosil perlu mencapai 50%.
Berdasarkan grafik pada 2045 selayaknya pangsa energi non fosil sudah mencapai 50% sehingga menjadi tantangan besar untuk meningkatkan pangsa dari 10% menjadi 50% dalam waktu 20 tahun. Sementara merujuk data historis sebelumnya bahwa dalam 2 dekade pencapaiannya hanya 10%.
Demi penurunan pangsa energi fosil maka layak lakukan inovasi dengan melihat alternatif yang ada pada Energi Terbarukan (Renewable Energy) seperti pada peraga berikut ini (Peraga-5); sumber atau pilihan Renewable Energy.
Memperhatikan pilihan yang ada maka eksploitasi energi laut menjadi pilihan dengan mengingat 70% wilayah Indonesia adalah lautan dan inovasi padaTidal (Pasang-Surut) serta Wave (Gelombang) layak diutamakan serta membuka alternatif Farming atau menggelar Panel Surya serta Turbin Angin di lautan demi mengurangi penggunaan ruang di daratan untuk serapan panas.
Perkotaan dan Kelayakan Hidup
Dikutip dari Bank Dunia terkait Pembangunan Perkotaan bahwa Saat ini, sekitar 56% populasi dunia -- 4,4 miliar jiwa -- tinggal di perkotaan. Tren ini diperkirakan akan terus berlanjut, dengan jumlah populasi perkotaan yang meningkat dua kali lipat dari jumlah saat ini pada tahun 2050, yang berarti hampir 7 dari 10 orang akan tinggal di perkotaan.
Dengan mengetahui hal tersebut maka jelas perkotaan akan menjadi Pusat Pertumbuhan Ekonomi dan 2 dari 3 orang akan tinggal di perkotaan. Terkait dengan emisi karbon, perkotaan menyumbang lebih dari 70% emisi CO2 global sehingga berinvestasi pada pembangunan perkotaan yang rendah karbon dan berketahanan akan menjadi kunci untuk mengurangi emisi. (Laporan WEF -- 2022).
Jika kita ambil contoh wilayah Jabodetabek (Metropolitan Jakarta dengan kota-kota disekitarnya) yang jumlah penduduknya per tahun 2023 telah mencapai kurang lebih 42 juta jiwa (disebut Aglomerasi terbesar di Dunia) maka tantangannya bisa mengacu pada Efek Malthus seperti terlihat pada Peraga-6 di bawah ini.
Mengingat kenyataan di atas maka perkotaan dan perkotaan perlu mendapat perhatian terutama dalam membangun dan menjamin lingkungan yang sehat dan bersih serta penyediaan pelayanan publik. Dalam hal ini INDODEPP dapat menjadi kesempatan untuk mempelajari juga bagaimana Denmark mengelola kota-kotanya sebagaimana fakta menyatakan bahwa kelayakan hidup di Kopenhagen berada di Peringkat #2 Kota Paling Layak Huni di Dunia (lihat Peraga-7 di bawah).