Mohon tunggu...
Jingga Kelana
Jingga Kelana Mohon Tunggu... Arkeolog -

Lulusan Program Studi Arkeologi, FIB Udayana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Busana Perempuan: Sebuah Counter Thesis Fenomena Sosial Keagamaan

22 Juni 2017   09:20 Diperbarui: 22 Juni 2017   09:28 1184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Busana perempuan pada relief Karmawibhangga Candi Borobudur

Banyuwangi sebagai salah satu wilayah di Provinsi Jawa Timur yang didiami oleh berbagai lapisan dan golongan masyarakat tumbuh menjadi kabupaten yang maju. Dulu kabupaten ini adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu-Buddha dan sudah berdiri sejak abad X-XI Masehi. Asumsi ini didasarkan pada artefak berupa dua lembar kertas emas yang berasal dari Situs Gumuk Klinting. Dalam kertas emas tersebut terdapat inskripsi mantra Buddha. Inskripsi pertama berbunyihum heh krata heh jtah dak thah, sedangkan inskripsi kedua berbunyi hum dram°indha hri°ah hum trah hrih°ah (Agustijanto, 2016).

Sementara itu, dalam ekskavasi yang pernah dilakukan oleh Balai Arkeologi Yogyakarta di Situs Kendenglembu didapat sebuah fakta lain bahwa di situs ini terdapat dua lapisan, yaitu lapisan budaya neolitik dan lapisan budaya sejarah. Pertanggalan yang diperoleh dari lapisan sejarah pada KDL TP I spit 6 menghasilkan angka 543 BP atau sekitar tahun 1457 Masehi. Hal ini mendukung estimasi pertanggalan yang hanya dilakukan berdasarkan analisis tipologi gerabah kendi susu yaitu berasal dari akhir masa Kerajaan Majapahit abad XV Masehi (Tim Penelitian, 2008: 58-59).

Masa lalu memang unik, menarik, sekaligus sering menuai yang terkadang tidak mudah terjawab. Ibarat sebuah benda, sejarah Blambangan dari kacamata arkeologi masih seperti puzzle yang belum selesai penyusunannya. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya sebagian besar tinggalan sejarah di Banyuwangi yang berhasil ditemukan dan diteliti masih sedikit. Tinggalan tersebut ketika ditemukan lebih banyak dalam keadaan tidak utuh, sehingga membutuhkan waktu untuk sekadar menganalisis atau mengintrepetasinya (Wibowo, 2017: 1).

Meskipun demikian, bukan berarti kabupaten yang berada di ujung timur Pulau Jawa ini tidak memiliki kepribadian yang bersumber dari peradaban masa lalu sedikitpun. Selain ditemukan artefak yang berlatar belakang agama Buddha, sebenarnya Banyuwangi juga memiliki ragam temuan yang berlatar belakang agama Hindu, seperti lingga-yoni. Sebagaimana sudah diketahui bahwa lingga-yoni adalah sarana yang digunakan untuk memuja Siwa-Sakti, dan tinggalan tersebut sampai sekarang masih difungsikan sebagai sarana pemujaan oleh masyarakat Jawa-Hindu yang ada di Banyuwangi.

Ketika Banyuwangi memasuki masa Hindu-Buddha memang hampir semua aspek kehidupan masyarakatnya dipengaruhi oleh kebudayaan India. Tetapi, kebudayaan tersebut masukharus mengalami proses adaptasi dengan kebudayaan setempat. Peranan kebudayaan lokal ini juga dapat dikategorikan sebagai local genius, dalam arti bahwa agama luar diolah dan dijadikan milik sendiri, karena telah diserap oleh kebudayaan pemeluknya. Sesungguhnya tidak dapat dikatakan bahwa telah terjadi proses Hinduisasi terhadap kebudayaan Jawa, dalam arti bahwa kebudayaan Jawa menerima mentah-mentah kebudayaan Hindu (Wibowo, 2015: 58-59).

Hindu adalah agama bersifatsanatanadan nùtana(fleksibel dengan budaya lokal dan perkembangan jaman tanpa harus kehilangan esensi kebenarannya yang hakiki). Di antara agama-agama besar di dunia, Hindu pula yang paling banyak memberikan perhatian terhadap keberadaan budaya-budaya lokal di manapun Hindu itu berada. Lebih-lebih budaya Jawa yang memang secara historis tidak dapat lepas dari nilai-nilai filosofis Hindu. Bahkan ketika Islam menguasai tanah Jawa pun, nilai-nilai ajaran Hindu tetap mengakar dalam nafas kebudayaan Jawa (Miswanto,2009:1).

Maka tidaklah salah apabila ada orang yang menganggap bahwatata nilai orang Jawa sebenarnya sudah mapan dan selalu identik dengan kata achievement(pencapaian), disiplin tinggi, dan penegakkan kehormatan. Namun demikian, di penghujung abad ke-20, dunia menghadapi krisis global yang serius, yaitu kegelisahan dan kecemasan manusia atas kemanusiaannya karena mereka merasa telah dijajah oleh pengetahuannya sendiri. Manusia merasa terhimpit dalam menghadapi berbagai perubahan zaman yang tanpa pernah disadari bahwa perubahan itu diciptakannya sendiri dalam beraneka ragam tindakan.

Apabila mencermati perkembangan sosial yang akhir-akhir ini mengemuka, banyak orang dan media massa yang mulai mempersoalkan sesuatu hal yang sebenarnya sudah mapan. Contoh kasusnya tentang aksi sensor pada siaran ulang acara Pemilihan Putri Indonesia 2016. Dalam acara tersebut, setiap finalis diwajibkan untuk mengenakan busana kebaya yang memang merupakan pakaian asli Indonesia. Namun sayangnya, ketika mereka mengenakan pakaian itu ada beberapa bagian tubuh para finalis yang disensor oleh salah satu stasiun televisi swasta. Alasannya,karena beberapa bagian busana kontestan memperlihatkan belahan dada yang cukup lebar (Media Indonesia, 2016).

Selain itu, tahun lalu juga terdapat permasalahan yang hampir sama yaitu tentang tata busana seseorang ketika akan ke pura. Beberapa pihak, terutama tokoh masyarakat sempat menyampaikan keberatannya akan hal ini. Sorotan tersebut utamanya ditujukan kepada pihak perempuan karena mereka sering memakai kebaya yang menurut para tokoh tersebut cenderung transparan.

Berdasarkan gambaran di atas, muncul permasalahan mendasar yakni apakah vulgarisme selalu berkonotasi negatif dan apa makna vulgarisme bagi masyarakat Jawa Kuna. Penelitian ini bertujuan untuk mewujudkan uraian tentang gaya berbusana pada masa Jawa Kuna dan makna vulgarisme bagi masyarakat Jawa Kuna. Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagiperkembangan keilmuan pada umumnya dan mewujudkan sejarah lokal Banyuwangi khususnya Jawa Kuna.

Kedudukan dan Busana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun