Mohon tunggu...
Arif Rahman Hakim
Arif Rahman Hakim Mohon Tunggu... -

Wong cilik yang hobi menulis, membaca, dan main pingpong

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

PLTU Paiton di Probolinggo Berkapasitas Terbesar di Indonesia

30 Juli 2012   04:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:27 56927
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiton 3 yang berlokasi di Desa Binor, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, saat ini merupakan PLTU berkapasitas terbesar di Indonesia, yakni 815 MW. Investasi PLTU Paiton 3 sebesar US$1,5 miliar atau sekitar Rp 13,5 triliun dan secara efektif telah beroperasi tanggal 18 Maret 2012. PLTU Paiton 3 milik PT Paiton Energy. Beroperasinya PLTU Paiton 3 ini semakin memperkuat sistem kelistrikanJawa-Bali menjadi29.231 MW, sementara beban puncak 19.700 MW, sehingga surplus9.531 MW.

PLTU Paiton 3 menggunakan batu bara. Kebutuhanbatu bara untuk PLTU Paiton 3 sebanyak 3,5 juta ton/tahun, dan bila dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar minyak (BBM)akan menghemat sekitarRp 7,4 triliun/tahun.

Di kawasan yang sama telah dibangun pula PLTU Paiton 9 milik PT PLN yang berkapasitas 660 MW dan merupakan bagian dari program Proyek Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik 10.000 Megawatt (MW) Tahap 1. PLTUinimerupakan bagian dalam upayamenunjang penghematan dan pengembangan energi untuk pembangkit tenaga listrik ke BBM dengan memanfaatkan batubara yang cadangannya tersedia melimpah di tanah air. Nilai investasi PLTU Paiton 9 sekitar Rp 4 triliun, dan saat ini masih dalam tahap uji coba, serta direncanakan beroperasi Agustus 2012.Adapun kebutuhan batu bara untuk PLTU Paiton 9 ini sebanyak2,7 juta ton/tahunatau menghemat sekitar Rp 3,6 triliun bila dibandingkan dengan menggunakan BBM.

Pembangunan PLTU Paiton 3 dan PLTU Paiton 9 berdampak pada penyerapan tenaga kerja yang cukup besar dan telah mengurangi tingkat pengangguran di Kabupaten Probolinggo. Pada saat pelaksanaan pembangunan konstruksi, tenaga kerja yang terserap di PLTU Paiton 3 sebanyak 7.000 orang yang sebagian besar atau 95% penduduk lokal, sedangkan 5% penduduk dari luar Probolinggo dan asing. Sedangkan setelah beroperasi tenaga kerja yang terserap sebanyak 387 orang yang mayoritas atau 90% penduduk Probolinggo dan 10% penduduk dari luar Probolinggo dan asing. Sementara itu di PLTU Paiton 9 pada saat pembangunan konstruksi, tenaga kerja yang terserap sebanyak 3.000 orang yang terdiri dari 2.750 tenaga kerja dari Probolinggo dan 250 orang dari luar Probolinggo. Sedangkan saat ini dalam masa tahap uji coba tenaga kerja yang terserap sebanyak 1.500 orang. Dengan demikian total penyerapan tenaga kerja pada saat pembangunan konstruksi PLTU Paiton 3 dan PLTU Paiton 9 sebanyak 10.000 orang.

Salah seorang penduduk Desa Binor, Kecamatan Paiton, yang bekerja di PLTU Paiton 9 adalah Masito Khairulumah. Ia bekerja sebagai petugas keamanan kantor sejak Oktober 2011. Sebelumnya, sarjana kimia lulusan UIN Malang ini bekerja di sebuah koperasi dengan gaji Rp 900.000/bulan, sedangkan di PLTU Paiton ia berpenghasilan Rp 4,6 juta. “Sebagai warga Probolinggo saya bersyukur dapat bekerja di PLTU Paiton 9. Saya mengikuti proses seleksi, dan alhamdulillah terpilih. Saya juga merasa senang karena penghasilan saya lebih besar dari tempat bekerja yang dulu. Sebagian penghasilan saya tabung dan saya berencana membeli sawah,” tuturnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Septi Dwi Karniatanti, karyawan PLTU Paiton 9. Warga Desa Sukadadi, Kecamatan Paiton ini, sejak tahun 2009 bekerja di PLTU Paiton 9. Ia mengetahui info lowongan kerja di PLTU Paiton 9 melalui internet, dan setelah melalui tes Septi diterima bekerja. “Siapapun penduduk Probolinggo pasti bangga bisa bekerja di PLTU Paiton, termasuk saya,” kata lulusan D3 Administrasi Niaga Universitas Brawijaya Malang tahun 2004 ini.

Septi saat ini mendapat gaji sebesar Rp 3 juta/bulan, yang sebagiannya ia tabungkan demi masa depannya. Dari hasil tabungannya itu ia berencana akan melanjutkan kuliah lagi. “Insya Allah tahun depan saya akan kuliah lagi, mengambil program S1,” ujar ibu seorang anak ini.

Beroperasinya PLTU Paiton bermanfaat besar terhadap persediaan listrik di Kabupaten Probolinggo, yakni kapasitas daya 89,25 MW, sedangkan beban puncak 62,39 MW, sehingga surplus 26,86 MW. Ketersediaan listrik yang memadai ini berdampak positif terhadap jumlah pelanggan baru PLN di Probolinggo. Total pelanggan PLN se- Probolinggo saat ini sebanyak 209.481 pelanggan dari 255.000 KK, berarti sekitar 82,14% yang sudah mendapatkan listrik. Pada tahun 2010 ratio elektrifikasi sebesar 70% yaitu 180.385 pelanggan dari 255.000 KK, berarti ada kenaikan ratio elektrifikasi sebesar 12,14%.

Selain ituketersediaan listrik yang cukup di Probolinggo tersebut ternyata berhasil menarik minat kalangan investor untuk berinvestasi di daerah ini. Dalam dua tahun terakhir ini, investasi yang masuk ke Probolinggo sebesar Rp 1,1 triliun. Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain bergerak di sektor garmen (pakaian), rokok, minyak nabati, toko swalayan, dan rumah makan.

Keberadaan PLTU Paiton membawa berkah lainbagi warga sekitarnya, terutamabagi pemilik tanah, karena harga tanah yang semula Rp 70.000 permeter persegi kini mencapai Rp 400.000 permeter persegi. Di samping itu dampak lainnya adalah semaraknya kegiatan ekonomi di sekitar Paiton yang menunjang kesejahteraan warga Paiton khususnya dan Kabupaten Probolinggo pada umumnya.

Salah satu perusahaan yang menikmati listrik ini adalah PT Era Cipta Prima (PT ECP) yang bergerak di bidang garmen. Pabrik yang berlokasi di Desa Pesisir, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo sudah beroperasi setahun ini mendapat sambungan listrik baru sebesar 164 KVA dengan biaya pemasangan listrik sebesar Rp 152.675.000. PT ECP dibangun pada lahan seluas 1,5 ha dengan nilai investasi sebesar Rp 8 miliar. Adapun produksinya sebanyak 120.000 potong per bulan dengan sasaran jual di dalam negeri 60% dan diekspor ke Eropa, khususnya Jerman sebesar 40%.

Pabrik garmen tersebut menyerap tenaga kerja sebanyak 600 orang dan semuanya penduduk Kabupaten Probolinggo. Pekerjanya mayoritas berpendidikan SD hingga SMA dan memperoleh gaji sesuai upah minimum regional (UMR) Kabupaten Probolinggo yakni Rp 888.500/bulan. Sebagian besar tenaga kerja di pabrik garmen ini adalah perempuan yang sebelumnya bekerja sebagai buruh tani dan tidak memiliki keterampilan. Ketika PT ECP membuka lowongan kerja banyak warga masyarakat yang berbondong-bondong mendaftar. Setelah lulus tahap seleksi administrasi dan kesehatan, mereka diberi pelatihan sesuai bidangnya, seperti tehnik dasar memotong, menjahit, penggunaan dan oprasional alat, dan lainnya. Pelatihan yangmelibatkan instansi/dinas terkait seperti Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan ini dilaksanakan selama satu bulan.

Salah seorang pekerja pabrik garmen yaitu Babun. Perempuan dari Desa Muneng, Kecamatan Sumberasih ini adalah lulusan SD yang bekerja di pabrik garmen dengan gaji Rp 888.500/bulan. Sebelumnya, ia bekerja sebagai buruh tani yang jika ada pekerjaan mendapat upah sebesar Rp 15.000/hari. Namun, jika tidak ada pekerjaan sebagai buruh tani, ia pun mengandalkan kepada Ipung, suaminya yang bekerja sebagai kuli bangunan. Selama Babun menjadi buruh tani dan Ipung sebagai kuli bangunan, penghasilan keduanya pun tidak tentu, tergantung adanya pekerjaan dari orang lain. Nasib Babun akhirnya mulai berubah tambah baik, tatkala setahun yang lalu ia diterima bekerja di pabrik garmen yang mendapat penghasilan tetap.

“Saya mendapat latihan menjahit selama sebulan dan sekarang saya sudah bisa menjahit. Sebelumnya saya tidak bisa menjahit. Saya bersyukur karena diterima bekerja di sini, mendapat penghasilan tetap, dan ekonomi saya sekarang membaik,” ucap Babun.

Ibu seorang anak ini saat ini bila berangkat kerja menggunakan sepeda motor Mio yang dibelinya delapan bulan lalu dengan sistem kredit sebesar Rp 441.000/bulan selama 3 tahun. Sebelumnya, ia harus banyak menguras tenaga karena menggunakan sepeda kayuh yang harus berangkat lebih awal agar dapat tepat waktu tiba di tempat bekerja.

Kebahagiaan karena bekerja di pabrik garmen juga dirasakan oleh Sunarti, warga Desa Wonokerto, Kecamatan Sukapura. Perempuan lulusan SMA ini ditempatkan di bagian menjahit pakaian dengan gaji Rp 888.500/bulan. Sebelumnya, ia bekerja di pabrik garmen lain dengan tugas mencuci benang dan mendapat gaji Rp 600.000. “Dulu saya tidak bisa menjahit, tapi setelah ikut pelatihan menjahit yang diselenggarakan PT ECP dengan Pemkab Probolinggo, saya sekarang bisa menjahit. Penghasilan saya sekarang lebih baik dari saat bekerja di tempat sebelumnya. Alhamdulillah, saya bisa membantu meringankan beban suami,” kata isteri buruh bangunan yang juga ibu seorang anak ini dengan sumringah.

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Probolinggo yang salah satu tugasnya adalah membina calon tenaga kerja agar mampu, terampil danmandiri di bidang pekerjaannya. Untuk itu pada tahun 2012 Disnakertrans bekerja sama dengan PT ECP menyelenggarakan pelatihan keterampilan menjahit bagi 200 orang perempuan di Balai Latihan Kerja Kraksaan.Berkaitan dengan kegiatan ini, Pemkab Probolinggo mengalokasikan anggaran dari APBD Kabupaten Probolinggo sebesar Rp 200 juta yang digunakan untuk biaya transport Rp 10.000/orang/hari, pengadaan baju seragam dan konsumsi, sedangkan pihak PT ECPmenyediakan tenaga instruktur sebanyak empat orang, mesin jahit, benang, dan kain. Pelatihan ini diadakan setiap hari, selama sebulan dari pukul 08.00 pagi hingga pukul 14.00 siang. Jika mereka sudah mampu menjahit atau keterampilan lainnya, PT ECP akan mempekerjakan sebagai karyawan sesuai bidangnya. Sedangkan bagi mereka yang ingin bekerja di rumah masing-masing karena tidak ingin meninggalkan keluarga, Perusahaan juga memberi order/pekerjaan dengan pendapatan perhari bisa mencapai Rp 40.000.

Sementara itu perusahaan lain yang telah mendapat sambungan listrik baru adalah PT Sampoerna Tbk, yang berlokasi di Desa Kraksaan, Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo. Perusahaanbergerak di bidang pembuatan rokok yang menempati lahan seluas 19.900 meter persegi ini mendapat 197 KVA dengan biaya pemasangan listrik sebesar Rp 152.675.000. Perusahaan yang beroperasi sejak 3 Januari 2012 tersebut saat inimemiliki 4.600 karyawan dengan target 6.000 karyawan pada tahun depan. Karyawannya 95% berasal dari Probolinggo, sedangkan sisanya 5% berasal dari luar Probolinggo berlatar belakang pendidikan mulai SD, SMP, SMA hingga sarjana dengan upah minimum sebesar Rp 888.500.

Perusahaan lainnya yang juga telah mendapat sambungan listrik baru adalah PT J. Cool Indonesia. Perusahaanasing yangbergerak di bidang industri minyak nabati/minyak mentah untuk biosolar ini mendapat sambungan baru 690 KVA dengan biaya pemasangan sebesar Rp 348.456.000. Nilai investasinya sebesar US$1.000.000. PT J. Cool menempati areal seluas 4 Ha di Desa Curahsawo, Kecamatan Gending, Kabupaten Probolinggo, yang terdiri dari 2 Ha untuk pabrik dan kantor, sedangkan 2 Ha lagi untuk lahan pembibitan pohon jarak, kesambi, dsb sebagai bahan baku minyak nabati. Saat ini pembangunan pabrik telah mencapai sekitar 70%. Pelaksanaan pembangunan konstruksi pabrik dan pembukaan lahan pohon jarak menyerap tenaga kerja sekitar 100 orang.Rencana saat operasi nanti,PT J. Cool akan menyerap tenaga kerja sebanyak 500 - 700 orang. Menurut Staf Manajemen PT J. Cool, kenapa Indonesia membangun pabrik minyak nabati di Probolinggo, karena mudah memperoleh pasokan listrik, mudah memperoleh izin usaha, mudah memperoleh bahan baku pohon jarak, kesambi serta lokasinya yang dekat dengan pelabuhan Probolinggo yang memudahkan mengangkut produk.

Ketersediaan listrik juga menggembirakan bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Kabupaten Probolinggo. Salah seorang pelaku UMKM yang telah mendapat sambungan listrik adalah Istiqomah yang mempunyai warung nasi di Desa Binor, Kecamatan Paiton. Ia mengajukan pemasangan baru untuk 900 VA pada tanggal 21 Februari 2012 dengan biaya Rp 698.000 dan listrik menyala tanggal 8 Maret 2012. Istiqomah telah setahun membuka warung nasi dan semula mendapat listrik dari warung sebelah dan membayar Rp 20.000/bulan. “Sekarang warung saya telah mendapat listrik sendiri dari PLN, dan saya senang sekali,” katanya.

Menurutnya, karena warung nasinya terletak di tepi jalan yang hanya berjarak sekitar 2 km dari PLTU Paiton dan strategis, sehingga banyak orang yang mampir ke warungnya, termasuk para karyawan PLTU Paiton. Omsetnya cukup lumayan yakni sekitar Rp 200.000 – Rp 400.000/hari dengan keuntungan sekitar 20%.

Keberadaan PLTU Paiton juga membawa berkah bagi warga Desa Binor, Kecamatan Paiton. Banyak warga yang menyewakan rumah untuk karyawan maupun mitra kerja PLTU Paiton. Tarif sewarumah bervariasi, yakni terendah Rp 16 juta hingga tertinggi Rp 25 juta/rumah/tahun. Menurut Sugeng, salah seorang yang menyewakan rumahnya untuk karyawan PLTU Paiton, daftar pemasangan sambungan listrik baru 900VA itu pada 21 Februari 2012 dengan biaya sebesar Rp 698.000 dan menyala pada 8 Maret 2012. Rumah warisan dari orang tuanya itu, kini sudah teraliri listrik, sehingga sewa rumahnya bisa mencapai Rp 16 juta/tahun. Meskipun ia dan keluarganya tinggal di rumah kecil di samping rumah sewanya itu, mereka nampak senang, karena hasil dari sewa rumahnya cukup membantu kehidupannya sehari-hari. (*)

PenulisadalahPembantuAsisten Staf Khusus Presiden RI Bidang Komunikasi Sosial

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun