Mohon tunggu...
Ardhani Reswari
Ardhani Reswari Mohon Tunggu... karyawan swasta -

just smile!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah Masuknya Islam ke Palembang

28 Desember 2013   18:35 Diperbarui: 4 April 2017   18:02 7033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Benteng Kuto Besak Palembang

Islam masuk ke Palembang diperkirakan pada awal abad ke-1 H atau awal abad ke-8 Masehi. Sepanjang abad ke-7 sampai abad ke-14 Masehi, Islam di kota Palembang tumbuh dan berkembang pesat. Bersamaan dengan itu zaman keemasan kerajaan Sriwijaya berangsur-angsur mulai pudar.

Tokoh-tokoh ulama dan pemuda masyarakat dengan intesif membina umat pada awal abad ke-15 Masehi. Tersebutlah nama Syekh Al-Samad Al-Jawi Al-Palembani. Peran beliau sangat besar pasca berakhirnya kerajaan Palembang pada awal abad ke-19 Masehi.

Namun saya belum menemukan hubungan antara peran ulama-ulama islam kepada raja-raja sampai keluarga kerajaan saat itu. Mungkin akan saya tulis di tulisan saya selanjutnya.

[caption id="" align="alignnone" width="622" caption="Benteng Kuto Besak Palembang"][/caption]

Kesultanan Palembang Darusalam

Tahun 1549 terjadi pertentangan politik karena permasalahan suksesi dan warisan di kerajaan Demak. Antara Aria Penangsang dari Jipang dan pangeran Adiwijaya dari Pajang. Ki Gede Ing Suro dari pihak Jipang kalah pada pertikaian tersebut. Ia kemudian menyingkir dari Demak dengan membawa serta rombongan keluarganya ke Palembang.

Sampai di Palembang, Ki Gede Ing Suro kemudian mendirikan keraton tradisional Jawa di Palembang yang penduduknya telah banyak beragama Islam. Ia kemudian menjadi raja pertama di kerajaan Palembang (1552-1573). Hanya saja, saya tidak mendapat sumber apakah Ki Gede ini telah memeluk islam saat ia menjabat sebagai raja atau belum.

Pemerintahan kerajaan ini kemudian berlangsung kepada adiknya yang bernama Ki Gede Ing Suro Mudo yang bergerlar Ki Mas Anom Adipati Ing Suro (1573-1590).

Semasa kerajaan Mataram, hubungan kerajaan Palembang dengan pusat pemerintahan di Mataram berjalan baik. Raja Palembang saat itu sering mengirim upeti kepada kerajaan Mataram. Namun pada masa kepemimpinan Pangeran Sido Ing Kenayan (1639-1650) hingga masa kepemimpinan Ki Mas Endi Pangeran Ario Kesumo --bergelar Sultan Susuhan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayyidul Iman (1659-1706) upeti yang dikirimkan seringkali ditolak.

Hal ini menyebabkan putusnya hubungan antara dua kerajaan ini. Tidak disebutkan apa alasan upeti tersebut ditolak. Setelah itu Kerajaan Palembang kemudian memproklamasikan diri sebagai Kesultanan Palembang Darusalam pada tahun 1675.

Hal pertama yang dilakukan Ki Mas Endi Pangeran Ario Kesumo—yang juga dikenal dengan nama Sultan Jamaludin Mangkurat VII Susuhan Abd. Candi Walang adalah mendirikan sebuah masjid yang lebih dikenal dengan Masjid Lama (1663). Bangunan masjid ini sudah tidak ada. Konon lokasi berdirinya masjid ini berada di Jl. Masjid Lama, persimpangan jalan Beringin Janggut kel. 17 Ilir Palembang. Untuk sejarah Masjid Agung Palembang bisa dilihat di sini.

[caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="Ampera dan Sungai Musi"]

Ampera dan Sungai Musi
Ampera dan Sungai Musi
[/caption]

Ulama Palembang

Sungai Musi menjadi pelabuhan kapal-kapal dari Arab, Cina dan India. Sehubungan dengan itu pada tahun 1750-1820 Palembang berkembang menjadi pusat studi islam dan sastra untuk wilayah Nusantara.

Hal itu membuat banyak ulama Palembang yang muncul. Salah satunya seperti Syekh Syihabuddin bin Abdullah Muhammad. Ia telah menerjemahkan dan memberikan penjelasan atas kitab Jawharat Al-Tauhid. Kitab tersebut karangan Ibrahim Al-Taqani ke dalam bahasa Melayu.

Pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Najmuddin I (1757-1774) muncul ulama Palembang bernama Kemas Fakhruddin yang menulis kitab Mukhtasar. Kitab tersebut merupakan terjemahan dari kitab Risalah fi Al-Tauhid karangan Syekh Raslan Al-Dimsiqy.

Melihat banyaknya ilmu yang berharga, Sultan kemudian menyerahkan kitab-kitab tersebut untuk dipelihara dan dititipkan di perpustakaan Keraton. Namun saat Sultan Mahmud Badarudin II dikalahkan orang-orang Inggris, kitab-kitab tersebut banyak dibawa orang Inggris ke Batavia.

Peristiwa kedatangan Ki Gede Ing Suro yang kemudian menjadi raja Palembang memberi saya alasan kenapa banyak orang berdarah Jawa yang menetap di Palembang. Apalagi setelah dilihat dari letak geografis. Palembang dapat disebut sebagai daerah transit seperti halnya Lampung. Karena letaknya yang berada di ujung pulau Sumatera membuatnya menjadi tempat singgah para pendatang. Termasuklah orang-orang Cina karena adanya pelabuhan di sungai Musi.

Jadi wajar saja kalau kata para orangtua penduduk asli Palembang itu adalah orang Cina. Namun tidak melepas kemungkinan banyak pula penduduk asli Palembang yang asalnya dari Komering atau biasa disebut sebagai orang Komering.

Komering adalah nama suatu daerah di ujung Palembang. Mendengar nama Komering saya kemudian teringat kepada nama daerah di Palembang yang disebut Ogan Komering Ulu dan Ogan Komering Ilir. Ogan itu artinya sungai. Sekarang namanya disingkat menjadi OI (Ogan Ilir) dan OU (Ogan Ulu).

Saya yakin banyak hal dari tulisan ini yang masih dipertanyakan kebenarannya. Baik kejadian, nama, gelar atau waktu dan tahun. Namun setidaknya sedikit pengetahuan sejarah tentang masuknya Islam di Palembang dapat menjadi pemuas dahaga bagi seorang ‘pencari’. Semoga bermanfaat. [Ardhani Reswari] Sumber: Buku berjudul Masjid Agung Palembang; Penulis: Bangun P.Lubis, dkk

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun