Mohon tunggu...
ANTONIO
ANTONIO Mohon Tunggu... Wiraswasta - Dosen

seorang yang selalu ingin mencoba dan mencoba hal yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

"Olahraga bukan soal menang kalahnya"

1 April 2016   02:14 Diperbarui: 1 April 2016   09:32 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Triyatno meraih medali diambil www.tribunnews.com"][/caption]“Olahraga bisa merubah dunia”. Siang itu disebuah di kelas, seorang mahasiswa bertanya kepada dosennya, ”apakah benar olahraga bisa menjadi pemersatu pak? karena saya ragu dengan slogan itu pak”. Alasan mahasiswa akan pertanyaan itu karena yang dia lihat adalah beberapa suporter klub sepakbola di Indonesia selalu saja membuat kerusuhan, bahkan pemain dan pengurus saja ikut-ikutan rusuh atau bekelahi menyerang wasit ataupun menyerang lawan di lapangan pertandingan. Dengan yakin si dosen menjawab “bisa, sepakbola atau olahraga bisa menjadi pemersatu, asalkan orang mengetahui filosofi Olahraga sesungguhnya”.

Olahraga Pemersatu

Setiap multi ivent olahraga yang mempertemukan negara-negara sejagad raya dalam sebuah ivent besar yang melibatkan ratusan juta orang untuk terlibat baik secara langsung ataupun tidak langsung, ivent yang selalu diadakan setiap 4 tahun sekali itu diberi nama OLIMPIADE. Semangat olimpiade menggelora disetiap atlet yang mewakili negara untuk bertanding demi kejayaan negaranya, atlet berjuang mati-matian untuk meraih prestasi terbaik dalam ajang 4 tahunan ini. Atlet semua cabang olahraga berlomba di atas arena pertandingan demi menjadi yang terbaik sehingga mereka memberikan penghargaan kepada bangsanya dengan berkibarnya bendera negara dan lagu kebangsaan negaranya untuk dikumandangkan. Meskipun dengan tempo tinggi dan persaingan yang ketat tetapi setelah selesai pertandingan atlet saling berjabat tangan dan saling memeluk memberi ungkapan selamat satu dengan lain apapun itu hasilnya dan melalui ivent itulah atlet bisa saling bertemu.

[caption caption="Suasana pembukan Olimpiade tahun 1920  - olympic.org"]

[/caption]Semangat itulah yang menjadi dasar Pierre de Coubertin, pendiri Modern Olympic Games, pada tahun 1913 mendesain bendera olimpiade yang dipakai sampai sekarang dengan simbol 5 lingkaran dengan warna biru, kuning, hitam, hijau , merah dan kelimanya saling mengait. Diharapkan dengan simbol bendera itu setelah Perang Dunia 1 sebagai lambang persatuan dan kesatuhan, dan untuk pertama kali bendera dikibarkan pada Olimpiade di Antwerp di negara Belgia tahun 1920. Dalam sejarah olimpiade simbol 5 lingkaran yang saling berkaitan adalah simbol persatuan sedangkan 5 warna melambangkan benua, warna biru melambangkan Eropa, Kuning melambangkan Asia, Hitam melambangkan Afrika, Hijau melambangkan Australia dan Merah melambangkan Amerika. Sebuah harmininasi simbol yang sangat mendalam yaitu lambang persatuan, meskipun berbeda dari latar belakang negara bahkan benua dan warna kulit tetapi semuanya saling menghargai dipersatukan dalam sebuah ivent besar yaitu Olimpiade.

[caption caption="Simbol olimpiade diambil ogetberbagi.blogspot.com"]

[/caption]Peristiwa lain terjadi pada tanggal 25 Desember 1914 silam, dalam Perang Dunia ke 2 tentara Inggris dan Jerman, yang ditugaskan bertempur di garis depan Ypres, Belgia, terlibat dalam sebuah pertandingan sepakbola. Dalam kondisi Perang Dunia yang sangat mencekam itu dan kebetulan untuk memperingati hari Natal kedua belah pihak mengadakan kesepakatan untuk gencatan senjata, mereka saling bersenda gurau, bernyanyi lagu-lagu natal dan saling bertukar kado sehingga melupakan ketegangan di kedua belah pihak. Untuk mengisi waktu kedua negara memainkan pertandingan sepabola, Jika sebelumnya mereka hendak saling bunuh, tapi sepakbola kini mempersatukan mereka meskipun bermain tanpa aturan resmi. Meskipun akirnya kedua negara itu melanjutkan perang kembali tetapi paling tidak, adanya motivasi persatuan di tengah ketegangan perang, peristiwa itu menggambarkan sepakbola bisa menjadi alat pemersatu terbaik 

[caption caption="Sepakbola dalam perang Dunia ke 2 diambil darinobartv.com"]

[/caption]Semangat persatuan itu menular juga pada Negara kesatuan kita Indonesia yaitu setelah adanya Sumpah Pemuda yang terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928, yang di prakarsai oleh seorang seorang insinyur sipil bernama Soeratin Sosrosoegondo dan merupakan lulusan dari  Sekolah Teknik Tinggi di Heckelenburg, Jerman pada tahun 1927. Semangat Soeratin untuk mempersatukan Indonesia melalui sepakbola adalah pilihan dia Untuk melaksanakan cita - citanya itu, Soeratin mengadakan pertemuan demi pertemuan dengan tokoh - tokoh sepakbola di Solo, Yogyakarta, Jakarta, Magelang dan Bandung. Usaha Soeratin itu mendapat dukungan dari beberapa teman nya yang merupakan pecinta sepakbola, meskipun untuk memperjuangkan memerlukan pengorbanan yang sangat besar, tetapi demi semangat persatuan bangsa Soeratin dan kawan-kawanya tetap melakukan perjuangan.


[caption caption="Soeratin Sosrosoegondo diambil www.bukabuku.com"]

[/caption]Pertemuan demi pertemuan di dilakukan dengan kontak pribadi menghindari sergapan Polisi Belanda (PID). Singkat cerita pada tanggal 19 April 1930, berkumpullah wakil - wakil dari persatuan sepakbola waktu itu ada VIJ (Voetbalbond Indonesische Jakarta yang diwakili Sjamsoedin - mahasiswa RHS), wakil Bandoengsche Indonesische Voetbal Bond (BIVB) diwakili oleh Gatot, Persatuan Sepakbola Mataram (PSM) Yogyakarta diwakili Daslam Hadiwasito, A.Hamid, M. Amir Notopratomo, Vortenlandsche Voetbal Bond (VVB) Solo diwakili oleh Soekarno (bukan presiden 1), Madioensche Voetbal Bond (MVB) diwakili Kartodarmoedjo, Indonesische Voetbal Bond Magelang (IVBM) diwakili E.A Mangindaan (saat itu masih menjadi siswa HKS/Sekolah Guru, juga Kapten Kes.IVBM), Soerabajashe Indonesische Voetbal Bond (SIVB) diwakili Pamoedji. Dari pertemuan tersebut maka, lahirlah PSSI (Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia) nama PSSI ini diubah dalam kongres PSSI di Solo 1950 menjadi Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia yang juga menetapkan Ir. Soeratin sebagai Ketua Umum PSSI. http://www.pssi.or.id/dev/page/detail/5/Sejarah-PSSI. Dari sepenggal cerita sejarah tentang PSSI ini menunjukan bahwa sepakbola juga menjadi pemersatu suatu bangsa, yaitu sebagai pemersatu bangsa Indonesia.

[caption caption="Tim PSSI tahun 1928 diambil dari pt.klear.com"]

[/caption]Kondisi berbeda terjadi beberapa waktu yang lalu di sebuah Universitas Swasta terbesar yang berada di Salatiga yang notabene adalah kampus dengan semboyan Indonesia Mini, karena katanya semua suku dan agama membaur menjadi satu di dalam kampus ini membina sebuah kerukunan dan persatuan. Kampus ini mengadakan kejuaraan antar mahasiswa, yang biasa dikenal dengan POM (Pekan Olahraga Mahasiswa). Ivent tahunan ini memperlombakan beberapa cabang olahraga diantaranya sepakbola, bolabasket, catur, tenis meja, bolavoli, dan futsal, ivent ini tentunya mempertemukaan antar fakultas –fakultas yang terdapat di kampus ini, dan ditambah beberapa Universitas di kota Salatiga. Ivent yang seharusnya penuh semangat dan dijiwai dari semangat olimpiade berubah menjadi kericuhan mengatas namakan primordial yaitu mementingkan kepentingan kelompok kecil tanpa mementingkan persatuan.

[caption caption="Situasi kericuhan diambil dari portalentera.wordpress.com"]

[/caption]Berawal dari partai final cabang sepakbola yang mempertemukan dua fakultas di dalam satu Universitas ini. Pertandingan yang disaksikan oleh sivitas akademika di lingkungan Universitas sore itu awalnya berlangsung lancar dengan diiringi yel.yel kedua belah pihak,  tetapi mendekati akhir pertandingan berubah menjadi aksi kericuhan yang melibatkan kedua kubu fakultas yang seharusnya kejadian seperti ini tidak terjadi di lingkungan akademika. Lingkungan kampus adalah lingkungan yang beradap dan tempat mahasiswa untuk belajar dalam semua segi ilmu, meminjam kata dari para pakar pendidikan bahwa sebuah lembaga pendidikan mengasah ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomorik, tetapi apa yang terjadi pada sore itu adalah lebih menonjolkan kebanggaan yang terlalu berlebihan pada kelompok kecil saja tanpa memperdulikan kepentingan bersama. Sivitas akademika yang selalu berkutut pada pendidikan dan di dalam pendidikan itu menanamkan kedewasaan untuk selalu berpikir sebelum melakukan sebuah keputusan ataupun tindakan, tetapi sore itu berubah menjadi hal yang tidak mencerminkan seorang sivitas akademika yang sesungguhnya.

[caption caption="Penonton masuk lapangan diambil dari portalentera.wordpress.com"]

[/caption]Mungkin peristiwa-peristiwa seperti itu masih sering terjadi di negara kita, peristiwa kerusuhan yang mengatasnamakan loyalitas kelompok kecil untuk menunjukkan eksistensi dari kelompoknya tanpa memperhatikan kepentingan bersama yang lebih luas. Mengadopsi dari seorang pemain Barcelona Andres Iniesta, ”I get the feeling people respect me and that there is affection for me. That makes me happy.”

*Untuk Para pelaku kerusuhan dalam olahraga mari belajar pada Sebuah filosofi sederhana dalam Olahraga bahwa OLAHRAGA adalah PEMERSATU bukan sebagai PEMECAH.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun