Mohon tunggu...
Andreas Manalu
Andreas Manalu Mohon Tunggu... WARTAWAN -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Barus Titik Nol Peradaban Islam Nusantara

30 Maret 2017   22:55 Diperbarui: 4 April 2017   17:12 2110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kETERANGAN FOTO : Presiden Jokowi menandatangani prasasti tugu monumen menekan tombol Titik Nol Kilometer Peradaban Islam Nusantara,

TAPANULI TENGAH - Kota Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Propinsi Sumatera Utara (Sumut) resmi ditetapkan sebagai Titik Nol Kilometer Peradaban Islam Nusantara melalui peletakan batu pertama pembangunan monumen tersebut oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), Jumat (24/3) kemarin di kota itu.

Penetapan Barus sebagai Titik Nol Kilometer Peradaban Islam Nusantara yang digagas oleh Jam'iyah Batak Muslim Indonesia (JBMI) ini oleh Presiden RI Jokowi langsung, merefleksikan pengakuan bangsa Indonesia bahwa Kota Barus atau yang dikenal Fansuri yang  sejak dari dulu ini menjadi bahan perdebatan, baik di dunia nyata seperti ditengah - tengah ahli sejarah dan arkeolog maupun di dunia maya, benar sebagai pintu gerbang masuknya Islam pertama kali di nusantara. Bukan di daerah atau di pulau lain di Indonesia.

Menurut Jokowi, penetapan Barus sebagai Titik Nol Kilometer Peradaban Islam Nusantara didasari oleh sejarah hubungan antara leluhur/nenek moyang bangsa Indonesia dengan saudagar atau pedagang - pedagang asal Timur Tengah (Timteng) yang sudah ada sejak abad VI atau 600 masehi atau sekitar 48H. Hubungan yang terjalin berupa hubungan dagang berupa hasil alam (komoditi alam) seperti kemenyan dan kapur Barus,asal dari Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), yang diketahui dipergunakan oleh bangsa Timur Tengah kala itu sebagai salah satu bahan pengawet jenajah atau yang disebut dengan mummi.

"Mummi - mummi (jenajah yang diawetkan) yang ada di Mesir, itu bisa diawetkan karena kapur Barus yang dibawa langsung dari Barus," ungkap Jokowi saat memberikan sambutan di acara peresmian monumen tugu nol kilometer peradaban Islam Indonesia di Kota Barus,  Tapteng, .

Ditengah hubungan dagang itu, diduga telah terjadi proses siar agama Islam oleh para saudagar atau pedagang - pedagang asal Timur Tengah dengan nenek moyang/leluhur bangsa Indonesia yang ada di Barus. Hal ini kata Jokowi bisa dibuktikan dari bukti sejarah keberadaan salah satu makam para ulama siar Islam asal Timur Tengah yang ada di Barus.

"Tadi pagi, saya sudah ditunjukkan makam Mahligai, yang disitu banyak dimakamkan Syekh (ulama besar) dari Timur Tengah. Itu menandakan bahwa peradaban, perdagangan dan siar agama itu sudah dimulai sejak beratus - ratus tahun lalu. Sehingga kita tahu semuanya bahwa Barus merupakan tempat pertama kalinya Islam mulai disebarluaskan di bumi nusantara," ujarnya.

Jokowi pun lantas mengingatkan semua bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Tapteng dan pihak - pihak lainnya yang hadir di acara peresmian monumen tugu kilometer nol peradaban Islam Nusantara tersebut akan arti pentingnya sejarah ini, namun tanpa melupakan keberagaman bangsa Indonesia yang terdiri dari bermacam - macam suku, agama dan ras. Menurutnya,  keberagaman bangsa Indonesia ini harus dijaga dan dirawat, jangan sampai terjadi gesekan dan pertikaian.

"Saya titip kepada kita semua, utamanya kepada para ulama, untuk disebarkan, diingatkan, difahamkan kepada kita semua, bahwa kita ini beragam. Keberagaman ini merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah kepada bangsa Indonesia. Kalau kita bisa merawat, menjaga dan mempersatukan, ini adalah sebuah kekuatan besar dan potensi besar. Tapi sebaliknya. Untuk itu, mari hindari gesekan, pertikaian, karena semuanya adalah anugerah dari Allah," tukasnya.

Jokowi lalu menceritakan bagaimana dirinya dulu ketika masuk Sumatera Utara (Sumut). Dirinya kata dia, cukup kaget dan kagum dengan keberagaman masyarakat, suku dan bahasa yang ada di Sumut. Sementara dirinya yang pada awalnya dulu itu hanya mengenal satu bahasa dan satu bahasa khas salam yakni "Horas". Sehingga ketika dirinya akunya menginjakkan kaki ke Nias, dirinya nyaris saja salah mengucapkan salam khas masyarakat Nias. Tapi beruntung katanya dirinya keburu diingatkan bahwa salam khas masyarakat Nias adalah Ya'ahowu.

"Hampir keliru. Masuk lagi ke Karo "Mjuah - juah dan bergeser sedikit Dairi 'Njuah - Njuah'. Coba. Kalau saya hanya tahunya Horas, nanti kemana - mana hanya Horas. Bisa ditertawai saya. Dan ini masih di Sumut, sementara kita memiliki 33 propinsi, 516 Kabupaten/Kota. Beda - beda semuanya," imbuh Jokowi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun