Mohon tunggu...
Andre Jayaprana
Andre Jayaprana Mohon Tunggu... Administrasi - write and share

seek first to understand

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Sejenak Menerawang Singkawang

20 September 2016   22:06 Diperbarui: 20 September 2016   22:16 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kawasan Jalan Niaga Singkawang dan Tugu Naga (Dokumen Pribadi)

Hampir satu setengah jam saya menanti taxi yang dapat mengantar saya ke Singkawang dari Bandara Supadio Pontianak pagi itu (10/09/2016). Sesuatu yang di luar perkiraan saya, ternyata sangat ramai penumpang dari Jakarta menuju Pontianak. Beberapa penumpang yang baru tiba juga tampak langsung berupaya menuju ke Singkawang. Yang juga di luar dugaan saya sebelumnya, ternyata, sangat sulit mencari taxi yang dapat mengantar ke Singkawang pagi itu.

 Tiga perusahaan taxi yang melayani pengantaran penumpang ke luar kota saya hubungi, dua di antaranya sudah tidak lagi dapat melayani permintaan tujuan Singkawang. Dan perusahaan taxi ketiga yang saya hubungi membuat saya harus menanti sekitar satu setengah jam di area kedatangan bandara yang lagi sibuk berbenah itu. Begitulah yang terjadi mengawali kunjungan singkat saya ke Singkawang, tentu saja tanpa perlu Bebas Visa Kunjungan.

Taxi yang saya maksud itu memang umum melayani penumpang ke luar kota Pontianak dan sebaliknya. Misalnya saja untuk tujuan ke Singkawang dan sebaliknya. Tarif umum yang dikenakan kepada penumpang adalah Rp 150.000,- sekali jalan per penumpang dari Bandara Supadio langsung ke Singkawang dan tarif sekitar Rp 110.000,- sekali jalan dari kota Pontianak ke Singkawang dan sebaliknya.

Perjalanan dari Bandara Supadio ke Singkawang menempuh waktu sekitar tiga jam. Pengemudi taxi seperti biasanya berhenti beberapa menit di daerah Sungai Duri untuk beristirahat/makan siang sebelum melanjutkan sisa perjalanan ke Singkawang. Kondisi jalan raya menuju Singkawang relatif baik. Hanya ada satu perbaikan jembatan di sekitar km 40 kalau tidak salah. Namun beruntung tidak ada hambatan lalu lintas sama sekali di sekitar lokasi perbaikan jembatan saat itu. Satu per satu kota kecil di pesisir barat Kalimantan dilalui hingga akhirnya tiba di Singkawang.

Memutar waktu, mulai dari menapak, berlanjut langkah demi langkah, menerawang pusat kota Singkawang memberikan energi spiritual tersendiri. Dinamika hidup dalam nuansa waktu yang terasa sekejap. Air segar bagi jiwa pengelana yang lelah.

Inilah pusat dari kota yang menyandang pengakuan menyejukkan sebagai salah satu kota paling toleran di Indonesia versi Setara Institute pada tahun 2015. 

Klenteng Tri Dharma Bumi Raya dan tampak di latar belakangnya Masjid Raya Singkawang yang megah, sungguh saling melengkapi di kota paling toleran (Dokumen Pribadi)
Klenteng Tri Dharma Bumi Raya dan tampak di latar belakangnya Masjid Raya Singkawang yang megah, sungguh saling melengkapi di kota paling toleran (Dokumen Pribadi)
San Keuw Jong, begitulah nama kota itu menurut para pendatang dari daratan Tiongkok yang dikenal sebagai orang-orang Hakka. Posisi geografis Singkawang yang saya sebut lengkap dengan sungai, bukit-bukit dan langsung berhadapan dengan Laut Natuna yang luas adalah afirmasi bahwa kota kecil ini sangat mirip dengan Hong Kong. Tidak heran jika julukan Hong Kong van Borneo melekat pada kota ini.

Jangan tanyakan kepada saya mengapa kota Singkawang sangat dikenal oleh masyarakat Taiwan, walaupun saya tahu alasannya. Kalau Xiamen, kota di provinsi Fujian, Tiongkok yang baru saja dihajar Topan Meranti, secara historis memang namanya dulu adalah Amoy. Xiamen dan Taiwan, lokasi geografisnya tidaklah jauh (hanya dipisahkan oleh Selat Taiwan/Formosa).

Singkawang adalah Amoy yang lain. Amoy City, mengutip wikitravel, yang ini artinya lebih mengacu pada pretty Chinese Girl. Nah, begitulah Taiwan dan Singkawang walau terpisah jauh oleh Laut Tiongkok Selatan dan Natuna, tetaplah si Amoy City di Kalimantan Barat itu dekat di hati.

Menjelajah pusat kota Singkawang itu mudah dan sederhana saja. Membuka hati menerawang Singkawang bagi saya adalah sekaligus menyerap energi spiritual kota tua itu. Mengagumi keindahan Masjid Raya sungguh menambah kesejukan di kota seribu klenteng itu.

Masjid Raya di kota seribu klenteng,(Dokumen Pribadi)
Masjid Raya di kota seribu klenteng,(Dokumen Pribadi)
Melanjutkan perjalanan, langkah demi langkah membawa diri ke kawasan tradisional yang terkenal di tepi Sungai Singkawang. Itulah kawasan tradisional tempat berdirinya rumah marga Tjhia (Xie), rumah besar sekaligus heritage yang masih lestari hingga saat ini. Beberapa anak yang saya duga adalah dari keluarga besar ini tampak bermain dengan gembira di salah satu bagian rumah yang terbuka untuk dikunjungi oleh pencinta heritage. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun