Pembubaran HTI memberi efek yang dahsyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Polarisasi massa mengikuti tersier yang membentuk aliran-aliran suara, pro dan kontra. Pihak yang kontra menyebutkan bahwa pembubaran HTI menyalahi undang-undang yang berlaku di Indonesia lantaran tidak menggunakan mekanisme-mekanisme yang seharusnya dijalankan, seperti dialog dan mediasi yang lazimnya diawalkan. Namun jika meneropong jauh ke belakang, akan kita dapati hal serupa ketika PKI dipubarkan.
Pemberontakan yang dilakukan oleh PKI di berbagai tempat di Indonesia menjadi salah satu dasar pembubarannya. Bukan hanya pengrusakan terhadap Bukan hanya penghancuran terhadap infrastuktut dan bangunan mati. Data yang diperoleh dari pra saksi dan fakta-fakta yang digali menunjukkan bahwa pemberontakan PKI juga dilakukan dengan membunuh rakyat dan pihak-pihak yang berseberangan faham dengannya.
Baca: Menolak Lupa
Yang menarik untuk dikaji dari pembubaran HTI adalah mengenai kelanjutan nasib eks anggota HTI. Alasan pembubaran HTI berbeda dengan alasan pembubaran Ahmadiyah, Gafatar, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan konflik intern agama. Alasan Pembubaran HTI sama dengan pembubaran PKI yang tidak menerima pancasila sebagai asas negara. HTI menginginkan Syariah Islamiyyah yang berarti menginginkan Alqura’an dan sunnah sebagai asas negara. Padahal secara substansiil, undang-undang di indonesia berkembang naik dan semakin mengakomodir nilai-nilai Islam.
Pembubaran HTI merupakan upaya represif dari pemerintah untuk mencegah terjadinya pemberontakan (makar) yang lebih besar. Dalam beberapa ceramah dan orasi oleh tokoh HTI menyebutkan bahwa hukum Indonesia sekarang ini adalah “thoghut” dan penduduk Indonesia yang percaya (baca: taat) pada hukum Indonesia adalah kafir. Pernyataan yang lain menyebutkan pula bahwa memperjuangkan khilafah lebih penting daripada mengurus jenazah. Namun yang jangan lupa untuk diperhatikan pula bahwa dalam akta AD/ART HTI menyebutkan bahwa HTI adalah organisasi dakwah berasas Islam dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berasas pancasila UUD 1945. Jika di lain hari ternyata ada gelora dari anggotanya untuk menegakkan khilafah Islamiyyah di Indonesia, maka di sini jelas ada ketidak sesuaian antara point dalam izin pendirian HTI dengan tingkah para anggotanya.
Sebagaimana diketahui bahwa eks PKI dan keturunannya pernah mengalami nasib buruk berupa deskriminasi di Indonesia. Eks anggota PKI dan keturunannya tidak bisa menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), POLRI, dan juga TNI. Selain itu mereka juga mendapatkan diskriminasi dari masyarakat berupa caci-maki dan pengucilan dalam masyarakat. Akankah eks anggota HTI akan mendapatkan hal yang serupa? Yang perlu dipertimbangkan adalah sikap anggota HTI yang selama ini tidak mempunyai track record buruk seperti pengrusakan atau bahkan pembunuhan. Nyatanya, Khilafah masih sekedar wacana yang digaungkan oleh para anggotanya.