Mohon tunggu...
Aliya Zahra
Aliya Zahra Mohon Tunggu... -

Seorang pembelajar di universitas kehidupan ^_^

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rahma El-Yunusiyah, Kartini Pendidikan Islam

2 Mei 2013   15:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:14 1173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Rahmah El-Yunusiyah namanya mungkin masih terkesan asing bagi masyarakat Indonesia. Begitu juga kiprahnya dalam memperjuangkan pendidikan bagi kaum perempuan Indonesia mungkin tidak segaung perjuangan Raden Ajeng (RA) Kartini. Namun, kontribusinya dalam memperjuangkan pendidikan bagi kaum perempuan terutama bagi muslimah di Tanah Air tidak bisa dipandang sebelah mata.

Dilahirkan di Padang Panjang, Sumatra Barat, pada 29 Desember 1900 dan wafat pada 26 Februari 1969. Rahmah berasal dari keluarga terpandang dan religius. Ia merupakan anak bungsu dari empat bersaudara pasangan Syekh Muhammad Yunus dan Rafi'ah.

Ayahnya Syekh  Muhammad  Yunus adalah seorang ulama besar di zamannya. Syekh Muhammad Yunus  (1846-1906 M)  menjabat  sebagai  seorang Qadli di negeri Pandai Sikat dan pimpinan Tarekat Naqsabandiyah al-Khalidiyah.   Selain  itu Syekh Muhammad Yunus juga ahli ilmu falak dan hisab. Ia pernah menuntut ilmu di tanah suci Mekkah selama 4 tahun. Kakeknya ialah Syeikh Imaduddin, tokoh tarekat Naqsabandiyyah di Minangkabau. Ulama yang masih  ada darah  keturunan dengan pembaharu  Islam yang juga seorang tokoh Paderi, Tuanku Nan Pulang di Rao.

Adapun  ibunda  Rahmah  el-Yunusiyah yang  biasa disebut Ummi Rafi’ah,  nenek  moyangnya  berasal  dari negeri Langkat, Bukittinggi Kabupaten Agam dan pindah ke bukit Surungan Padang Panjang pada abad XVIII M yang lalu. Ummi Rafi’ah masih berdarah keturunan ulama, empat tingkat diatasnya masih ada hubungan dengan mamak Haji Miskin, sang pembaharu gerakan Paderi. Ummi  Rafi’ah  yang  bersuku  Sikumbang  adalah anak  keempat  dari  lima  bersaudara. Ia menikah dengan Syekh Muhammad Yunus  saat  berusia  16 tahun, sedangkan  Syekh  Muhammad  Yunus berusia 42 tahun.

Rahmah el-Yunusiyah tidak mendapatkan pendidikan formal yang memadai. Ia hanya sempat menempuh sekolah dasar selama 3 tahun. kemampuan Rahmah dalam baca-tulis Arab dan Latin diperoleh rahmah dari kedua kakaknya, Zaenuddin Labay dan Muhammad Rasyid. Namun, perannya sebagai tokoh pembaharu pendidikan Islam bagi perempuan di Minangkabau terbukti mampu meningkatkan kualitas dan memperbaiki kedudukan perempuan islam di masanya, didasarkan pada kemampuannya menciptakan pendidikan modern menurut modelnya sendiri, yang disesuaikan dengan kebutuhan kaum perempuan saat itu. Kecerdasan Rahmah mendorong ia bersikap kritis, tidak lekas puas, dan selalu mencari hal-hal yang baru dalam hidupnya.

Rahmah bercita-cita membangun sekolah khusus kaum perempuan. Hal ini dilatar belakangi dari kesadaran akan adanya ketimpangan sosial dan ketidakadilan yang dialami kaumnya di masa itu. Dia melihat kaumnya jauh tertinggal dari laki-laki, mereka berada dalam kebodohan, ketertinggalan dan kepasrahan pada keadaan. Sehingga, generalisasi masyarakat pada umumnya menganggap bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah dan terbatas. Sedangkan Rahma memiliki pandangan yang berbeda, baginya perempuan memiliki peran penting dalam kehidupan. Perempuan adalah pendidik anak yang akan mengendalikan jalur kehidupan mereka selanjutnya.

Dalam sebuah catatan hariannya, Rahmah pernah menuliskan:

“Ya Allah Ya Rabbi,  bila ada dalam ilmu-Mu apa yang menjadi cita–citaku ini  untuk mencerdaskan anak bangsaku  terutama anak-anak perempuan yang masih jauh  tercecer dalam bidang pendidikan dan pengetahuan, ada baiknya Engkau ridhai, maka mudahkanlah Ya Allah jalan menuju cita–citaku itu. Ya Allah, berikanlah  yang terbaik untuk hamba-Mu yang lemah ini. Amin.”

Visi Rahmah tentang peran perempuan adalah peran dengan beberapa segi: sebagai pendidik,  pekerja sosial demi kesejahteraan masyarakat, teladan moral, muslimah yang baik dan juru bicara untuk mendakwahkan pesan-pesan Islam. Rahmah ingin agar wanita indonesia memiliki kesempatan penuh untuk menuntut ilmu yang sesuai dengan kodrat wanita hingga bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataan inilah yang terus mendorong semangatnya untuk terus belajar sehingga dapat mendidik kaumnya menurut dasar agama dan mendirikan Diniyah School khusus putri.

Dalam dunia pendidikan islam, Rahmah el-Yunusiyah merupakan pelopor bagi pendidikan muslimah di Indonesia maupun Dunia. Pada usianya yang relatif muda, 23 tahun, Rahmah el-Yunusiyah telah mendirikan lembaga pendidikan khusus bagi kaum perempuan, yaitu Diniyah School Putri (1923 M.) guna memberikan pendidikan bagi kaum perempuan Minang pada masa itu. Ia ingin memperlihatkan kepada kaum laki-laki bahwa wanita yang selama ini dipandang lemah dan rendah derajatnya dapat berbuat sebagaimana laki-laki, bahkan bisa melebihinya. Tampaknya pikiran Rahmah el-Yunusiyah setengah abad yang lalu sejalan dengan pendapat kaum wanita dewasa ini yaitu: “membangun masyarakat tanpa  mengikutsertakan kaum wanita adalah sebagai seekor burung yang ingin terbang  dengan satu sayap saja. Mendidik seorang wanita berarti mendidik seluruh manusia.

Diniyah Putri adalah  akademi agama  pertama bagi putri  yang  didirikan  di  Indonesia.  Sang  pendirinya Rahmah el-Yunusiyah, memperluas misi kaum modernis untuk menyediakan sarana pendidikan islam modern yang mengintegrasikan pengajaran ilmu–ilmu agama dan ilmu–ilmu umum secara  klasikal, lengkap dengan program pelatihan dalam hal keterampilan yang berguna bagi kaum perempuan sehingga mampu  menyiapkan  mereka  menjadi  warga  yang  produktif dan muslimah  yang baik. Ia  menciptakan  wacana  baru  di Minangkabau,  dan  meletakkan  tradisi baru dalam pendidikan bagi kaum perempuan di kepulauan  Indonesia.

Dalam dunia pendidikan, kontribusi Rahmah tidak hanya dengan mendirikan Diniyyah Puteri School saja, tetapi ia juga mendirikan beberapa sekolah lainnya, diantaranya;


  1. Menyesal  School, yaitu sekolah pemberantasan  buta huruf di kalangan ibu-ibu rumah tangga. Sekolah  ini  didirikan  pada  tahun  1925 dan  berlangsung  selama  tujuh tahun  yaitu  sampai  tahun  1932. Kemudian sekolah ini tidak dilanjutkan.
  2. Yunior Institut Putri, sebuah sekolah umum  setingkat dengan Sekolah Rakyat pada masa penjajahan Belanda atau Vervolgschool, didirikan pada tahun 1938.
  3. Islamitisch Hollandse School (IHS) setingkat dengan HIS (Hollandsch Inlandse School), yaitu sekolah dasar dengan bahasa pengantar bahasa Belanda.
  4. Sekolah DAMAI (Sekolah Dasar Masyarakat Indonesia).
  5. Kulliyatul Mu’allimin El-Islamiyah (KMI), yaitu sekolah Guru Agama Putra yang didirikan  pada tahun  1940. KMI  Putra  ini didirikan  untuk  memenuhi  kebutuhan masyarakat akan guru–guru agama putra yang banyak didirikan oleh masyarakat di Sumatera Barat. Keempat sekolah ini berhenti beraktivitas semenjak zaman penjajahan Jepang.
  6. Pada tahun 1947 ia kembali mendirikan empat buah lembaga pendidikan agama   putri dalam bentuk lain, yaitu Diniyah Rendah Putri (SDR), sekolah setingkat Sekolah Dasar dengan lama pendidikannya tujuh tahun,
  7. Sekolah Diniyah Menengah Pertama Putri Bagian A Tiga Tahun (DMP Bagian A), Sekolah Diniyah Menengah Pertama Bagian B Lima Tahun (DMP Bagian B), dan  Sekolah Diniyah Menengah Pertama Bagian C Dua Tahun  (DMP Bagian C). Tiga  buah  sekolah  yang  disebut  terakhir setingkat  dengan  Sekolah  Menengah  Pertama  ( SMP ) dengan bidang studi  agama  dan  bahasa  Arab  menjadi  mata pelajaran  pokok.
  8. Akademi  Diniyah  Putri yang lama pendidikannya tiga tahun pada tahun 1964. Tanggal 22 November 1967 Akademi  ini dijadikan Fakultas Dirasat Islamiyah dan merupakan fakultas dari  Perguruan  Tinggi Diniyah Putri. Fakultas ini “diakui” sama dengan Fakultas Ushuluddin Institut  Agama Islam Negeri (IAIN) untuk tingkat Sarjana Muda.

Di samping sebagai pendidik, Rahmah juga seorang pejuang. Dalam Ensiklopedia Islam terbitan PT Ichtiar Baru Van Hoeve (IBVH) disebutkan bahwa Rahmah merupakan orang pertama yang mengibarkan bendera merah putih di sekolahnya setelah mendengar berita proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Pada 1933, dia pernah mengetuai Rapat umum Kaum Ibu di Padang Panjang. Dalam meningkatkan martabat perempuan, dia melibatkan diri sebagai anggota pengurus “Serikat Kaum Ibu Sumatra” (SKIS) yang berjuang melalui penerbitan majalah bulanan perempuan. Rahmah pun pernah mengetuai Kutub Khannah (taman bacaan) masyarakat Padang Panjang pada 1935. Pada tahun itu juga ia bersama Ratna Sari mewakili kaum ibu Sumatera Tengah ke kongres perempuan di Jakarta. Di kongres ini ia memperjuangkan ide tentang busana perempuan Indonesia hendaknya memakai selendang (kerudung). Pelopor jilbab lilit pertama di Indonesia yang sesuai dengan kaidah syar’i dalam islam. Ide ini menggambarkan pandangan hidupnya yang religious, usahanya memasukan nilai-nilai islam yang kaffah ke dalam kebudayaan Indonesia.

Masih dalam persoalan meningkatkan martabat perempuan, pada masa Jepang Rahmah memasuki organisasi “Anggota Daerah Ibu” (ADI) yang didirikan oleh kaum ibu Sumatera Tengah. Bersama kaum ibu ia menentang Jepang yang menggunakan perempuan Indonesia sebagai noni-noni penghibur tentara Jepang di rumah-rumah kuning, khususnya Sumatera Tengah. Dan menuntut Jepang agar menutup rumah maksiat itu karena tidak sesuai dengan agama dan budaya masyarakat setempat.

Selain itu, Rahmah juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial-politik dalam upaya perjuangan kemerdekaan Indonesia. Rahmah adalah orang yang memandang perlunya kerja sama dengan Jepang untuk memperjuangkan kemerdekaan. Karena itu, pada masa penjajahan Jepang dia memasuki lembaga militer, politik, maupun social yang didirikan pemerintah colonial Jepang, yang digunakan sebagai wadah memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia, antara lain:


  • Gyu Gun Ko En Kai (lascar rakyat)
  • Menjadi ketua Haha no Kai (organisasi perempuan) di Padang Panjang, untuk membantu pemuda-pemuda indonesia yang terhimpun dalam Gyu Gun (lascar rakyat) agar mereka kelak dapat dimanfaatkan dalam perang revolusi perjuangan bangsa.
  • Semasa perang asia-pasifik, gedung sekolah Diniyah Putri dua kali dijadikan rumah sakit darurat untuk menampung korban kecelakaan kereta api. Atas peristiwa ini Diniyah School Putri mendapat Piagam Penghargaan dari Pemerintah Jepang.

Setelah era kemerdekaan, Rahmah terus menggabungkan diri dalam organisasi social dan politik untuk membangun negerinya. Kiprah Rahmah dalam upaya ini antara lain:


  • Mempelopori pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
  • Mengayomi barisan-barisan pejuang yang dibentuk organisasi Islam waktu itu, seperti Laskar Sabilillah dan Laskar Hizbulwatan.
  • Ditunjuk sebagai anggota Sub-panitia Keamanan bagian Tawanan Politik dan Tawanan Perang, dengan SK ketua Delegasi RI dalam Local Joint Committee Sumatera Tengah di Bukittinggi.
  • Memimpin dapur umum untuk TNI dan Barisan Pejuang.
  • Ia diundang untuk menghadiri “Kongres Pendidikan Antar Indonesia” di Yogyakarta sebagai wakil Sumatera.
  • Sekitar tahun 1952-1954 dia menjadi anggota Dewan Partai Masyumi di Jakarta, kemudian menjadi penasihat Masyumi Muslimat di Sumatera Tengah hingga 1955.
  • Terpilih menjadi anggota DPR RI dari Partai Masyumi untuk Daerah pemilihan Sumatera Tengah hingga tahun 1958.

Rahma adalah seorang arsitek pendidikan progresif di Indonesia, telah merombak konstruksi pemikiran perempuan dan laki-laki yang bias gender dalam pembangunan bangsa. Mengarahkan pendidikan perempuan islam yang produktif dan kondusif sehingga mampu menjadi cikal bakal kebangkitan perempuan Indonesia.

Setelah menunaikan tugas hidup dan perjuangannya akhirnya Rahmah berpulang ke Rahmatullah pada hari Rabu 26 Februari 1969 atau 9 Dzulhijah 1388 ba'da maghrib di rumahnya. Atas jasa besar Rahmah dalam mendidik kaum perempuan dan perjuangannya memimpin masyarakat dalam upaya kemerdekaan Indonesia, orang-orang terkemuka pada zamannya telah memberi Rahmah gelar “Kartini dari Perguruan Islam”. Beliau telah membuktikan Islam mampu dijadikan basis gerakan untuk perbaikan situasi dan kondisi perempuan bahkan negara, sebagaimana yang ia cita-citakan. Ayo para muslimah saatnya kita berperan, mengisi kekosongan tokoh-tokoh teladan di negeri ini.

Salam CINTA |KERJA |HARMONI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun