Gelar Diyang Dalam Masyarakat Banjar
Oleh : Andin Alfigenk Ansyarullah Naim
'''Diyang''' atau '''Diang''' merupakan nama gelar atau panggilan sayang untuk anak perempuan dalam masyarakat [[Banjar]] daerah [[Alai]] atau yang saat ini lebih dikenal sebagai daerah [[Barabai]] di Kabupaten [[Hulu Sungai Tengah]]. Sebenarnya gelar ini tidak hanya ada di daerah Kabupaten Hulu Sungai Tengah (Barabai) saja, tapi bisa didapati diseluruh wilayah traditional banjar lainnya di Hulu Sungai, Namun Umumnya lebih banyak di gunakan di di Alai atau Barabai saja.
Â
Penggunaan gelar Diyang sering kali hanya ditemukan pada keluarga terkemuka, seperti keluarga orang kaya, Tuan Haji, atau Tuan Guru (Ulama) dan kadang didapati pada anak perempuan dari keluarga Bangsawan [[Andin]] Barabai.
Â
Meski tidak diakui secara resmi dalam tataran hirarkis [[Gelar kebangsawanan Banjar]], namun gelar diyang biasanya diturunkan sebagai tradisi melekat pada keluarga-keluarga tersebut sebagai sebuah identitas dalam lingkup strata sosial kelas atas. gelar Diyang sendiri setara dengan Gelar Galuh/Aluh dari [[Anak cucu orang sepuluh]] di [[Amuntai]] atau Galuh/Aluh dari keturunan seorang perempuan Gusti/Antung yang menikah dengan lelaki yang bukan dari kalangan bangsawan diperkampungan para Gusti di desa Binjai Pirua dikecamatan [[Labuan Amas Utara, Hulu Sungai Tengah]].
Â
Gelar diyang mulai banyak ditinggalkan setelah perang Dunia kedua karena rasa malu akibat kemiskinan yang melanda banyak keluarga semasa perang dan konflik berkepanjangan selama puluhan tahun dimasa awal kemerdekaan, seterusnya gelar ini mulai dikenal dibanyak daerah diseluruh wilayah masyarakat banjar perantauan akibat dari migrasi orang alai atau orang barabai selama puluhan tahun baik dipulau kalimantan maupun sumatera dan malaysia.
Â