Mohon tunggu...
Naufal Alfarras
Naufal Alfarras Mohon Tunggu... Freelancer - leiden is lijden

Blogger. Jurnalis. Penulis. Pesilat. Upaya dalam menghadapi dinamika global di era digitalisasi serta membawa perubahan melalui tulisan. Jika kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah. "Dinamika Global dalam Menghadapi Era Digitalisasi" Ig: @naufallfarras

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kloning, Johnson-Trump Serupa tapi Tak Sama

28 Juli 2019   10:27 Diperbarui: 28 Juli 2019   10:29 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Donald Trump dan Boris Johnson (Sumber: nypost.com)

Boris Johnson berhasil terpilih sebagai Perdana Menteri Inggris pada 23 Juli lalu. Johnson memperoleh sebanyak 92.153 suara, sementara rivalnya Jeremy Hunt memperoleh 46.656 suara.

Alexander Boris de Pfeffel Johnson lahir pada 19 Juni 1964 di New York, Amerika Serikat. Johnson merupakan alumnus University of Oxford. Memulai karir sebagai seorang konsultan manajemen, kemudian mencoba peruntungan di dunia jurnalistik.

Karir politik diawali pada 1997 dimana Johnson mampu menjadi kandidat dari Partai Konservatif wilayah Clwyd Selatan, namun gagal. Pada 2001, dirinya berhasil menjadi anggota parlemen wilayah Henley-on-Thames hingga 2008.

Karirnya pun semakin meroket saat terpilih sebagai Walikota London periode 2008 sampai 2016. Dan pada 2016 hingga 2018, Johnson diangkat sebagai Menteri Luar Negeri Inggris dibawah pimpinan Theresa May.

Beberapa insiden konroversial kerap dialami oleh Johnson. Pada 1987, Johnson sempat menjadi wartawan pemula The Times. Dirinya pun dipecat lantaran memalsukan kutipan dalam sebuah artikel.

Johnson pernah dipecat sebagai Menteri Kesenian bayangan pada 2004 dengan alasan moralitas karena berbohong saat dirinya mengalami masalah rumah tangga dimana Johnson diketahui sudah berselingkuh dengan wanita lain.

Saat menjabat sebagai Walikota London, Johnson gagal menyelesaikan proyek pembangunan jembatan taman yang berlokasi di atas Sungai Thames senilai 930 miliar rupiah. Kegagalan ini disebut yang terparah saat ia menjabat walikota.

Sewaktu menjabat sebagai menteri luar negeri, dirinya pun tidak lepas dari kontroversi. Akibat salah ucap yang dilontarkan, seorang warga keturunan Inggris-Iran harus dibui dengan tuduhan spionase oleh otoritas Teheran.

Meski sudah meminta maaf kepada parlemen atas insiden tersebut, dirinya menyatakan menolak mundur sebagai menteri atas kesalahannya yang telah membahayakan warga Inggris di luar negeri.

Boris Johnson yang resmi menjabat sebagai perdana menteri memiliki beberapa hal yang serupa dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Mulai dari warna rambut, gaya kepemimpinan, dan berbagai kontroversi yang melekat dengan dirinya.

Kebijakan yang diputuskan oleh keduanya kerap tidak dapat diprediksi dan sering berubah-ubah yang menyebabkan kondisi global menjadi tidak stabil. Selain itu, keduanya sering menuliskan atau mengatakan hal-hal yang bersifat merendahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun