Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Segar Pilihan

Saya Pengin Mengulang Sukses, Menurunkan Berat Badan seperti Ramadan Tahun Lalu!

6 Mei 2019   22:02 Diperbarui: 6 Mei 2019   22:37 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Istiqomah atau konsisten, mungkin termasuk salah satu kata yang mudah diucapkan tetapi susah sekali direalisasikan. Kita manusia, dianugerahi sisi baik (ruh) dan sisi buruk (nafsu), sehingga kita juga punya dua kecenderungan  yaitu melakukan hal baik dan hal buruk.

Contohnya, kita (umat muslim) pasti sudah sangat paham dan tahu, bahwa mengerjakan sholat fardu di awal waktu secara berjamaah itu lebih utama dan dijanjikan pahala hingga duapuluh tujuh kali lipat -- kurang enak apa, coba. Tapi nyatanya, perhatikan shaf-shaf di masjid lebih banyak yang longgar, hamparan karpet dan sajadah hanya diisi beberapa jamaah saja, tak sampai genap jari ini habis untuk menghitungnya (lebih-lebih pada saat sholat subuh).

Misalnya lagi, kita semua sudah paham dan mengerti, bergunjing atau berghibah itu tidak baik, agama mengajari kita menutup aib saudara sesama muslim. Tapi buktinya, di media sosial atau di televisi, bertebaran konten berisi ujaran kebencian atau mengumbar aib saudara sesama muslim, kemudian dua pihak saling berbalas umpatan dan kalimat kotor ---naudubillahiminzalik-

Ya Alloh, ampuni hamba-MU, betapa seringnya kami menganiaya diri sendiri, kerap kali menuruti hawa nafsu daripada memenangkan ruh. Istiqomah atau konsisten tidak hanya susah diwujudkan di lahan peribadatan, tapi juga di praktek dalam perilaku di kehidupan keseharian. 

ilustrasi-dokpri
ilustrasi-dokpri
--------

Perlu ditegaskan, bahwa tujuan kita berpuasa, semata-mata untuk beribadah dan mengharapkan ridho dari Alloh SWT. Apabila kemudian berat badan orang berpuasa menjadi ideal, anggap saja bonus tambahan atau akibat baik yang tidak bisa dihindarkan.

Jauh sebelum bulan puasa tiba, saya sudah menerapkan pola makan dan gaya hidup sehat -- karena dulu saya pernah sakit. Yang namanya istiqomah atau konsisten susahnya minta ampun, berat badan ini naik turun seperti yoyo, setiap naik ke atas timbangan, ujung jarum itu mendekati angka 80 kg bahkan lebih.

"Kita foto dulu mas, biar lebaran tahun depan kalau foto lagi, ketahuan before and after" ajak adik sepupu, ketika saya mudik hari raya.

Hasil berpuasa Ramadan setahun lalu, di hari lebaran saya berhasil memangkas bobot tubuh sampai angka 75 (tinggi saya 177 cm). Dengan perhitungan sederhana berat ideal, yaitu tinggi dikurangi berat, hasilnya pada rentang 100 -- 100 (untuk tinggi 177, bobot ideal 67 -- 77 kg) maka berat saya masuk kategori ideal.

wefie bareng adik sepupu- dokpri
wefie bareng adik sepupu- dokpri
Ungkapan "Mempertahankan itu lebih sulit daripada meraih" saya rasakan kebenarannya, selepas lebaran saya terlena dan memaklumi kondisi sedang dihadapi. Misalnya, ketika mengajak keluarga bersantap siang di rumah makan, dari awal saya hanya memilih menu yang aman yaitu pesan karedok -- isinya sayuran segar.

Tapi pada prakteknya, saya terpaksa makan nasi dan ayam goreng tepung, karena menghabiskan sisa makanan anak yang belum tandas tetapi mengaku sudah kenyang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun