Setiap orang tua, pasti menginginkan memiliki anak cerdas --disamping sehat dan soleh--. Â Kalau punya anak dengan otak encer, si orang tua pasti bangga, baik secara terang-terangan atau ada yang malu-malu.
Demi kebanggan tersebut, tak mengherankan, setiap tahun ajaran baru tiba, sekolah unggulan ramai diserbu pendaftar. Tempat kursus matematika, bahasa english dan atau tempat bimbel tak pernah sepi peminat.
Sebagian (besar) orang tua berpendapat, kecerdasan (hanya) bisa diukur dari nilai akademik. Seorang ibu dan atau ayah tentu sangat girang, ketika mendapati (banyak) nilai sembilan di raport anaknya --saya juga kok hehe--.
Pernah saya temui sendiri --kemudian saya tegur dengan baik-baik--, seorang ibu mengupload di sosmed, foto deretan nilai nyaris sempurna di raport anaknya.
Sembari menuangkan caption, berhamburan kalimat (seolah-olah) merendah. Namun diakhir caption, menyemangati si anak mempertahankan pencapaiannya.
Sudahlah, itu urusan masing-masing orang. Saya juga tidak tahu persis, apa yang tersirat dan tersurat di benak si ibu.
-0o0-
Dalam sebuah event pemeran pendidikan, saya pernah menyimak penjelasan dari Kak Seto Mulyadi, beliau seorang praktisi dan pemerhati anak.
Kak Seto mengungkapkan, bahwa setiap anak pada dasarnya cerdas. Setiap anak dengan keunikkannya, memiliki kecerdasan sendiri-sendiri.
Mendengar penjelasan ini, saya seperti diajak berpikir dan menyimpulkan sendiri. Sang Narasumber, memberi contoh lima nama Rudi yang dikenal dengan baik.