Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

We Are The Great Motivator!

21 Oktober 2015   04:18 Diperbarui: 21 Oktober 2015   04:30 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hampir setiap orang dari kita pernah merasakan kondisi down dengan beragam penyebab yang menjadikan hal itu terjadi. Kita pernah down karena mendapatkan marah dari atasan, kita pernah down karena bisnis yang kita jalankan mengalami kerugian, kita pernah down karena tidak kunjung lulus kuliah, kita pernah down akibat berpisah dengan pasangan, kita pernah down karena dikecewakan oleh sahabat kita, dan lain sebagainya. Kita pernah mengalami kondisi seperti ini dimana ada rasa frustasi, kehilangan kepercayaan diri, hilang gairah dan semangat, dan juga kehilangan antusiasme dalam menjalani aktivitas serta kehidupan kita. Sepertinya tidak ada harapan lagi dan tidak ada sesuatu lagi untuk diperjuangkan. Seolah kita sedang berada pada titik keterpurukan dalam hidup kita.

[caption caption="Ilustrasi gambar*"][/caption]

Ketika berada pada situasi ini mungkin banyak orang yang berada di sekitar kita yang memberikan support-nya kepada kita, mengupayakan agar kepercayaan diri kita bangkit kembali. Ketika kita tengah terpuruk dalam bisnis dan ingin bangkit lagi dari keterpurukan tersebut dengan kembali meraih kesuksesan yang bahkan lebih baik dari sebelumnya mungkin kita akan datang kedalam suatu komunitas baik itu mendatangi pengajian atau kegiatan ceramah keagamaan, mengikuti training motivasi, atau mendengarkan kaset-kaset serta menontot video penggugah semangat. Harapannya adalah agar semangat kita kembali lagi dan bangkit dari keterpurukan. Peranan lingkungan sekitar kita seperti keluarga dan kerabat dekat juga cukup besar dalam hal membangkitkan kembali semangat yang sebelumnya tengah terpuruk.

Namun semua itu tidak akan pernah berguna samasekali apabila dari dalam diri kita tidak memiliki respon yang baik untuk bangkit kembali dari keterpurukan. Sebagus apapun training motivasi yang diikuti, seberapa baik penceramah yang menyampaikan pesan-pesan moral penggugah semangat, dan sekuat apapun keluarga kita berusaha dalam mengembalikan diri kita menjadi orang yang lebih baik tidak akan pernah ada gunanya samasekali jikalau dari diri kita sendiri tidak berupaya untuk bangkit. Kunci utamanya tetaplah diri kita sendiri. Kita bisa memilih untuk tetap down dan tenggelam dalam keterpurukan, atau kita bisa memilih untuk bangkit dan menebarkan harapan baru.

Pada intinya, setiap masalah yang mengakibatkan diri kita down hanya akan mampu diselesaikan oleh diri kita sendiri dan bukan oleh orang lain. Untuk bangkit dari keterpurukan yang terpenting adalah faktor internal dari diri kita, dan bukan faktor eksternal. Kegiatan seperti training motivasi, dukungan semangat dari keluarga, ataupun dari sumber ekternal lainnya bukanlah yang memiliki peranan penting dalam membangkitkan diri kita dari keterpurukan. Semua itu hanyalah stimulus dan penyulut untuk diri kita saja. Semua hasil akhir tetaplah tergantung pada pribadi kita masing-masing. Sebaik apapun masukan yang diberikan oleh lingkungan ke kita tidak akan memberikan dampak apa-apa selama kita tidak memutuskan untuk bangkit. Motivasi dari dalam diri kita sendirilah yang memiliki peranan utama dalam mengatasi rasa putus asa yang kita alami.

Kita memberikan sugesti dan kalimat-kalimat penyemangat kepada diri kita sendiri dengan mengucapkannya secara lisan atau sekedar merasakannya di dalam hati. Kalimat-kalimat penyemangat seperti “Ayo kamu bisa!”, “Untuk sukses butuh perjuangan. Terus melaju!”, Go, go, go…!”. Kita bisa menuliskan kata-kata penyemangat dan kita tempelkan di depan pintu kita, di atap kamar kita, di dekstop komputer kita, sebagai wallpaper handphone kita, dan bahkan mungkin di dinding kamar mandi kita. Kita juga bisa mengatakan kaimat-kalimat penyemangat tersebut secara lisan pada diri kita sendiri. Tujuannya adalah agar kita senantiasa memiliki semangat dan atusiasme dalam meraih tujuan atau semangat untuk bangkit dari keterpurukan.

Dalam istilah psikologi ada yang namanya repetitive magic power, dimana ketika kita memberikan sugesti terus-menerus dan berulang-ulang akan sesuatu tertentu maka potensi untuk menggapai hal tersebut menjadi lebih besar. Misalnya ketika kita memiliki harapan bahwa suatu hari nanti ingin menjadi pengusaha sukses. Setiap hari kita “mengumandangkan” mimpi kita tersebut misalnya dengan cara mengatakan pada diri sendiri akan hal tersebut “Aku akan jadi pengusaha sukses, aku ingin sukses, aku orang sukses!”, serta contoh kalimat-kalimat penyemangat lainnya. Setiap hari kita mengatakan secara berulang-ulang harapan kita tersebut sebagai bentuk sugesti positif yang kita bangun dalam diri kita. Kita membangun midset menjadi orang sukses melalui pengucapan yang berulang-ulang akan kesuksesan yang ingin kita raih. Konsep seperti ini tidak jauh berbeda dengan cara kerja sebuah doa. Ketika kita menginginkan sesuatu seringkali kita berdoa dan memohon kepada Sang Maha Kuasa untuk mengabulkan permohonan kita tersebut. Setiap hari dan terus -menerus kita berdoa hingga di kemudian hari harapan tersebut benar-benar menjadi kenyataan.

Keyakinan diri kita untuk menjadi atau mendapatkan apa yang kita inginkan adalah modal utama akan terwujudanya sebuah harapan. Selama harapan dalam hati kita begitu kuat akan digapainya sebuah kesuksesan niscaya kesuksesan tersebut akan benar-benar terwujud. Namun sayangnya, kita sendiri masih sering ragu akan apa yang menjadi keinginan kita yang sebenarnya. Kita masih sering diselimuti keraguan untuk menjadi orang besar, dirundung ketakutan akan pencapaian suatu tujuan, dan sering terjebak dalam rasa terpuruk yang mendalam. Kita lebih sering menjadi orang gagal karena diri kita sendiri “memilih” untuk itu, secara sadar atau tidak sadar itulah yang terjadi. Erbe Sentanu mengatakan dalam bukunya, Quantum Ikhlas, bahwa kita mendapatkan apa yang kita fokuskan dan bukan apa yang kita pikirkan. Kita berpikir menjadi orang sukses, namun sebenarnya hati kita lebih terfokus pada kegagalan yang kita dapatkan. Dalam kondisi ini apa yang nanti terjadi dalam hidup kita adalah apa yang kita fokuskan saat itu, kegagalan.

Diri kitalah yang memiliki peranan utama. Kita adalah faktor utama untuk kegagalan atau keberhasilan yang kita raih, kita juga yang berperan akan keterpurukan atau kebangkitan yang kita dapatkan, kita jualah yang mampu menentukan kemana kita akan melangkah. Kita bisa memberikan motivasi untuk diri sendiri yang jauh lebih hebat dan dahsyat manfaatnya dibandingkan orang lain. Kita adalah the great motivator untuk diri kita.  Selain daripada itu hanyalah pemberi stimulus belaka. Dalam sebuah kesempatan training Bapak Ary Ginanjar Agustian, penggagas dan penulis buku The ESQ Way 165, pernah menyampaikan bahwa sebuah training motivasi atau training kepribadian mungkin hanya memberikan efek jangka pendek kepada pesertanya selama beberapa hari saja.

Kemudian setelah beberapa hari tersebut berlalu maka banyak dari para peserta training tersebut yang kembali pemikirannya, prasangkanya, mindset-nya seperti dulu ketika belum mendapatkan training. Mengapa demikian? Karena memang faktor-faktor eksternal tersebut pada dasarnya hanyalah sebuah stimulus semata degan efek yang sebentar saja. Hasil maksimal hanya bisa diperoleh ketika efek positif dari sebuah training yang kita ikuti tersebut kemudian dilanjutkan dengan dorongan motivasi terus-menerus oleh diri kita sendiri. Kitalah yang memiliki peranan penting untuk hidup kita sendiri. Kitalah motivator terbesar dalam hidup kita sendiri.

Apa yang terjadi seandainya untuk bangkit dari keterpurukan kita selalu membutuhkan orang lain? Apa yang terjadi seandainya setiap kita kehilangan semangat dan gairah harus orang lain yang menyadarkannya? Memang kita tidak bisa memungkiri bahwa kita adalah makhluk sosial yang hidup tidak terlepas dari orang-orang di sekitar kita. Namun hal ini bukanlah suatu pembenaran bahwa hal-hal mendasar dalam hidup kita terkait bangkit dari keterpurukan, keluar dari masalah, harus selalu melibatkan orang lain. Okelah, orang-orang dekat kita bisa memberi kita stimulus untuk bangkit, para motivator hebat di uar sana juga mungkin memberikan kita masukan berharga, namun pada akhirnya tetap kita juga yang memutuskan untuk menjadi orang berhasil atau orang gagal. Kita adalah pengambil keputusan untuk hidup kita. Maka harapan tertinggi untuk bangkit dari keterpurukan, menggapai suatu impian, semuanya tergantung pada diri kita sendiri. Kita adalah motivator terhebat dalam hidup kita. Kita hanya butuh referensi untuk menjadikan diri kita the great motivator. We are the great motivator to ourself.      

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun