Mohon tunggu...
Agus Hendri
Agus Hendri Mohon Tunggu... Lainnya - Skill in the muisc, planting, class and beyond

Menyatukan kekuatan budaya daratan/pedalaman & lautan/pesisir, mjdi sebuah kekuatan yg mendasar utk semua kalangan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kotu Kenek (1.08. Silek Siberakun atau Silek Pangian?)

26 Mei 2011   09:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:12 899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Generasi saya dan kawan-kawan sudah mulai kurang memahami dan menggunakan 'petatah-petitih' dalam interaksi sehari-hari. Paling mendoa anak pancar saja, itupun oleh ninik mamak yang terlatih berbidal saja, karena tugasnya.

Maksud dari pandai dan bisa berbidal disini adalah pandai berperibahasa, berbalas pantun dan berkias. Biasanya untuk mengungkapkan sesuatu agar lebih halus dan tidak terlalu menyinggung atau mengena langsung pada sasaran yang hendak dikatakan.

Seperti berikut ini; 'Duduak basompik-sompik, duduak basamo balapang-lapang.''

Ada makna konotasi dan bukan arti secara harfiahnya atau makna sebenarnya. Pengertiannya, sesuatu itu akan menjadi lebih mudah dikerjakan, dilakukan bila dikerjakan bersama-sama. Samolah dengan bergotong-royong, kalau di Kuansing istilahnya 'Batobo.' Karena itu lahir 'Basatu Nogori Maju' sebagai nafas 'brand' Kuansing menuju masa depan yang cerah.

Banyak kampuang-kampuang yang sudah melupakan tradisi batobo ini, terutama desa yang sudah menjadi kelurahan, sudah berbudaya kekotaan. Begitu pula bila kelurahan itu berubah menjadi kota kecamatan. Paling yang masih tersisa, betobo ketika mencari kayu, maelo jaluar, hingga mandiang jaluar. Peran individualis meruntuhkan yang di masa lalu merupakan pemberdayaan yang bersifat keekonomian.

Cukup membanggakan, saat ini, di darek (kampuang-kampuang) dan daerah transmigran (seperti Teratak dan Beringin Jaya), tradisi betobo masih dingiangkan oleh yang muda-muda, terutama ketika membuat kobun karet basamo, merintis lahan basamo, menebas lahan basamo (Namun setelah itu, jangan pula dijual tanah tu.)

Sebagai yang disebut 'anak silek' menjelang terhitung beberapa hari lagi puasa datang, kami pun mesti bagotong-royong membersihkan 'laman' silek. Mencari pagar pembatas dan janur sebagai penghias laman silek. Kami bahu-membahu, dan merasa senang hati bila laman sudah bersih, indah, dan siap  pakai buat bulan puasa sebagai tempat belajar dan latihan pada habis tarawih, hingga dinihari bagi yang tua-tua dan para pendekar.

Sebenarnya waktu keseharian saya banyak di darek daripada di baruah, asyik berkawan dengan Pobo dan Lipo. Sayang, di darek Lipo dan Pobo juga enggan belajar silek.

Padahal di darek juga ada laman dan perguruan silek sendiri, tapi bukan silek pangian. Biasa kami di darek secara inti silek disebut 'silek harimau' Konon, untuk mendapatkan ilmu pamungkas Silek, mesti bertarung dengan seekor harimau. Kalau harimau itu kalah, maka layaklah ia menjadi seorang pendekar. Desa Sentajo dan Teratak Air Hitam merupakan pewaris dan penyebar silek ini. Dua desa yang serumpun secara asal muasal.

Selain di dua desa itu, silek ini juga berkembang di daerah transmigrasi, jauh lebih ke darek lagi. sama tahu kita, daerah transmigran, pasti dulunya daerah hutan yang dijadikan pemukiman.

Karena orang kuansing mengikut garis matriakal (garis keturunan ibu), maka oleh Paman saya disarankan masuk silek di baruah saja. Kata Paman, 'Silek ini dipegang, disebarkan oleh keturunan kita di kampung ini dan yang boleh mewarisi sebagai suhu/guru juga harus dari suku kita,' kata Paman kala itu memberi alasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun