Mohon tunggu...
Adhe Unyu
Adhe Unyu Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu rumah tangga

As simple as me Menyukai musik Ibu dari satu anak yang luar biasa😘😘

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Soal Sampah, Jangan Main-main dengan Ibu Saya!

5 Oktober 2016   12:49 Diperbarui: 6 Oktober 2016   08:12 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak semua tempat atau daerah di Jakarta sebagus dan seindah bayangan orang akan kota besar. Tapi saya tetap bersyukur lahir dan dibesarkan di kota ini. Rumah orang tua saya berada di daerah Cipinang Kebembem (ada di peta hehehe), di depan kali, tapi mimpi-mimpi saya tercipta dari rumah sederhana ini.

****

Soal Sampah, Jangan Main-main dengan Ibu Saya!
Sebelum Jakarta memiliki anggota Pekerja Harian Lepas (PHL) Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) yang salah satu tugasnya adalah menjaga dan membersihkan lingkungan, Ibu saya sudah melakukannya. Beliau memang tidak sekolah tinggi, tapi tau betul menjaga kebersihan lingkungan di sekitar rumah. Ibu masih sehat untuk urusan itu, masih gesit, masih lincah. Paling malas kalo disuruh ikut-ikut penyuluhan soal lingkungan dari RT/RW, beliau mempraktikkannya secara langsung, tanpa komando siapa-siapa, ikhlas tanpa berharap apa-apa. Dan ini rutin dilakukannya setiap pagi.

Rumah kami memang di depan kali yang lebarnya + 2 meter, setiap pagi ibu saya membersihkan dengan menggunakan bambu panjang atau garukan yang ujungnya menyerupai garpu untuk menarik sampah agar tidak mandek, agar sampah mengalir lancar hingga terbawa arus air yang memang tidak banyak, dangkal alias defisit air, apalagi kalau musim kemarau. Jangankan buang sampah sembarangan, jika ada anak-anak membuang batu ke kali saja ia pasti lansgung menegurnya. Dulu pernah ada kejadian lucu, ada orang yang buang sampah ke kali berupa bungkusan plastik hitam dan ketahuan oleh ibu saya. Rupanya ia adalah asisten rumah tangga seorang bidan yang tak jauh dari rumah. Ibu menghampirinya dan menyuruhnya untuk mengambil sampah tersebut kembali, dengan nada sangat marah... ART itu berkata itu bangkai tikus, tapi ibu tak mau tau, tetap disuruhnya ambil, sambil ibu terus mengoceh. "Situ kan kerja sama orang kesehatan tapi kok ga ngerti kebersihan, saya akan laporin nanti!" tegas ibu bersikap, sementara sang asisten sudah pasang muka sangat-sangat jutek. Hihihi..sukurin (dalam hati).

terimakasih mau menanggapi dengan cepat (dokpri)
terimakasih mau menanggapi dengan cepat (dokpri)
Karena rutinitas ibu inilah tergerak oleh saya untuk iseng memotret ibu yang sedang turun ke kali, tujuan saya hendak 'mengadu' lewat aplikasi Qlue. Pikir saya masa ibu sudah setua itu masih harus mengerjakan sendiri, harus ada perubahan, tapi saya urungkan niat untuk melapor di Qlue, saya posting saja di Instagram ditujukan langsung ke Gubernur DKI Pak Ahok tertanggal 29 September 2015.

Setelah saya memposting foto ini kemudian tanggal 2 Oktober 2015 PPSU dari kelurahan tempat kami tinggal berdatangan (sekompi petugas). Ga bermaksud ke GR an sich karena ditanggapi tapi tetap berterima kasih.

Tak berhenti di sini, tanggal 15 Oktober mereka kembali datang, rumah ibu saya pun menjadi posko untuk mereka beristirahat dan meletakkan barang-barang peralatan mereka. Tak lupa juga ibu membuatkan minuman dingin untuk mereka sekaligus cemilannya. Saya melihat pimpronya yang adalah pegawai kelurahan memotret rumah ibu saya.

tetap ikutan kerja bakti meskipun sudah ada anggota ppsu (dokpri)
tetap ikutan kerja bakti meskipun sudah ada anggota ppsu (dokpri)
Dan ini hasilnya, ibu saya hanya menjadi komandan mereka. Tak tanggung-tanggung, bahkan ibu saya meminta kepada pegawai kelurahan untuk memasang CCTV. Jadi siapa yang membuang sampah sembarangan ketahuan, ruarr biasa.. Mereka hanya menjawab kita akan meneruskan laporan ibu kepada atasan (semoga benar-benar terealisasi).

ini hasil kerja anggota ppsu yang dikomandani ibu saya (dokpri)
ini hasil kerja anggota ppsu yang dikomandani ibu saya (dokpri)
Memanfaatkan Pekarangan Rumah
Tak hanya membersihkan lingkungan, Kami juga memanfaatkan perkarangan rumah yang mini. Yap kami berdua memang hobi bertanam, yang kami tanam bukan bunga yang cantik, karena lahan yang sedikit tentu harus maksimal memanfaatkannya. Kami menanan sayuran dan tanaman obat, pupuknya adalah sampah dari rumah tangga yang mudah membusuk, jadi kami mengumpulkan sampah-sampah sisa sayuran untuk dibuang semuanya ke lahan pekarangan tersebut, saya juga biasanya meminta dari tetangga sampah sayuran agar tanah menjadi padat, murah dan praktis, tak perlu bahan kimia. Terkadang ada tunas tumbuhan baru yang bermunculan dari sampah yang kami sebar, kebanyakan cabe dan bawang, bila tumbuh subur bonus, bila tidak gapapa juga karena niatnya memang untuk pupuk saja, Ini tanaman yang ada di pekarangan rumah....
daun kunyit biasa untuk masak rendang sedang berbunga (dokpri)
daun kunyit biasa untuk masak rendang sedang berbunga (dokpri)
Di pekarangan mini ini ada "penunggunya", yaitu kadal dan bunglon, mereka sering bergelayutan dari pohon satu ke pohon lain, bermain-main loncat kesana dan kemari, sangat nyaman. Jika siklusnya baik pasti akan tercipta keselarasan antara mahluk hidup yang satu dengan lainnya.

Daun pandan ini paling laris dimintai oleh tetangga sekitar, apalagi bulan puasa kemarin, terkadang ada yang membeli, tetapi ibu menolak pembayaran jika hanya butuh 2 atau 3 lembar saja dengan syarat kami yang mengambilnya, bila orang lain suka ga mengerti bisa salah menarik hingga akar dan bisa mengakibatkan pohon mati. Tak jarang ibu juga memberi bibit kepada orang lain yang sering meminta agar menanam sendiri, supaya pohon kami pun terjaga dengan baik.

daun afrika, lihatlah bahkan bunglon betah ada disana (dokpri)
daun afrika, lihatlah bahkan bunglon betah ada disana (dokpri)
daun pandan, orang setiap hari meminta pada ibu (dokpri)
daun pandan, orang setiap hari meminta pada ibu (dokpri)
Yang ini daun singkong jepang, tidak ada buahnya, hanya daunnya saja yang dimanfaatkan, sangat rimbun, orang pun sering juga meminta, karena berbeda dengan daun singkong biasa, ini bila dimasak cepat saja, teksturnya juga lembut, lagi-lagi gratis selama yang diambil tidak sekebon (hehe). Minggu kemarin sengaja kami petik banyak karena ibu mendapat pesanan gulai daun singkong dari rekan kakak saya yang seorang guru untuk 13 porsi. Lumayan bukan, kita bisa ikut nebeng menikmatinya, kadangkala dibuat juga urap oleh ibu. Lingkungan sudah bersih, bisa memanfaatkan alam dan menikmatinya sudah pasti senyum kita pun berseri-seri, termasuk tetangga sekitar.
daun singkong jepang (dokpri)
daun singkong jepang (dokpri)
Bila diseriusi bisa juga menjadi pemasukan bagi dompet kita..kami tidak terlalu ngoyo jika ada yang pesan silahkan, tidak pun tetap berkah.

Karena manusia juga adalah mahluk sosial, rasanya senyum sudah pasti menjadi sarapan ibu setiap hari karena selalu berinteraksi dengan orang-orang yang membutuhkan sayuran atau tanaman obat yang ibu tanam,

Bila melihat perilaku ibu saya dalam menerapkan kebersihan lingkungan seperti juga yang sedang di galang oleh Kemenko Maritim dalam mencanangkan Gerakan Budaya Bersih dan Senyum, sepatutnya kita pun menirunya. Perlu kesadaran yang tinggi memang, tapi bila kita berpikir manfaatnya untuk keberlangsungan hidup kita tidak untuk sekarang saja tapi juga masa yang akan datang tentu ini bukan hal yang sulit. Mulai saja dari lingkungan sekitar kita, dari rumah kita, hingga terjadinya keselarasan hidup manusia dengan alamnya. Bersih juga sebagian dari iman, Semoga juga Gerakan Budaya Bersih dan Senyum ini bisa membuat kita hidup lebih sehat.


Facebook 

Twitter 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun