PNS sebagai Aparatur Negara dan Pelayan Masyarakat dituntut bersikap “netral” dalam setiap Pemilu termasuk Pilkada. UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Pasal 3 telah mengatur hal-hal sebagai berikut :
(1)Pegawai Negeri berkedudukan sebagai aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaran tugas negara, pemerintahan dan pembangunan.
(2)Dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
(3)Untuk menjamin netralitas Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Larangan bagi PNS untuk member dukungan atau bersikap netral dalam Pemilu termasuk Pilkada tersebut diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 79 ayat (1) dan ayat (4) sebagai berikut :
(1)Dalam kampanye dilarang melibatkan :
a.Hakim pada semua peradilan;
b.Pejabat BUMN/BUMD;
c.Pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri;
d.Kepala desa.
(4) Pasangan calon dilarang melibatkan pegawai negeri sipil, anggota Tenatara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai peserta kampanye dan juru kampanye dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Selanjutnya dalam Pasal 80 secara lebih tegas menyatakan bahwa “Pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri, dan kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye”.
Penegasan tentang larangan bagi PNS memberi dukungan kepada Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) dalam Pilkada ditegaskan kembali dalam PP 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil Pasal 4 angka 15 sebagai berikut :
“Setiap PNS dilarang angka 15 ‘memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara :
a.Terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
b.Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;
c.Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
d.Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut Pasal 4 angka 15 di atas, dikenakan sanksi sebagai berikut :
1.Hukuman Disiplin Sedang sebagaimana diatur dalam Pasal 12 angka 9 yang berbunyi “memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah serta mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat sebagaimana dimaksud Pasal 4 angka 15 huruf a dan huruf d.
2.Hukuman Disiplin Berat sebagaimana diatur dalam Pasal 13 angka 13 yang berbunyi “memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye, dan/atau membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 15 huruf b dan huruf c”.
Untuk menghindari terjebaknya PNS dalam kasus dukung mendukung terhadap calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) yang akan berakibat pada hukuman disiplin PNS sesuai ketentuan PP 53 Tahun 2010 tersebut, maka diharapkan agar seluruh Pejabat Pembina Kepegawaian di Daerah yang tidak lain adalah Kepala Daerah yang bersangkutan yaitu Gubernur, Bupati dan Walikota agar jangan melibatkan dan menggiring para PNS di daerah untuk menjadi Tim Sukses dalam pemenangan Pilkada. Kalau ini dilakukan, maka birokrasi di daerah akan semakin terkotak-kotak, tidak professional, mengandalkan kedekatan bukan kompetensi dan prestasi dalam bekerja dan pada akhirnya pelayanan kepada masyarakatpun akan terhambat.
Muh Arsad