Mohon tunggu...
Abi Permana
Abi Permana Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menulis

Bertamasya dengan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rekonsiliasi Hanya Manis di Mulut Saja

29 April 2019   12:10 Diperbarui: 29 April 2019   12:21 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sepuluh hari pasca pelaksanaan Pilpres dan Pileg serentak, akhirnya sampailah kita pada kesimpulan bahwa bangsa sebesar dan seluas Indonesia ini memang belum siap untuk menggelar hajatan politik serentak dan sebesar itu sekaligus. Bayangkan ratusan terpaksa meregang nyawa saat bertugas sebagai pelaksana Pemilu. Selain berbagai temuan kecurangan yang masif terjadi di berbagai daerah, tingginya angka kematian penyelenggara pemilu itu membuktikan bahwa Pilpres/Pileg 2019 adalah hajatan demokrasi paling gila yang pernah diadakan di Indonesia.

Kematia ratusan orang serta puluhan diantaranya masih menjalani perawatan di Rumah Sakit membuka mata kita bahwa saat ini gelaran kegiatan itu belum sepenuhnya siap untuk dilaksanakan. Keterbatasan infrastruktur, sumber daya manusia yang disebabkan kondisi geografis yang sulit dijangkau menyebabkan pelaksanaan pemilu dan pilpres menjadi sangat sulit dilakukan secara serentak.

Kegalauan itu belum termasuk dengan dipertontonkannya secara gamblang klaim demi klaim kemenangan yang tanpa dasar dari kedua belah kubu. Baik kubu petahana maupun oposisi saya nilai masih belum mampu berdemokrasi dan berkompetisi. Buktinya, saat ini, meski penghitungan manual tengah berlangsung, pihak yang (merasa) kalah akan selalu berusaha mencari cara untuk menang, demikian pula pihak yang (merasa) menang akan berusaha mempertahankan kemenangannya dengan cara apapun.

Jargon, siap kalah dan siap menang yang selama ini diteriakkan hanya mejadi pemanis bibir semata. Ditilik dari apapun, saya menilai bangsa kita memang tidak terbiasa untuk berkompetisi dalam hal apapun secara sehat dan bermartabat. Kita hanya siap untuk menang tapi tak siap untuk kalah.

Padahal, falsafah dan budaya luhur bangsa ini telah mengajarkan banyak hal kepada kita bahwa sikap ksatria harus dijalankan dan tidak hanya diteriakkan. Namun memang begitulah adanya. Kultur bangsa ini memang lebih mudah berkolaborasi daripada berkompetisi. Budaya gotong royong, tolong menolong bukannya diaplikasikan dalam sikap bermasyarakat yang positif. Namun banyak dalam hal yang dilarang seperti tender atau ujian sekolah.

Demokrasi dan  fair play seharusnya menjadi hal yang diterapkan dalam kehidupan sehari hari. Namun hal itu tidak sepenuhnya dilaksanakan dengan penuh etika dan beradab. Demokrasi masih menjadi budaya mulut ke mulut. Ia kuat disuara, namun sangat lemah di perbuatan. Maka sesuai dengan falsafah banga yang suka dan terbiasa gotong royong, kolaborasi dilakukan bukan pada hal hal yang baik, namun pada hal yang buruk.

Kini sepuluh hari pasca pemilu, banyak kita jumpai orang orang yang dengan mudah emosian dan mudah pula menularkan kemarahannya pada orang lain. Mereka membuat orang terbakar emosinya sehingga menimbulkan efek negatif di tengah masyarakat.

Ada tawaran untuk melakukan rekonsiliasi. Namun upaya itu masih gelap dan kian jauh dari kenyataan. Rekonsiliasi menjadi kata yang gampang diucapkan, namun sulit dilaksanakan. Rekonsiliasi bukankah pada sebuah kongkow kongkow belaka. Kalau itu semua orang bisa. Rekonsiliasi adalah sebuah perdamaian yang berbabis pada kebenaran dan hukum. Bukan pada bagi bagi kue kekuasaan dan belah semangka belaka.

Namun begitulah, suka atau tak suka, bangsa kita memang (belum) sepenuhnya siap untuk berkompetisi. Kompetisi malah membuat kita terpecah belah karena gengsi yang terlalu tinggi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun