Pendakian kami segera berakhir setelah kami melewati tebing yang cukup curam. Walau begitu tebing itu masih bisa dilewati dengan cukup mudah, dikarenakan sudah disediakan tali untuk membantu naik. Kita hanya perlu tetap fokus pada pijakan dan juga keseimbangan tubuh, mengingat saat pendakian kita pasti membawa carrier yang cukup berat.
Sekitar pukul setengah empat pagi kami sampai di camp area, dan kami langsung mendirikan tenda dan juga memasak makanan untuk mengisi ulang tenaga yang terbuang saat pendakian selama sekitar empat jam tersebut. Seusai bersantap, kami memutusakan untuk beristirahat di sekitara tenda sembari menunggu sunrise tiba. Hari itu menjadi hari keberuntngan kami dimana kami dapat melihat sunrise tanpa tertutup oleh kabut. Gradasi langit berwarna merah jambu serta backgroud gunung menjadi daya tarik yang menjadikan naik gunung menjadi opsi liburan.
Sekitar pukul lima, tiga orang dari kami memutuskan summit ke puncak untuk melihat lautan awan, tapi sayangnya cuaca kurang mendukung, kabut tiba tiba turun menghalangi pemandangan yang ada.
Karena istirahat dirasa sudah cukup, sekitar pukul sepuluh kami berberes untuk mulai turun dari atas. Kami sampai di base camp sekitar setenagh tiga sore. Kami bersih-bersih kemudian beristirahat di base camp. Saat istirahat saya kembali menanyakan perihal beebrapa peraturan yang mana kemarin sempat ditunda untuk dibahas.
 "Jadi dilarangnya membawa boneka itu karena ditakutkan seagai media atau peratara mahkluk halus, atau bonekanya dapat dirasuki makhluk halus yang berada di gunung. Terus untuk tidak diperbolehkanya atribut berwarna kuning alasan pertama adalah soal kearifan mas, selain itu karena dahulu gunung Bismo memiliki kaitan erat dengan kerajaan Mataram Kuno dimana yang menjadi warna kebanggaan kerajan tersebut adalah warna kuning. Jadi itu mas kalau pakai warna kuning nanti bakal diperlakukan khusus oleh penghuni disana karena dikira satu trah atau satu almamater dengan lelulur itu. Pernah ada beberapa kejadian sebelum dilarangnya memakai atribut warna kuning di sini, seperti tenda yang berwarna kuning biasanya kerap ada suara langkah di luat tenda, tenda nya tiba-tiba bergoyang padahal tidak sedang ada angina atau badai, tenda kuning yang rusak. Ya walaupun gak tau ya mas, itu kebetulan atau tidak tapi untuk sekarang dilarang sebagai antisipasi terjadinya hal-hal yang tidak di inginkan." Ungkap bapak penjaga base camp.
Tak hanya sampai disitu, saya juga menanyakan perihal dilarangnya berfoto diatas Batu Tumpang. Bapak penjeaga base camp menjelaskan bahwa dahulu di bawah batu tersebut merupakan sebuah petilasan atau tempat untuk berdoa berupa archa atau batuan candi sebelum diganti menjadi seperti nisan. Jadi dilarangnya berfoto diatas batu tersebut dikerenakan perihal adat dan kesopanan, dimana kita harus menghargai peninggalan leluhur yang ada di sana.