Masalah keamanan merupakan salah satu fokus atau kajian utama dalam ilmu hubungan internasional. Namun dewasa ini, perhatian dalam isu keamanan tidak hanya berpusat semata-mata kepada ancaman militer dan persenjataan saja.Â
Melainkan, dalam tatanan dunia pasca perang dingin yang sudah serba modern dan digital, berbagai isu keamanan non tradisional dari sumber non-militer juga muncul dalam dinamika hubungan internasional.Â
Ancaman dan kejahatan siber atau ancaman dunia maya merupakan salah satu jenis keamanan yang perlu diprioritaskan dalam dalam ilmu hubungan internasional saat ini, mengingat bahwa di tengah era digital, ancaman siber merupakan suatu hal yang tidak dapat terelakan negara manapun sehingga suatu entitas pemerintah harus cepat dan tanggap dalam mengambil langkah-langkah preventif maupun represif demi keamanan siber negaranya.
Pihak yang paling umum untuk melakukan serangan atau kejahatan siber biasanya adalah organisasi kriminal yang termotivasi mencari keuntungan finansial melalui pencurian uang, pencurian data, atau gangguan berbasis perangkat lunak, dan berbagai motif lainnya.Â
Namun aktor negara maupun aktor non negara seperti seorang individu biasa secara pribadi juga dapat meluncurkan serangan siber terhadap berbagai hal.Â
Target-target utama yang beresiko tinggi untuk menerima serangan siber biasanya adalah perusahaan, agen pemerintah, dan institusi finansial; di mana cakupan dan jangkauan dari ancaman siber saat ini telah meluas, mulai dari inovasi siber, serta konsekuensi dari agresi suatu negara yang semakin tinggi, sampai mengenai kehilangan informasi, kerugian finansial, serta hilangnya nyawa, dan harta benda.Â
Maka dari itu, proses pembentukan tatanan baru ruang siber dan diplomasi siber (cyber diplomacy) sangat diperlukan di era seperti ini. Cyber diplomacy harus berfungsi sebagai alat komunikasi internasional untuk membangun norma siber bersama dan cara untuk mengelola ruang siber yang bertujuan untuk meminimalkan gesekan di ruang siber.Â
Diplomasi siber bertujuan untuk mengamankan kesepakatan multilateral tentang norma siber, perilaku negara dan non-negara yang bertanggung jawab di dunia siber, dan tata kelola digital global yang efektif.Â
Tujuannya adalah untuk menciptakan ruang siber yang terbuka, bebas, stabil, dan aman yang berlabuh dalam hukum internasional melalui aliansi antara negara, organisasi, sektor swasta, masyarakat sipil, dan pakar yang berpikiran sama. Diplomasi siber ada berdampingan dengan untaian 'saudara'nya dari pertahanan siber, pencegahan siber, dan keamanan siber. (Latici, 2020)
Berdasarkan pemaparan fakta tersebut, jika mengamati kondisi dunia internasional saat ini, Rusia dapat dikatakan sebagai salah satu negara yang cukup berani untuk terlibat dalam operasi siber yang ofensif dan juga memiliki banyak hacker atau peretas yang hebat.Â
Rusia telah diduga untuk merekrut atau memperlakukan para peretas handal sebagai aset negara, dimana Rusia lebih memilih untuk memperkerjakan para peretas yang memiliki kemampuan sangat kompeten direkrut ke dinas militer atau dinas intelijen Rusia untuk membantu melakukan beberapa tugas-tugas dari negara.