Mohon tunggu...
Zul Kifli
Zul Kifli Mohon Tunggu... Wiraswasta - Just Beginner

Social Enthusiastic || Just Beginner

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ketika KPK Tidak Dibutuhkan Lagi

16 Januari 2020   06:56 Diperbarui: 16 Januari 2020   20:54 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (biasa disingkat KPK) adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya

Pada tahun 2002 lembaga anti Rasuah tanah air bernama KPK resmi dibentuk pembentukan  tersebut didasari karena kurang efektifnya lembaga penegak hukum seperi Polri dan Kejaksaan dalam menangani perkara dugaan tindakan  pidana korupsi dengan kerugian negara Yang cukup besar.

6 bulan setelah dibentuk KPK berhasil memberika  angin Optimisme kepada publik yang dengan "menyeret "Gubernur Aceh Abdullah Puteh  dengan dugaan melakukan korupsi Rp 10 miliar dalam pengadaan helikopter jenis MI-2 merek PLC Rostov asal Rusia.

Singkat cerita Abdullah Puteh harus menerima palu pesakitan dari majelis hakim berupa penjara selama 10 tahun pada 7 Desember 2004, sekaligus menjadikan menjadi moment karena 32 tahun belum ada gubernur aktif yang ditetapkan tersangka waktu itu.

Terungkapnya Kasus Abdullah Puteh rupanya menjadi warning bagi para elit politik sekaligus menjadi pintu pembuka perseteruan para elit politik dengan KPK, perseteruan kedua belah pihak tersebut dimulai di pertengahan tahun 2008 yang melibatkan  ketua KPK Antasari Ashar.

Ingatan publik masih tak terlupakan dengan ditetapkannya Antasari Azhar sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Nazaruddin Zulkarnaen bukan mustahil kasus tersebut sengaja dibuat dikarenakan keberhasilan Antasari Azhar mengungkap kasus century yang melibatkan Pak Presiden SBY  serta kasus aliran dana Bank Indonesia yang salah satu pelakunya juga besan Presiden SBY.

KPK sebagai lembaga negara yang lahir dari rahim Reformasi rupanya benar benar tidak diinginkan oleh elitis politik, setelah berhasil " Melengserkan " Antasari Azhar dari ketum KPK para elit politik tanah air kembali melentarkan serangan yang dikenal kasus "Cicak VS Buaya". 

Personifikasi ini diciptakan oleh Susno Duadjiketika diwawancarai oleh majalah Tempo tercetak pada edisi 20/XXXVIII 06 Juli 2009 dengan mengatakan cicak kok mau melawan buaya, kata cicak dialamatkan kepada KPK sebagai lembaga yang kecil tidak memiliki kewenangan yang berarti dan Buaya  dialamatkan kepada Kepolisian  dan Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum yang super powerfull.

Harus diakui ketika menjelang pemilihan Umum wacana untuk menguatkan KPK hampir disampaikan  oleh para kandidat tapi entah kenapa ditahun 2019 terjadi manuver politik yang sangat luar biasa dengan beramai ramai melemahkan KPK secara sistematis. 

Upaya penjinakkan KPK itu dilakukan dengan mengeluarkan revisi UU KPK yang disahkan oleh paripurna DPR secara kilat hanya dalam tempo 13 hari  tepatnya pada 16 September 2019 lalu. 

Pada 17 Oktober lalu, revisi UU KPK itu secara otomatis telah berubah menjadiUU, sesuai dengan Pasal 20 ayat 5 UUD 1945 tentang landasan hukum perubahan otomatis RUU menjadi UU. Melalui perubahan UU KPK ini, nomenklatur dan kewenangan KPK mengalami sejumlah perubahan mendasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun