1. Pengertian IjtihadÂ
Ahli tahqiq mengatakan bahwa ijtihad adalah qiyas untuk mengeluarkan (istinbat) hukum dari kaidah-kaidah syara' yang umum. Ijtihad dalam bidang putusan hakim (pengadilan) adalah jalan yang diikuti hakim dalam menetapkan hukum.Â
Ijtihad itu menghidupkan syariat. Syariat tidak akan bisa bertahan selama fiqih ijtihad tidak hidup dan elastis, memiliki daya kerja dan daya gerak. Pengertian Ijtihad adalah mencurahkan segala kemampuan intelektual untuk memperoleh hukum syara' dari dalilnya.Â
Dalam buku "Ilmu Ushul Fiqih karangan Prof.Abdul Wahhab Khallaf" ada dua lapangan ijtihad yaitu:Â
- Sesuatu yang tidak ada nashnya sama sekali.Â
- Sesuatu yang ada nashnya namun tidak qath'i.Â
Tidak ada peluang untuk berijtihad mengenai sesuatu yang ada nashnya yang bersifat qath'i. Ada tiga hal yang harus diperhatikan:Â
1) Â Â Â Â Bahwa ijtihad itu tidak ada pembagian. Artinya, ijtihad tidak menggambarkan adanya orang alim sebagai mujtahid, dalam hokum talak, dan mujtahid yang lain dalam hokum jual beli. Atau mujtahid dalam hokum menjatuhkan sanksi hukuman. Mujtahid adalah seorang yang ahli dan teguh pendirian.Â
2) Â Â Â Â Mujtahid itu mendapat pahala. Orang-orang yang melakukan ijtihad itu mendapat dua pahala. Satu, pahala untuk ijtihadnya, dan satu lagi kalau ijtihadnya itu benar. Kalau ijtihadnya itu salah, masih mendapat satu pahala.Â
3) Â Â Â Â Ijtihad itu tidak boleh dibatalkan. Kalau mujtahid itu berijtihad untuk suatu masalah dan di dalamnya itu dia menjatuhkan hukuman dengan hokum yang dijalankan kea arah itu oleh ijtihadnya. Sudah itu dikemukakan pula kepadanya gambaran dari peristiwa ini lantas dia melakukan ijtihad kepada hokum lain, di sini dia tidak diperbolehkan membatalkan hukumnya yang lalu.Â
3. Â Â Â Dasar Hukum IjtihadÂ
Para fuqaha boleh melakukan ijtihad apabila dalam suatu masalah tidak ada dasar hukum yang terdapat dalam nash Al-Quran.Â
Ulama membagi hukum Ijtihad menjadi tiga macam:Â
1)    Wajib Ain, bagi seseorang yang ditanya tentang suatu peristiwa yang hilang sebelum diketahui hukumnya. Begitu pula apabila peristiwa tersebut dialami sendiri  oleh seseorang dan ia ingin mengetahui hukumnya.
2) Â Â Â Wajib Kifayah, bagi seseorang yang ditanya tentang suatu peristiwa yang hilang sementara masih ada mujtahid lain selain dirinya.Â
3) Â Â Â Sunnah, ijtihad terhadap suatu peristiwa yang belum terjadi, baik ditanya maupun tidak.Â
4) Â Â Â Haram, ijtihad haram pada perkara yang telah ditunjukkan oleh nash atau yang telah ditetapkan oleh ijma' sahabat. Oleh karena itu, tidak boleh berijtihad didalam masalah-masalah itu seperti di dalam masalah akidah dan ibadah yang telah dinashkan dan disepakati oleh umat.Â
B. IJTIHAD SEBAGAI SUMBER DINAMIKA ISLAMÂ
Dewasa ini umat Islam dihadapkan kepada sejumlah peristiwa kekinian yang menyangkut berbagai aspek kehidupan. Peristiwa-peristiwa itu memerlukan penyelesaian secara seksama, lebih-lebih untuk kasus yang tidak tegas penunjukannya oleh nas. Di samping itu, kata Rager Graudi, sebagai dikutip oleh Jalaludin Rahmat, tantangan umat Islam sekarang ada dua macam, yakni taklid kepada Barat dan kepada masa lalu.Â