Mohon tunggu...
ZULFIAN SYAH
ZULFIAN SYAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Alam Takambang Jadi Guru

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Memetik Ibrah Sebuah Kisah

12 Maret 2018   03:51 Diperbarui: 12 Maret 2018   10:33 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam menjalani kehidupan, kita senantiasa dikelilingi yang namanya pelajaran. “Alam takambang jadi guru,” begitu masyarakat Minang menyebutnya. Tergantung pada diri, apakah kita mau memperhatikan dan mengambilnya demi perbaikan untuk masa depan yang lebih baik atau sebaliknya. Tidak jauh berbeda dengan sebuah tontonan. Yang mana di dalamnya pasti terdapat ibrah masing-masing. Namun ingat, tidak semua tontonan bisa menjadi tuntunan.

Freedom Writers, sebuah film Amerika Serikat yang diangkat dari kisah nyata, mengisahkan perjuangan seorang guru dalam mendidik para siswanya. Film yang dirilis pada 5 Januari 2007 itu, merupakan salah satu film yang wajib ditonton oleh para guru ataupun (calon) guru masa depan. Film yang ditulis dan disutradarai oleh Richard LaGravenese ini diperankan oleh Hilary Swank sebagai tokoh utamanya. Ia memerankan tokoh Erin Gruwell (Ms. G) selaku guru Bahasa Inggris di Wilson Hight School.

Ms. G merasa sangat senang bisa menjadi seorang guru di Wilson High School. Hal itu tergambar dari betapa antusiasnya dia ketika membawa rancangan mengajar serta sangat bersemangat menjelang masuk kelas untuk pertama kalinya. Namun, dalam perjalanan mengajarnya, Ms. G menemui banyak kendala dan ujian. Ia mendapati sebuah kejadian yang mengejutkan ketika tatap muka untuk pertama kalinya bersama para siswa. Bersikap lancang, tak menghargai, dan berkata serta berperilaku seenaknya terhadap siswa lainnya ataupun guru mereka, merupakan pemandangan biasa. Para siswa yang latar belakangnya rata-rata korban kerusuhan massal (kekerasan antar geng dan konflik rasial) di Los Angeles, California, 1992. Menjadikan mereka tergabung dalam geng-geng jalanan. Yang mana mereka saling bunuh karena ras (Kamboja Kecil, Kulit Hitam, Kulit Putih, serta Selatan Perbatasan (Tijuana Kecil)), kebanggaan, dan rasa hormat. Tak ada sosialisasi kecuali antar sesama anggota geng. Berkumpul dan terkotak-kotak sesuai kelompok, merupakan pemandangan biasa dalam keseharian bahkan di sekolah ataupun di dalam kelas sekali pun.

Ms. G pun sempat syok dan tak menyangka hal itu akan terjadi. Namun tak berhenti di situ, berlarut dalam masalah tersebut? Ia memutar otak untuk menanggualangi semua masalah. Menyikapi semua yang terjadi dengan ide-ide kreatif, serta bertahan dalam keadaan yang begitu mencekam. Lambat laun, ia berusaha dan berusaha meski mendapatkan tantangan dari siswa-siwanya. Mulai dari ejekan, tak diperhatikan, tidak dihormati, dan lain sebagainya. Namun, hal itu tidak menjadi masalah besar bagi Ms. G. Sehingga ia terus berusaha untuk mengubah semua itu. Lambat laun, seiring berjalannya waktu Ms. G bisa menguasai suasana kelas dan mampu mengambil hati para siswanya yang sebelumnya tidak memiliki kasih sayang, yang mana mereka hanya berpikir akan geng dan bagaimana cara untuk tetap hidup. Hingga semua berubah menjadi lebih baik.

Itu sebagian akan gambaran terhadap kisah yang digambarkan dalam film Freedom Writers tersebut. Selanjutnya, kisah tersebut menyuguhkan pelajaran-pelajaran serta contoh untuk seorang guru dalam menyikapi para siswa. Apa sajakah itu? Di antaranya :

1. Pantang menyerah dan Optimis

Semangat pantang menyerah dan optimis terlihat pada diri MS. G dalam menjalani perjalanan mengajarnya di Wilson Hight School. Berawal dari kejadian-kejadian di dalam kelas, hingga tidak mendapatkan dukungan dalam usahanya untuk mewujudkan ide kreatifnya untuk mengatasi permasalahan para siswa agar berubah ke arah yang lebih baik. Semua kendala tidak menyurutkan semangatnya ; berusaha dan berusaha hingga semua berubah.

2. Sabar dan Ramah

Meski mendapat perlakuan yang tidak enak dari para siswa, ia tetap bersikap tenang dan enjoy dalam merespon setiap stimulus yang ia terima. Ejekan, kata-kata kotor, siswa berkelahi di kelas, tidak mampu menyulut api amarah dalam dirinya. Bersikap ramah terhadap para siswa ; itulah dirinya.

3. Kreatif

Dalam usahanya mendidik para siswa di kelas, ia mewujudkan ide-ide kreatif. Berawal dari permainan garis, menulis jurnal harian, hingga memaparkan kejadian yang lebih parah dari apa yang para siswa alami (Peristiwa Holocaust) melalui pemaparan, pertemuan dengan para korban, hingga melakukan tur ke Beit Hashoah -  Museum of Tolerance. Sehingga mereka merasa lebih baik daripada sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun