Mohon tunggu...
Zulfata Alghazali
Zulfata Alghazali Mohon Tunggu... -

"Kehidupan adalah pengetahuan"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Di Manakah Anti Virus Korupsi?

17 Desember 2014   00:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:10 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Momen memperingati hari anti korupsi sedunia (09/12/2014) secara tidak langsung telah memberikan isyarat kepada kita semua untuk peduli terhadap masalah-masalah negeri yang selalu dililit oleh virus yang melumpuhkan negeri ini secara perlahan-lahan, dalam hal ini penulis menyebutnya dengan virus korupsi. Sepanjang sejarah manusia hidup di dipermukaan bumi ini tidak lepas oleh kasus-kasus tentang korupsi, sehingga istilah budaya korupsi disebutkan budaya yang paling cepat mengalami perkembangan dan sangat cepat diterima oleh sebagian masyarakat. Seiring perkembangan tersebut, artikel-artikel yang diterbitkan tentang korupsi pun tak terhingga, dan berbagai lembaga-lembaga yang bergerak dibidang pencegahan korupsi pun tumbuh bagaikan cendewan di musin hujan. Namun yang paling anehnya menurut penulis adalah semakin banyak tulisan-tulisan tentang bahaya korupsi dan semakin bertambahnya lembaga-lembaga tentang pencegahan korupsi tersebut malah perkembangan korupsi semakin hari semakin membaik, mungkin jika korupsi tersebut berbentuk seperti materi, kemungkinan tubuh korupsi tersebut tidak ada gangguan penyakit terhadap dirinya.

Dalam catatan di media masa, elektronik maupun cetak di Indonesia KPK terus berupaya mengkampanyekan tentang bahaya dari korupsi, dan berbagai metode kreatif telah diterapkan, mulai pembimbingan dari kalangan anak-anak, remaja, hingga dewasa, namun hal itu tidaklah cukup untuk membendung kekuatan korupsi yang sangat masif di negeri ini. Sanking masif dan mewabahnya korupsi, KPK telah mewujudkan pemetaan defenisi tentang korupsi agar semua lapisan masyarakat di Indonesia paham apa yang disebut tentang korupsi melalui beberapa regulasi.  Regulasi tersebut diantara nya adalah UU No.31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi yang intinya terdapat beberapa pembagian. Pertama: menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri dan dapat merugikan keuangan negara adalah korupsi. Kedua: Menyuap pegawai negeri (PNS) adalah korupsi. Ketiga: Memeberi hadiah (gratifikasi) kepada pegawai negeri karena jabatannya adalah korupsi. Keempat: Pegawai negeri menerima suap adalah korupsi, kelima: menyuap hakim dan Advokad juga korupsi. Dan sangat banyak turunan-turunan UU tersebut yang tidak meungkin penulis paparkan.

Sebelum menjelaskan lebih lanjut, penulis bukan bermaksud untuk menjelek-jelekkan nama baik tentang pegawai negeri yang telah banyak berbakti terhadap generasi bangsa, namun penulis ingin mengeluarkan rasa geram penulis terhadap oknum-oknum pegawai negeri ini yang justru menjadi generasi yang setia melestarikan perilaku-perilaku korupsi di tempat mereka bekerja, sehingga tempat tersebut malah menjadi laboratorium untuk menciptakan benih-benih korupsi di masa yang akan datang.

Sejatinya Pegawai negeri di negeri tercinta ini sangat konsisten dengan sumpah jabatannya maka virus-virus korupsi tersebut dapat diminimalisir, hal ini juga didukung secara kuantitas bahwa jumlah pegawai negeri untuk saat ini sangatlah banyak. Walaupun masih ada para pegawai negeri yang mengapdi kepada bangsa dan negara ini yang meliliki komitmen besar untuk mencegah dan memberantas korupsi dilingkungan kerja mereka. Perbincangan pegawai negeri ini sangat penting karena secara logika ataupun akal sehat manusia, apabila seluruh pegawai negeri bebas dari perilaku korupsi, maka akan diprediksikan bahwa virus-virus korupsi akan semakin berkurang, belum lagi ditambah dengan rekontruksi budaya masyarakat biasa yang jauh lebih besar untuk membasmi korupsi di permukaan bumi ini, alasannya dapat diketahui bahwa masyarakat biasalah yang pertama dan yang paling paham tentang bagaimana pahitnya tentang efek dari perilaku koruptor yang tidak memiliki perasaan perikemanusiaan sedikitpun.

Dalam khanazah  keilmuan interdisipliner multi interpretasi tentang pemaknaan korupsi pun terjadi, salah satunya interpretasi tentang korupsi dalam hal ini adalah segala sesuatu yang merugikan manusia atau mengurangi hak dan tanggung jawab manusia adalah korupsi. Dengan demikian tidak heran penulis menyimpulakn bahwa korupsi dinegeri ini bagaikan penyakit kutukan dan belum diketahui dimana keberadaan penyembuh dari kutukan yang berbentuk korupsi tersebut.

Walaupun tanggung jawab persoalan dampak korupsi yang merendahkan martabat bangsa ini adalah tanggung jawab kita bersama, dalam hal ini kita tidak menutup mata bahwa peran universitas-Universitas di negeri ini baik  yang swasta maupun negeri, belum terbentuknya kekompakan dalam membuat sistem yang jitu untuk memberantas korupsi. Namun hal sebaliknyapun terjadi bahwa universitas-universitas dinegeri ini  terindikasi sebagai ladangnya generasi para koruptor, dalam kasus ini, Universitas bukan cenderung korupsi mengenai uang negara, melainkan korupsi di bidang tanggung jawab untuk meningkatkan sumber daya manusia yang belum membuahkan hasil yang baik bagi negeri.

Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin?

Berbagai macam dampak sosio kultural yang disebabkan oleh korupsi, mulai dari kesenjangan sosial, kemiskinan, hingga meningkatnya angka pengangguran juga dipengaruhi oleh perilaku yang korupsi. Dalam tahapan ini terdapat dua kelompok yang merasakan bias dari perilaku korup tersebut, yakni kelompok yang merasa diuntungkan dan kelompok yang merasa dirugikan atau dikhianati. Kelompok yang diuntungkan merasa budaya korupsi tersebut adalah bagian sikap yang tidak dapat dipisahkan dalam lingkungan kerja walaupun mereka memahami bahwa korupsi tersebut merupakan bagian kehidupan mereka sehingga dengan demikian, ketika terlalu dibiasakan mempraktekkan perilaku korupsi di dunia kerja mereka secara tidak langsung mereka telah melegalkan secara individu bahwa perilaku mereka tanpa  ada kesalahan, sikap tersebut muncul didasari dengan faktor kebiasaan dalam mewujudkan perilaku korupsi.

Adapun kelompok yang merasa dirugikan dari dampak korupsi memahami bahwa mereka sangat merasa tersiksa melalui perilaku-perilaku koruptor yang telah mengambil hak mereka secara tidak langsung.  Pada umumnya kelompok yang dirugikan ini terdiri dari masyarakat kelas menengah ke bawah yang setiap saat selalu menjadi tumbalnya kebijakan dari para koruptor.

Tidak dipungkiri lagi bahwa rakyat Indonesia telah sepakat bahwa masalah terbesar yang dihadapi negeri ini adalah masalah korupsi yang tiada hentinya. Hal ini dapat dipahami melalui realitas yang selalu menghiasi media masa di negeri ini. Beberapa gejala tersebut diantaranya, pertama: Gejala sebagai sarana untuk pembodohan rakyat, harus kita akui bahwa rakyat Indonesia masih dibalut dengan sisi-sisi kebodohan, fakta ini juga memberikan pengaruh kepda beberapa lembaga yang bergerak untuk mencegah agar rakyat Indonesia menjadi lebih baik secara keilmuan, namun usaha-usaha lembaga yang bergerak dalam pendidikan rakyat tersebut akan menjadi kewalahan dalam mendidik rakyat, jika perilaku korupsi terhadap kebijakan politik yang tidak pro terhadap nasib pendidikan bangsa. Dan telah menjadi rahasia umum bahwa perilaku yang korup di bidang pendidikan ini terkesan hanya sebatas tontotan para elit politik yang hanya dapat mengkritik nasib negeri tanpa memberikan solusi yang stategis, hal ini juga didukung oleh sikap para cendikiawan  yang hanya dapat memberikan konsep solusi yang strategis namun solusi tersebut hilang ditelan masa begitu saja tanpa direspon dengan serius oleh birokrat negeri.

Kedua: Semakin bertambahnya pengangguran dan masyarakat miskin, sering kali disampaikan dalam wacana-wacana politik bahwa politik tersebut bertujuan untuk mensejahterakan nasib rakyat sehingga persoalan-persolan rakyat baik itu persoalan ekonomi, kesehatan, hingga pekerjaan adalah tanggung jawab para birokrat yang telah diamanahkan oleh rakyat kepada para birokrat ataupun pemerintah. Namun cita-cita politik yang telah dikampanyekan tersebut hanya teringat dalam jaji-janji politik dan terlupakan dalam bukti-bukti politik. Bukti-bukti politik atau penerapan kebijakan untuk mensejahterakan rakyat yang miskin tersebut tidak akan tercapai selama perilaku korupsi yang masih hidup dalam menentukan kebijakan untuk mensejahterakan rakyat. Tetapi hal sebaliknya justru terjadi, kelompok-kelompok yang membuat kebijakan untuk rakyat malah menjadi sejahtera dan rakyat yang ingin disejahterakan tersebut terus sengsara.

Ketiga: Rusaknya hutan dan ekosistem alam, persoalan ini juga tidak telas dari ingatan kita bahwa hutan di Indonesia semakin hari semakin berkurang dan akibat dari itu justru rakyat miskin yang selalu pertama kalinya merasakan, misalnya, terjadinya banjir, lumpur lapindo, hingga  pencemaran perairan yang diakibatkan oleh industri pertambangan yang tidak bertanggung jawab. yang menyakitkan adalah para pelaku korupsi yang sering disebut koruptor tersebut malah tidak pernah merasakan secara langsung terhadap dampak korupsi yang berhubungan dengan gejala murka alam itu. Terdapat asumsi bahwa para koruptor dapat terhindar dari gejala murka alam dikarenakan para koruptor telah sukses mempraktekkan korupsi dengan sempurna, sehingga hasil korupsi tersebut para koruptor dapat berpindah tempat atau wilayah sesuai dengan keinginan mereka walaupun para koruptor tersebut akan mendapat siksaan yang berat di hari akhir kelak.

Dari paparan di atas,  penulis berpendapat bahwa Korupsi adalah sumber segala kesengsaraan bagi negara dan bangsa, yang dirasakan oleh  rakyat sehingga sejatinya rakyat sebagai objek pertama untuk disejahterakan namun hal ini dihalangi oleh korupsi, yang telah mampu memutar dan membalikkan tujuan negara sebagai organisasi besar untuk mewujudkan kemakmuran rakyat menjadi negara sebgai pemakmur para koruptor.

Oleh:

Zulfata

(Aktif sebagai pengurus Sekolah Anti Korupsi Aceh dan Kadiv. Penelitian & kajian di LSM Aceh Independen. Email: fatazul@gmail.com Hp. 085297440856. Alamat: Kp. Mulia-Banda Aceh.)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun