Mohon tunggu...
Zulfaisal Putera
Zulfaisal Putera Mohon Tunggu... Administrasi - Budayawan, Kolumnis, dan ASN

Berbagi dengan Hati

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Gurita Kata-Kata

22 Maret 2014   17:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:37 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Dalam tiga minggu ini, kehidupan sekitar kita dipenuhi dengan kata-kata. Serangkaian kata itu menyebar di banyak tempat, baik yang tertulis di baliho, spanduk, selebaran, dan kartu nama, maupun yang keluar dari corong-corong pengeras suara di panggung, di jalan, di radio, dan televisi. Kata-kata yang ditulis dan diucapkan itu tentu sarat makna, terutama untuk menyampaikan keinginan orang yang berada di baliknya.

Begitulah yang tampak dalam suasana kampanye Pemilihan Umum 2014 yang berlangsung dari 16 Maret sampai 5 April ini. Para politis partai menggunakan kata-kata sebagai alat komunikasinya ke publik, baik untuk menyampaikan identitas, program, harapan, maupun janji-janji. Kata-kata masih dianggap efektif sebagai ujung tombak untuk menyentuh hati dan pikiran rakyat.

Ada sejumlah kata yang familiar digunakan semasa kampanye ini. Kata-kata itu, dari yang santun, seperti ‘mohon doa restu’, ‘mohon dukungannya’, atau ‘mudahan pian memilih ulun’; yang verbal, seperti ‘coblos nomor …’, ‘pilihan yang paling tepat’, ‘beri bukti, bukan janji’, atau ‘berjuang untuk rakyat’; bahkan kata sifat yang bernilai luhur, seperti ‘insya-Allah amanah’, ‘istiqamah’, ‘bersih’, ‘jujur’, ‘adil’, atau ‘bermartabat’. Kata-kata itu tentu dipilih dengan cermat dan dianggap pas untuk disampaikan.

Tujuan pemilihan kata-kata itu sebagai bagian kampanye merupakan sebuah upaya komunikasi (politik) pembuatnya. Itulah salah satu makna komunikasi yang dikemukan Billy J.W. sebagai proses pengalihan pesan melalui saluran tertentu kepada orang lain dengan efek tertentu. Kata-kata yang sudah direkonstruksi sedemikian rupa itu diharapkan dapat membawa efek bagi pembaca atau pendengar. Sebuah efek positif yang diharapkan menguntungkan pihak penyampainya, walaupun bukan sebuah jaminan.

Dalam bukunya, Words Can Change Your Brain, Andrew Newberg dan Mark Robert Waldman menuliskan "sebuah kata punya kekuatan untuk memengaruhi ekspresi gen yang mengatur stres fisik dan emosi." Kata-kata positif seperti "cinta" dan "damai" bisa mengubah ekspresi gen, memperkuat area di lobus frontal, dan meningkatkan fungsi kognitif otak, mendorong pusat motivasi di otak untuk melakukan tindakan. Sebaliknya, kata perseteruan mengganggu gen tertentu.

Jangan heran kalau kata-kata yang dipilih dalam kampanye terasa baik dan indah, bahkan mengarah ke muluk. Tersebab kata-kata semacam ini mampu membangun citra positif penyampainya. Dalam konteks budaya, kata-kata tersebut termasuk sebagai budaya konteks rendah (low context culture). Seperti yang dikatakan Edward T. Hall, budaya ini ditandai dengan komunikasi konteks-rendah: pesan verbal dan eksplisit, gaya bicara langsung, lugas, dan berterus terang.

Memang, kata-kata di sekitar kita saat ini sudah menggurita, membelit seluruh pesendian kehidupan. Diminta atau pun tidak, kata-kata itu telah membekap perhatian kita selama masa kampanye ini. Kata-kata telah melengkapi di dalam dirinya, tetapi tidak pernah selesai di luar dirinya. Kata-kata selalu bergantung konteks, situasi-kondisi, dan suasana, bergantung siapa dan bagaimana dia diucapkan atau disampaikan, bergantung siapa dan bagaimana dia diterima, bahkan bergantung sejarah kata-kata dan formasi sosialnya. ***


Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun