Berdasarkan data WHO 2014, kuman TB telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia dan menyebabkan 9,6 juta kasus TB paru baru setiap tahunnya. Indonesia, negara kita, memegang urutan penderita TB paru terbanyak ketiga di dunia, setelah Cina dan India.Seseorang yang sudah terdiagnosis TB dengan dahak positif mengandung kuman TB berpotensi besar menjadi sumber penularan bagi paling tidak dua puluh orang lain yang sehari-hari dekat dengannya, terutama pada kelompok anak-anak. Oleh sebab itu, pengobatan TB diperlukan untuk menghilangkan kuman TB dari badan penderita sekaligus mengontrol kuman supaya tidak menyebar ke populasi yang lebih besar. Sayangnya, karena pengobatannya lama serta adanya efek samping yang tidak diharapkan dari obat standar TB, banyak penderita TB yang malas berobat atau putus obat di tengah jalan. Efek samping ini pula kadang membuat dokter-dokter kebingungan untuk memberikan dosis obat standar TB yang efektif tetapi tetap aman bagi organ-organ tubuh terutama hati, ginjal, dan mata. Dosis obat yang tidak standar serta pengobatan yang tidak tuntas, tidak hanya menyebabkan penyebaran kuman yang tidak terkontrol, tapi lebih serius lagi menyebabkan timbulnya jenis-jenis kuman TB baru yang kebal terhadap antibiotik atau dikenal sebagai MDR-TB (Multi-drug resistant tuberculosis).
Terapi TB yang dijalankan di Indonesia sebenarnya sudah memiliki keberhasilan yang tinggi (86%). Tetapi bila kuman sudah kebalmaka keberhasilannya hanya 50%.Masalah kegagalan terapi pada TB dan MDR-TBsudah menjadi masalah mendunia. Untuk mengatasi hal tersebut, para ilmuan mulai mengajukan penambahan obat barupada terapi standar TB, dari bahan herbal, yang diharapkan dapatmengobati lebih cepat,lebih aman, dan memiliki tingkat kesembuhan yang lebih tinggi. Dari penelitian-penelitanyang dilakukan sepuluh tahun terakhir ini terdapat enam jenis produk herbal yang terbukti efektif saat digunakan sebagai adjuvan (tambahan) pada terapi standarTB dibandingkan dengan obat standar TBsaja. Keenam jenis herbal tersebut adalah:
- DzhereloTM,beredar sejak tahun 1997 di Ukraina. Terdiri dari ekstrak 27 tanaman obat. Penambahan herbal ini dapat mempercepat lenyapnya basil tuberkulosis dari dahak sekaligus meningkatkan kekebalan tubuh penderita. Efektif bagi penderita TB dengan atau tanpa HIV/AIDS. Secara online dijual dengan kisaran harga Rp140.000-145.000,-
- Curcuma longa dan Tinispora cordifolia, keduanya dikenal sebagai suplemen hati. Gabungan kedua herbal ini terbukti meningkatkan keberhasilan pengobatan TB serta menurunkan efek samping obat TB. Dosis yang dianjurkan1 gram untuk masing-masing herbal dibagi dua kali sehari.Beberapa produkherbal (Immunoxel, nutrimax, dll) juga menggandung kombinasi tanaman ini.
- Catechin, ekstrak teh hijau (Camelia sinensis) yang kaya akan antioksidan. Melindungi kerusakan paru akibat radikal bebas yang terjadi pada penyakit TB.Dosis yang disarankan 0,5 mg 3x seminggu. Produk ini tergolong cukup mahal dan dijual secara eksklusif.
- Jawarish amla, berasal dari buah amla yang kaya vitamin C, diproses dengan susu sapi dan gula. Jawarish amla tidak membunuh kuman TB, namun mengurangiefek samping obat TB, termasuk rasa pahit di lidah. Produk ini dipasarkan oleh banyak perusahaan di India dengan harga Rp20.000-27.000,-
- Phyllanthus niruri,atau meniran hijau merupakan salah satu tanaman obat di Indonesia. Penelitian ekstrak herbal ini di RSCM menunjukankeberhasilannya mempercepat konversi/lenyapnya basil tuberkulosis dari dahak sekaligus meningkatkan respon imun. Ekstrak herbal ini juga sudah dijual sebagai obat bebas dengan merk dagang stimuno, immunos, dll.
- Qi-boosting and Yin-nourishing-Chinesse Herbal Medicine. Menggunakan 8 jenis tanaman digodok dandiminum2 kali sehari. Herbal ini terbukti dapat melenyapkan kuman tuberkulosis dan memperbaiki fungsi organ tubuh yang terganggu akibat infeksi. Dipercaya dapat menambah energi dan menutrisi organ dalam. Namun, secara ilmu kedokteran barat, cara kerja herbal ini belum dipahami.
Terapi adjuvan dengan produk herbal dapat membantu meningkatkan keberhasilan terapi TB secara medis. Namun secara keseluruhan keberhasilan pengobatan TB ditentukan banyak faktor, terutama dari masing-masing penderitanya. Masalah hukum, politik, sosial, ekonomi, dan budaya juga berperan dalam pengobatan TB. Seperti di USA misalnya, keberhasilannya meningkat sejak diberlakukan undang-undang terkait ketidakpatuhan berobat. “Penderita penyakit menular, termasuk tuberkulosis, yang menolak berobat akan diadili dan di karantina hingga mereka tidak lagi merugikan masyarakat.”Menerapkan aturan seperti ini di Indonesia mungkin memerlukan perjuangan yang besar. Tetapi dinilai dari dampak kesehatan, kesejahteraan masyarakat, danperekonomian, peraturan ini juga memberikan keuntungan yang besar.