Stigma negatif masyarakat modern terhadap waria (wanita asli pria) telah terkonstruk rapi dalam struktur kemasyarakatan. Waria seringkali menjadi buah bibir warga karena tidak sesuai dengan nilai dan norma yang ada di Indonesia. Pandangan ini tentu berbeda dengan budaya yang ada di beberapa negara lain seperti Thailand yang melegalkan keberadaan waria.Â
Paradigma waria yang aneh, melanggar aturan, sering berbuat kerusuhan, dan sebagainya cukup melekat pada masyarakat. Namun, Pondok Pesantren Waria dan beberapa LSM Waria yang ada di Yogyakarta sedikit demi sedikit mengubah stigma masyarakat tersebut. Kerja nyata dan usaha yang mereka lakukan cukup memberi efek yang signifikan dalam perubahan pandangan masyarakat. Kontribusi mereka terhadap masyarakat juga patut diakui. Seperti penyelenggaraan periksa kesehatan gratis yang dilaksanakan oleh Pondok Pesantren Waria dalam peringatan hari HIV/AIDS. Tentu berbeda dengan pemikiran negatif masyarakat selama ini.Â
Para waria yang tergabung dalam pondok pesantren dan LSM juga aktif dalam kegiatan bermasyarakat seperti arisan, peringatan hari kartini, peringatan tujuh belasan, dan lainnya. Waria ini juga memiliki wadah untuk mengembangkan potensi diri seperti memasak dan membuat kerajinan tangan. Vinolia Wakijo atau akrab dipanggil Mami Vin sebagai ketua waria Indonesia juga telah memberikan bukti bahwa waria juga dapat melakukan apa yang orang biasa lakukan dengan keberhasilannya melalang buana negeri ini dan negara lain.Â
Masyarakat yang tinggal di kompleks waria sudah tidak merasa terganggu dengan keberadaan waria saat ini. Hal ini terjadi dikarenakan para waria tersebut telah banyak memberikan kontribusi untuk masyarakat melebihi kontribusi dari masyarakat biasa.Â
Waria tentu ingin diakui keberadaannya oleh masyarakat. Kita sebagai warga yang cerdas pasti dapat memilih dan memilah apa yang seharusnya dan patut berada dalam dinamika masyarakat. [/caption]