Mohon tunggu...
Zia Mukhlis
Zia Mukhlis Mohon Tunggu... Jurnalis - Pemerhati Pendidikan dan Sosial Budaya

Jurnalis Lepas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Selamat Ulang Tahun, Buya Hamka

17 Februari 2018   20:32 Diperbarui: 17 Februari 2018   21:18 1186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: arrahmah.com

Tepat hari ini 17 Februari seorang anak terlahir dari keluarga Ulama di Maninjau, sumatera Barat. Ialah Abdul Malik Karim Amrullah yang sering dipanggil Malik saat mudanya dan sering disapa Hamka saat sosoknya mulai menggema di bumi Nusantara. Ayahnya adalah ulama kenamaan di tanah Minangkabau, ialah Syekh Abdul Karim Amrullah yang bergelar Haji Rasul, seorang ulama dari golongan muda yang merintis gerakan pembaharuan Islam di bumi Minangkabau, pendiri sekolah Thawalib Padang Panjang yang hingga hari ini tetap berdiri dengan kokohnya.

Saat ini Malik lebih dikenal sebagai Buya Hamka, siapa yang tak mengenal beliau? Seorang ulama, tokoh dan pujangga yang memiliki pengaruh besar di kancah Indonesia dan dunia Islam. Masa kecilnya sangat berliku dan memilukan, sebagai anak ulama dan harapan keluarga ulama ia dididik sangat keras oleh sang ulama ayahnya sendiri, haji rasul. Acapkali Hamka kecil melawan dan tidak patuh kepada sang ayah yang keras namun tak sedikitpun ia menghilangkan rasa hormatnya pada sang ayah, walaupun sering dimarahi Hamka kecil tetap merasa rindu disaat ayahnya tidak dirumah karena sibuk berdakwah keluar daerah. Disaat Hamka kecil masih haus-hausnya dengan kasih sayang kedua orangtua, kedua orangtuanya bercerai, karena sesuatu yang berhubungan dengan adat. Sejak itu ia tinggal tanpa ibunya, ujian yang sangat berat bagi Hamka kecil kala itu.

Hamka kecil bukanlah anak yang penurut dimasa kecilnya, betapa ia sering bolos saat bersekolah di sekolah ayahnya Thawalib dan Diniyah School yang didirikan oleh Syekh Zainuddin Labay El Yunusy seorang pembaharu sistem pendidikan Islam di Padang Panjang. Hamka kecil lebih suka membaca buku di perpustakaan Syekh Zainudddin dari pada duduk monoton di kelas, karena ia merasa lebih bebas belajar di perpustakaan dengan membaca buku apa saja yang ia minati, sedangkan di kelas ia harus mendengarkan guru berceramah tanpa ada hubungan timbal balik dengan murid-muridnya.

Saat Hamka sudah mulai dewasa, ia meminta izin kepada sang ayah untuk merantau ke tanah jawa, dari buku-buku dan berita-berita yang ia dengar bahwa kemajuan keilmuan di tanah jawa lebih pesat dari pada di Padang Panjang. Maka iapun merantau ke Yogyakarta, disana ia mulai menggeluti dunia organisasi dan berkenalan dengan tokoh-tokoh Muhammadiyah dan Sarekat Islam, ia sempat berguru langsung dengan Hadji Oemar Said Tjokroaminoto pimpinan Sarekat Islam. Dari perkenalannya dengan petinggi-petinggi Muhammadiyah dan Sarekat Islam banyak menambah keilmuan dan wawasannya juga kini ia telah padai dalam beretorika dengan baik sehingga banyak orang yang suka mendengar pidatonya.

Suatu ketika saat Hamka sedang menikmati gelora mudanya di tanah jawa, ayahnya mengadakan kunjungan ke tanah jawa, hendak ingin bertemu dengan pemuka Muhammadiyah yang untuk membuka cabang Muhammadiyah di Maninjau kampungnya. Saat itu sang ayah juga meminta Hamka dan abang ipar Hamka A.R Sutan Mansur untuk membantu sang ayah berdakwah di tanah Minangkabau yang juga saat itu pengaruh PKI mulai nampak dan banyak murid-murid Thawalib yang sudah berani menentang sang ayah, hanya Hamka yang pulang ke Maninjau sedangkan A.R Sutan Mansur yang kala itu belum bisa pulang karena masih menjabat sebagai pengurus Cabang Muhammadiyah.

Setibanya di Maninjau mulai ia berdakwah dan berceramah, awalnya banyak orang yang kagum dengan apa yang disampaikan Hamka hingga tak lama akhirnya banyak orang yang mencibir bahwa Hamka hanya bisa beretorika sedangkan isinya kosong, ia tak berilmu dan tak bergelar, maklum saat itu masyarakat masih memandang orang dari gelarnya. 

Hati Hamka sangat tersayata dengan ucapan orang-orang yang mencemoohnya, padahal ia sudah berusaha dengan sebaik mungkin  untuk berdakwah tapi masyarakat masih suka mencemoohnya, ditambah lagi sang ayah juga menyetujui apa yang disampaikan orang-orang tentang dirinya, disebabkan Hamka dari dulu sering bolos dan malas sekolah andaikan ia dari dahulu rajin belajar maka tak akan terjadi seperti ini, keluh sang ayah. Semakin dalam sayatan hati Hamka hingga tak tahan lagi ia berada di bumi Minangkabau ini, maka ia putuskan untuk merantau ke Makkah, mempelajari Islam langsung ke sumbernya. Tanpa sepengetahuan dan meminta izin sang ayah ia langkahkan kakinya menuju Makkah.

Hampir ia terlunta-lunta di Makkah, namun karena pertolongan Allah anak ulama Minangkabau ini mendapatkan kebaikan, ia bertemu dengan saudagar yang memiliki percetakan buku, ketika Hamka berkisah tentang ia anak Haji Rasul  murid Syekh Khatib Al Minangkabawi maka langsung takjub si saudagar dan ia diberikan tempat tinggal yang layak, serta ia di izinkan untuk melahap semua buku yang dicetak di percetakan si saudagar ini. Ada banyak karangan Syekh Khatib Al Minangkabawi yang dicetak disini dan ulama-ulama terkenal lainnya. Berapa senang hati Hamka menerima tawaran tersebut, ia lahap semua karangan ulama-ulama Islam dan ia pelajari berbagai bidang, hingga kecintaannya pada Makkah semakin dalam, ingin ia tinggal berlama-lama dan belajar sepuasnya di Makkah, ketika niat itu muncul ia berjumpa dengan H. Agus Salim, pertemuan yang mengesankan dan banyak merubah cara pandang Hamka, niat awalnya yang ingin menetap lama di Makkah mulai pudar, rasa cintanya untuk membangun negerinya mulai tumbuh dan akhirnya setelah beberapa lama di Makkah iapun bertolak ke Indonesia.

Singkatnya sejak kepulangan Hamka dari Makkah gaungnya mulai di dengar banyak orang dan sosoknya mulai di cintai banyak orang, bahkan orang kampungnya mengharapkan kepulangannya ke Maninjau. Apalagi ingatannya dengan sang ayah yang mendidiknya dengan keras, tapi kini ingatan itu malah manambah kerinduaannya dengan sang ayah, sesampai di Maninjau langsung anak dan ayah ini berpelukan, haru sekali, lama mereka tak menerima kabar masing-masing.

Dilihat oleh sang ayah pakaian yang dikenakan sang anak begitu lusuh maka diberikannya baju yang baru serta sorban, ayah yang tak tahan melihat anaknya yang sudah Haji tapi pakainya tak menunjukkannya demikian, karena saat itu orang yang sudah Haji begitu mulia dirinya. Betapa senang sang ayah melihat sang anak pulang menjadi orang yang diharapakan, kelah ia menjadi penerus perjuangan sang ayah, tak sampai disana cinta sang ayah yang besar menginginkan agar Hamka segera dinikahkan, berapa lama Hamka di Maninjau ia dinikahkan dengan seorang gadis berbudi baik di Maninjau.

Seiring berjalannya waktu iapun diamanahkan menjadi pemimpin Muhammadiyah cabang Padang Panjang, juga pernah ia menjadi Pimpinan Majalah Pedoman Masyarakat di Medan, saat itulah jiwa jurnalistiknya mulai menggelora, lalu di masa Presiden Soeharto ia menjadi Ketua MUI pusat dan berhenti karena tak mau mencabut Fatwa Larangan Merayakan Natal bersama, lalu pernah ia menolak ajakan untuk menyambut Paus Kristen yang hendak berkunjung ke Indonesia, karena menurut Hamka, pantang baginya bersalaman dengan orang yang telah mengkristenkan anak cucu bangsanya, walaupun kesibukan berdakwahnya sangat padat tapi ia tak pernah berhenti dalam aktivitas menulisnya, setiap saat ia menulis, berbagai masalah ia uraikan dan mencari solusi hingga kita temukan dari karangannya ada yang bertemakan Islam, Indonesia, kepemudaan, tasawuf, sejarah dan bahkan roman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun