Mohon tunggu...
Zia Mukhlis
Zia Mukhlis Mohon Tunggu... Jurnalis - Pemerhati Pendidikan dan Sosial Budaya

Jurnalis Lepas

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Sunnah Menjadi Seorang Mahasiswa

16 Februari 2018   14:17 Diperbarui: 16 Februari 2018   18:49 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang terbayang olehmu jika mendengar 'Kebiasaan Mahasiswa Dulu?'

Indonesia, negeri kita tercinta lahir atas rasa tanggung jawab dan cinta tanah air yang tumbuh bersemai di dada pemuda bangsanya. Rasa tanggung jawab yang tinggi membuat dada pemudanya bergetar setiap malam 'kapan Indonesia akan merdeka?!'. Cinta yang selalu bergelora membuat tubuhnya tak pernah berhenti untuk selalu bergerak demi kemajuan bangsanya Indonesia. Tak butuh banyak waktu, tak butuh menunggu lama-lama dalam waktu 17 tahun para pemuda sudah bisa merebut Indonesia dari tangan penjajah, terhitung sejak Ikrar Sumpah Pemuda 1928.

Dari pemudalah nama "Indonensia" itu lahir, salah jika ada yang mengakan bahwa nama itu lahir dari seorang intelek Belanda, salah!, itu adalah nama yang lahir dari pikiran dan sanubari pemuda Indonesia yang tak pernah lelah memikirkan nasib bangsanya, yaitu Bung Hatta dan kawan-kawannya saat bersekolah di Belanda. Bung Hatta sedang bersekolah di Belanda memiliki ghirah yang tinggi untuk menentang segala tindakan penjajah Belanda, hingga ia bergabung dengan salah satu perhimpunan mahasiswa yang bernama 'Indische Vereeninging' yang sebelumnya berwatak gerakan sosial menjadi gerakan politik. 

Bung Hatta dan kawan-kawannyalah yang memperkenalkan kata "Indonesia" dalam pengertian geopolitik, dan menggunakan nama perhimpunannya menjadi "Indonesish Vereeninging", juga menerbitkan majalah yang bernama 'Hindia Poetra' dan belakangan di beri nama yang yang sangat provokatif, yaitu "Indonesia Merdeka". Rasa cintanya kepada Indonesia membuatnya tak takut sedikitpun untuk melawan penjajahan melalui penanya, tak diragukan lagi disamping pandai bahasa Melayu dan Belanja dia juga fasih berbahasa Inggris, Jerman dan Prancis. 

Ia sudah bisa duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan penjajah Belanda. Hal yang tak pernah Bung Hatta tinggalkan adalah membaca dan menulis, dari membaca ia mempelajari dunia , dan dari menulis ia mulai merubah dunia. 

Pernah suatu ketika ia penjadi buronan penjajah ditangkap dan dibuang ke Boven Digul, Irian, sebuah tempat pembuangan yang sering disebut Siberianya Hindia, tapi dasar Hatta, ia malah membawa serta 16 peti buku ke tanah pengasingan, walupun dirinya telah dibuang, namun semangat membaca dan menulisnya tak pernah luntur, jika Ir. Soekarno menggerakkan masa dengan gaungan pidatonya, maka Hatta menggerakkan masa dengan tulisan-tulisannya. Dan di akhir masa hidupnya ia telah meninggalkan 30 ribu judul buku pada perpustakaan pribadinya.

Belum lagi sosok seorang B.J Habibie, yang dari kecil tak pernah tertarik untuk bermain, dikala anak seusia dini sibuk bersenda gurau, maka habibie sibuk dengan mainannya, yaitu buku. Kerjanya belajar dan belajar, hingga ia sampai ke negeri Jerman, cita-citanya membuat pesawat sudah semakin dekat. 

Ilmuan cerdas asal kampung kita ini, membuat suatu sumbangan untuk dunia, kala itu pesawat memang telah ditemukan, namun masih ada kekurangan dan masalah yang menyebabkan pesawat itu tak bisa terbang lama di udara, berbagai ilmuan telah mencoba memperbaiki masalah ini, namun tak ada seorangpun yang bisa mengatasinya, berkat otak anak Indonesia ini masalah ditemukan dan solusi diberikan, hingga pesawat yang semula hanya mampu melayang beberapa saat kini sudah bisa melayang dengan lama. 

Tidak hanya itu, ketika kecerdasannya diakui dan dilirik oleh Jerman, maka pemerintah Jerman memintanya untuk menjadi warga negara jerman, segala fasilitas akan diberikan untuk mewujudkan cita-citanya membuat pesawat, namun bukan Hibibie namanya jika otaknya bermanfaat untuk orang lain, sedangkan negerinya menderita membutuhkan dirinya, ia tolak permintaan itu dan cintanya kepada Indonesia tak dapat dibeli dengan uang.

Belum lagi Buya Hamka, yang di kampungnya ia diremehkan akhirnya merantau ke tanah Makkah, mempelajari Islam langsung ke sumbernya dan pulang dengan decak baru, kini karangan-karangannya tak henti orang membacanya, tak henti bibir menyebut namanya padahal jasadnya telah terbujur kaku di liang lahat. Ulama, pujangga dan tokoh ini berhasil mewarnai Indonesia, berpribadi kokoh dan pantang untuk surut dalam perjuangan agama tampak jelas dari fatwanya yang mengharamkan perayaan natal bersama, ia lepas jabatannya dari ketua MUI (Majlis Ulama Indonesia) dari pada mencabut fatwanya.

Begitulah sunnah seorang mahasiswa yang berkuliah di luar negeri, dari luar ia memikirkan nasib bangsanya, tak pernah lelah pikirnya menerawang mencari jalan dan solusi, cintanya semakin kuat saat jauh dari Indonesia, tapi hatinya  selalu berkata "aku pergi untuk kembali!". Sayang sekali jika kita diberi kesempatan keluar negeri untuk belajar tapi hanya kita gunakan untuk jalan-jalan dan senang-senang, baik jatah itu diberikan kepada orang lain yang memiliki niat belajar daripada sia-sia uang tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun