Mohon tunggu...
Zharifatush Shalihah
Zharifatush Shalihah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan profesi Guru Prajabatan/Universitas Sriwijaya

Seorang mahasiswa yang gemar menulis dan membaca. Usia 23 tahun.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Experiential Learning sebagai Bagian dari Pembelajaran Berdiferensiasi di SD

9 November 2023   08:46 Diperbarui: 9 November 2023   08:47 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: dokumentasi pribadi penulis

Pendidikan dan peradaban merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Sistem pendidikan yang baik mendorong kemajuan peradaban suatu bangsa. Perkembangan pada abad 21 membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu beradaptasi untuk menghadapi perubahan dari waktu ke waktu. Pendidikan dasar merupakan fondasi awal untuk menuju jenjang selanjutnya. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah seperti yang tertulis pada pasal 17 ayat 1 Undang-Undang No. 20  Tahun 2003. Jenjang pendidikan dasar yang dimaksud adalah Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) pada lembaga pendidikan formal dalam sistem pendidikan nasional.

Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim sejak 2019 telah mencanangkan Kurikulum Merdeka sebagai bagian dari pembaharuan dalam dunia pendidikan di Indonesia menggantikan Kurikulum 2013. Kurikulum Merdeka adalah kurikulum intrakurikuler yang menekankan pada pengoptimalan konten agar peserta didik bisa memaksimalkan pencapaian kompetensi. Pada kurikulum merdeka, guru diberi keleluasaan untuk menggunakan berbagai perangkat ajar. Keleluasaan ini bertujuan agar pembelajaran yang disusun dapat disesuaikan dengan keadaan peserta didik dan lingkungannya. Sehingga proses pembelajaran yang dirancang relevan dan berpihak pada peserta didik.

Proses pembelajaran yang berpihak pada peserta didik merupakan salah satu bagian dari tujuan diterapkannya pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi secara sederhana dapat diartikan sebagai pembelajaran yang memerdekakan. Sehingga guru tidak bisa menuntut peserta didik untuk menguasai seluruh mata pelajaran. Guru harus memahami bahwa setaip individu memiliki keunikan masing-masing. Peserta didik memiliki latar belakang, minat, keterampilan, dan gaya belajar yang berbeda-beda. Untuk itulah guru dituntut untuk dapat menciptakan pembelajaran yang memfasilitasi keberagaman peserta didik melalui pembelajaran berdiferensiasi.

Sumber: dokumentasi pribadi penulis
Sumber: dokumentasi pribadi penulis

Dalam penerapannya, ada berbagai macam strategi pengajaran yang dapat dikategorikan sebagai pembelajaran berdiferensiasi. Salah satunya adalah strategi pengajaran berdasarkan pengalaman (experiential learning). Strategi pengajaran experiential learning merupakan strategi pembelajaran melalui pembentukan pengalaman peserta didik. Strategi experiential learning memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mencapai keberhasilan dengan memberi kebebasan kepada peserta didik untuk menentukan pengalaman apa yang akan mereka fokuskan, keterampilan apa yang ingin mereka tingkatkan, dan dari situ, bagaimana mereka membuat suatu konsep dari pengalaman yang telah mereka alami itu. Sebagai bagian dari strategi pada pembelajaran berdiferensiasi, experiential learning memiliki karakteristik di antaranya bahwa belajar sebagai proses yang holistik, kontinyu dan berulang, menekan kan pada proses bukan hasil, melibatkan hubungan antara manusia dan lingkungan, mencipta pengetahuan dari hasil pengalaman individu maupun sosial, serta belajar sebagai sarana pemecahan masalah yang ditemui di kehidupan sehari-hari.

Untuk itulah, experiential learning jika diterapkan pada pembelajaran dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih bermakna dan melekat dalam diri peserta didik. Terdapat 4 tahap pengimplementasian strategi experiential learning. Pertama, tahap pengalaman nyata (concrete experience) peserta didik perlu memiliki kemampuan untuk merasakan, yakni peserta didik mampu melibatkan diri secara penuh dalam pengalaman. Kedua, tahap observasi refleksi yang mana peserta didik perlu memiliki kemampuan untuk mengamati, karena pada tahap ini peserta didik akan melakukan observasi dan merefleksikan pengalaman dari berbagai segi. Ketiga, tahap konseptualisasi yang  memerlukan peserta didik untuk berpikir, karena peserta didik akan menciptakan sejumlah konsep yang mengintegrasi hasil observasinya menjadi sebuah teori. Keempat, tahap implementasi dan eksperiman yang di dalamnya peserta didik perlu memiliki kemampuan untuk melakukan, yakni peserta didik mampu menggunakan konsep atau teori untuk memecahkan berbagai masalah dan mengambil sebuah keputusan.

Experiential learning dapat diimplementasikan untuk beragam mata pelajaran. Meski begitu sebelum memutuskan untuk menggunakan strategi pembelajaran tertentu, guru perlu mempertimbangkan kesesuaian materi/konten, keadaan peserta didik di kelas, dan lingkungan belajar seperti sarana dan prasarananya. Pertimbangan tersebut dibutuhkan untuk memaksimalkan ketercapaian tujuan pembelajaran. Misalnya untuk experiential learning dapat diimplementasikan pada pembelajaran IPAS topik pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan. Diawali dengan peserta didik diminta untuk membawa biji kacang hijau untuk ditanam pada media kapas yang diberi air dan yang tidak (tahap pengalaman nyata). Selanjutnya, siswa mengamati dan mencatat apa yang terjadi pada biji tersebut (observasi reflektif). Kemudian, siswa dengan bimbingan guru mengaitkan hasil pengamatannya dengan konsep pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan (konseptualisasi). Terakhir, siswa menyimpulkan hasil pengamatannya (implementasi dan eksperimen).

Keempat tahap di atas memberikan pengalaman belajar langsung kepada peserta didik. Mereka dapat menggunakan seluruh indera untuk menggali pengetahuannya masing-masing. Keberagaman karakteristik peserta didik di kelas dapat diakomodir oleh guru dalam satu pembelajaran yang utuh. Peserta didik mendapat pembelajaran yang bermakna dan berpihak pada mereka. Sehingga tujuan pembelajaran berdiferensiasi dapat tercapai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun