Di tahun-tahun milenial seperti ini dampak perubahan yang terjadi pada generasi muda cukup signikan. Mulai dari teknologi, sekolah, gaya hidup, makanan, dan fashion berbeda dengan generasi 90-an kebawah. Kita tengah menghadapi tantangan dimana trend salah satu pekerjaan yang tengah mengalami penyusutan peminat adalah pekerjaan sebagai petani.Â
Dikutip dari okezone.com Januari 2018 bahwa menjadi petani kurang diminati karena dianggap miskin, kotor, dan melelahkan. Tentunya permasalahan ini apabila tidak dipecahkan akan berdampak pada masa depan generasi kita. Apalagi kita akan menghadapi bonus demografi pada tahun 2035 mendatang, apalah artinya banyak usia produktif tapi tidak ada yang tertarik menjadi petani.Â
Ditempat saya khususnya di daerah Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang perbatasan dengan Kabupaten Boyolali hampir diatas 90 % pemuda sudah tidak berminat menjadi petani. Ketika lulus SMA mereka akan segera melamar di pabrik-pabrik, toko modern atau merantau ke daerah lain khususnya ke Ibukota. Bekerja di pelayaran, atau di kantoran. Sangat sedikit yang meneruskan atau mengembangkan pertanian milik orang tua atau leluhur mereka.Â
Untuk menghadapi masalah seperti ini menurut hemat saya ada beberapa langkah yang harus dilakukan baik pemerintah maupun masyarakat. Diantaranya, yang pertama adalah dengan mencanangkan Gerakan Bangga Bertani.Â
Gerakan ini harus dilakukan dengan promosi yang gencar baik di institusi pendidikan, media massa atau elektronik agar bertani bukan lagi menjadi antipati bagi generasi muda. Tontonan televisi yang bersifat hedonik alangkah baiknya dihilangkan agar tidak mendidik generasi menjadi pemalas. Serta membangun image bahwa pekerjaan petani merupakan pekerjaan mulia karena memberikan penghidupan pada bangsa dan negara.Â
Kedua adalah dengan memperbaiki teknologi pertanian yang ada, dengan menambah sarana dan pra sarana yang mendukung. Di Jepang  di desa kawakami pertanian disana tersedia TV kabel yang yang membantu memberikan informasi terkait pertanian, misalnya  tentang harga komoditas pertanian di seluruh wilayah di jepang sehingga mereka bisa bersaing dan menyesuaikan harga dengan tepat. Juga terdapat perpustakaan dan rumah sakit yang buka 24 jam.Â
Orang-orang jepang juga tidak melupakan bahwa membaca merupakan hal yang penting untuk dilakukan sehingga kapasitas pengetahuan pertanian senantiasa bertambah.Â
Tidak bisa dinafikkan bahwa semodern apapun kemajuan zaman, pertanian tetap menjadi pondasi utama dalam menyokong kehidupan makhluk hidup,terutama manusia. Sehingga proses regenerasi harus terus dilakukan. Indonesia harus menjadi kontributor utama dalam menyokong pangan dunia.
Tidak hanya mencukupi di negeri sendiri, namun memberikan andil dalam memberikankebutuhan pangan bagi dunia. Ini menjadi tugas yang mulia, bahwa nanti akan kita dapatkan bahwa anak-anak sudah mulai bangga dengan bercita-cita menjadi petani.