Mohon tunggu...
Zalfa Catur
Zalfa Catur Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Mahasiswa Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Dunia Tempat Mimpi Harus Sesuai dengan Standar Sosial

7 Juni 2022   10:00 Diperbarui: 7 Juni 2022   19:37 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: wallpaperaccess.com

Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah startup company terbanyak di dunia. Gojek, Traveloka, Bukalapak, Ruang Guru, Ajaib, Kredivo, Investree, the list is going on. Para pendiri startup tersebut juga terbilang masih cukup muda. Muda luar biasa, dengan segudang prestasi, lulusan luar negeri, dan kemampuan finansialnya tentu berada di atas rata-rata. Sebagian anak muda yang lain, ada yang mengabdikan dirinya ke pelosok, ada yang sedang meniti karier, ada yang sedang liburan ke luar negeri, dan ada pula yang sedang membangun mimpinya. Sebagian anak muda yang lain, terhantam realita, menjalani hari demi harinya terlilit hutang, punya penyakit mental, dan menjalani kehidupan yang tidak bahagia.

Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup tanpa makhluk hidup lain, entah itu sebagai kawan, lawan, maupun makanan. Hal inilah yang cenderung membuat manusia ingin memenuhi harapan dari makhluk hidup lainnya sebagai seorang makhluk sosial. Hal ini pula yang semakin tahun berlalu, semakin tergodok menjadi kata-kata yang selama ini kita kenal dengan nama: norma, kepercayaan, dan tradisi. Ekspektasi sosial tidak selalu datang dari lingkaran keluarga. Bisa dari teman terdekat, bisa dari kelompok sosial, dan bahkan tuntutan pekerjaan. Ekspektasi-ekspektasi inilah yang lalu menghasilkan tekanan sosial bagi orang-orang yang tidak kuat untuk menerimanya.

Disinilah saatnya ketika mimpi yang tidak sesuai dengan standar sosial kerap menemui ajalnya. Seorang gadis pintar mempunyai mimpi untuk bisa bersekolah sampai jenjang sarjana. Namun dibesarkan di sebuah keluarga miskin dan harus putus sekolah, lalu menikah muda. Seorang introvert mempunyai mimpi untuk tinggal sendirian di atas bukit dengan hanya hewan peliharaan dan hasil kebunnya. Namun menghabiskan seluruh hidupnya ketergantungan dengan segala kemudahan di kota besar. Seorang calon pengusaha mempunyai mimpi untuk segera resign dari perusahaan tempatnya bekerja dan membuka usahanya sendiri. Namun ia dibesarkan oleh sebuah keluarga yang tidak terbiasa mengambil risiko besar. Seorang calon ilmuwan mempunyai mimpi untuk menghabiskan sisa hidupnya berkutat sendirian di laboratoriumnya yang kecil. Namun ia tumbuh besar dengan mendengar harapan bahwa ia bisa menjadi sesuatu yang lain.

Apakah lantas manusia punya pilihan? Jawabannya adalah yaitu dengan bermimpi tidak untuk memenuhi standar sosial. Easier to said than done. Maka dari itu setiap insan yang ingin keluar dari ekspektasi sosialnya, harus mempunyai niat dan usaha yang jauh lebih besar untuk berubah. Si gadis pintar harus kabur dari desa nya, mencari beasiswa, bekerja banting tulang, dan menahan hasrat untuk menikah. Sang introvert harus belajar dan berlatih agar ia dapat mewujudkan kesendirian yang begitu didambanya. Si calon pengusaha harus belajar menelan kerugian sebelum merasakan manisnya keuntungan. Dan sang calon ilmuwan harus belajar menata strategi dan hatinya, untuk tak menggubris harapan-harapan lain itu.

Lalu apakah mereka cukup berani untuk melangkah keluar dan menapaki jalan yang tak mudah? Hanya Tuhan, dan dirinya sendiri yang tahu. Karena seyogyanya, ekspektasi sosial tak akan menjadi halangan untuk sebuah mimpi jika yang bersangkutan tak pernah menganggapnya demikian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun