Mohon tunggu...
Zaldi Euli
Zaldi Euli Mohon Tunggu... -

warga negara yang gemar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aset Nasionalisasi di Ujung Tanduk

29 Juni 2018   14:18 Diperbarui: 29 Juni 2018   14:21 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bangsa Indonesia kaya aset nasionalisasi. Menjadi bukti sejarah peninggalan masa lalu di bumi Nusantara. Tak hanya satu atau dua aset nasionalisasi di Indonesia.

Sejarah aset nasionalisasi berbeda-beda cerita. Namun yang menyatukannya: adalah peninggalan berharga bukti kedaulatan Republik Indonesia terhadap bangsa asing setelah merdeka.

Ada Istana Pamularsih (Oei Hong Tiam) di Semarang, Jawa Tengah, SMAK Dago di Bandung, Jawa Barat, Gedung Chartered Bank di Jakarta, Mbesaran (rumah besar) pabrik gula di Brebes, Jawa Tengah dan lainnya.

Tapi, kini nasib aset nasionalisasi seolah dirasakan terancam. Sebab: ada makna kata dalam regulasi aset nasionalisasi yang dirasakan lemah. Dalam kalimat pasal 1 UU Nomor 86/1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda (UU Nasionalisasi) masih tercantum kata 'bebas' yang dianggap tak kokoh.

Kata 'bebas' dalam pasal 1 UU Nasionalisasi sepertinya tidak memberikan perlindungan hukum. Maka kata 'bebas' dalam pasal 1 UU Nasionalisasi masih hanya terbatas soal pengaturan keberadaan, letaknya di negara Indonesia.

Jika ditelaah; tak ada maksud makna kata 'bebas' dalam kalimat pasal 1 UU Nasionalisasi yang mengatur juga 'bebas' dari gugatan, tuntutan hukum pihak lain yang ingin merampasnya kembali.

Artinya: kekuasaan negara yang mengambilalih aset nasionalisasi masih bisa diutak atik secara hukum untuk direbut kembali.

Jadi contoh, itulah yang terjadi pada SMAK Dago. Setelah diambilalih pemerintah Indonesia dari Het Cristelijch Lyceum (HCL) --perkumpulan yang dibentuk warga negara Cina-- lalu dibeli YBPSMKJB untuk dikelola jadi lembaga pendidikan SMAK Dago, ternyata bertahun-tahun diganggu oknum lain.

Bertahun-tahun SMAK Dago jadi sengketa di pengadilan. Digugat secara hukum oleh kelompok lain yang mengaku pemilik sah SMAK Dago. Padalah SMAK Dago telah dinasionalisasi.

Pasal 1 UU Nasionalisasi terkesan tidak melindunginya. Bebas dalam kalimat pasal 1 UU Nasionalisasi terbukti belum memberikan perlindungan hukum. Aset nasionalisasi belum 'bebas' dari gugatan dan tuntutan hukum.

Apa harus menunggu semua aset nasionalisasi dirampas oknum berniat jahat dulu?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun