Bismillahirrahmanirrahim
Ada pertanyaan filosofis yang membutuhkan jawaban dengan hikmah dan kebijaksanaan mendalam. Pertanyaan itu adalah sesungguhnya siapakah orang yang pandai itu?. Apakah seorang Alim Alamah, atau seorang Profesor atau seorang Dokter atau seorang Phd?.
Terdapat pandangan dari Ahli Tafsir Al Qur'an, Gus Baha bahwa diantara ciri utama orang yang pandai adalah orang yang bisa menyelamatkan aset terpentingnya. Aset terpenting dalam kehidupan itu misalnya, bagi orang mukmin adalah imannya dan bagi orang yang hidup adalah nyawanya.Â
Contohnya ada pada orang yang menderita gagal ginjal yang harus menjalani cuci darah sehingga menghabiskan rupiah bermiliar miliar, semata mata karena ingin menyelamatkan nyawanya. Atau ketika ada orang yang harus menjalani operasi jantung, semata mata karena ingin menyelamatkan nyawanya. Namun menyelamatkan nyawa seseorang disini tidaklah termasuk dalam menghilangkan nyawa orang lain untuk menyelamatkan nyawa seseorang, seperti pada transplantasi organ karena perbuatan demikian adalah haram dan tidak diridhoi Allah SWT, sebagaimana dilansir dari ceramah Gus Baha pada channel YouTube "Kajian Cerdas Official" yang berjudul "Belum Pernah Dibahas, Canggihnya Teknologi Saat Ini adalah Tanda Nyata Kiamat"
Sebagian orang mungkin melihat ketidakberuntungan pada profesi tertentu seperti pada Pemulung, Tukang parkir atau Penggembala kambing. Padahal sesungguhnya mereka ini adalah segenap orang yang luar biasa. Yang berusaha bekerja untuk sekedar mencari makan. Karena dengan dia dan keluarganya bisa makan, maka dia bisa menyelamatkan nyawanya dan keluarganya
Kekeliruan yang biasa kita pahami saat ini adalah ketika sudahlah miskin secara ekonomi kita juga miskin secara batin. Secara kasat mata seorang Satpam, seorang Kurir atau siapapun yang secara lahir dianggap kurang beruntung. Sesungguhnya adalah orang orang yang luar biasa. Karena melakukan aktivitas yang bisa menyelamatkan nyawa. Sedangkan menyelamatkan nyawa adalah suatu peristiwa yang teramat penting.
Orang miskin yang mencari nafkah dan makan agar nyawanya terselamatkan adalah kehebatan yang perlu diapresiasi. Tapi kekeliruan ada pada mereka karena tidak mengapresiasi diri sendiri. Keadaan ini dapat membuat  ketersinggungan Tuhan.  Seumpama ada orang miskin tidak merasa diri mereka hebat, ada orang miskin yang tidak menjadi wali maka tentunya akan membuat tersinggung Allah.
Gus Baha mengatakan bahwa Ridho dan bahagia dalam kekurangan sesungguhnya menjadi salah satu jalur untuk menjadi Awliya (Waliyullah). Tidak seperti kebanyakan orang yang kesulitan menjadi Wali. Tidak bersyukur dengan nikmat pemberian Allah dan tidak menata hati dengan merasa tidak bahagia dan gembira dalam kekurangan.
Yang mesti kita pahami di saat orang lain mengeluarkan uang miliaran rupiah untuk cuci darah. Seharusnya kita bisa membesarkan hati sendiri dengan merasa lebih hebat, lebih berprestasi. Â Bisa menyelamatkan nyawa cukup dengan sekerat tempe dan sebungkus nasi
Jikalau prinsip itu benar benar terpatri di hati kita maka maka kita bisa menjadi salah satu dari wali-Nya. Juga dapat menjadi ahli surga.Â
Gus Baha juga menjelaskan bahwa dalam Manakib Syekh Abdul Al Jailani dalam Kitab Nurul Burhani Bab ke-5 dikatakan bahwa orang miskin yang bersabar itu lebih utama daripada orang kaya yang bersyukur. Syekh Abdul Qodir Al Jailani selaku Sulthonul Awliya atau Pemimpin Para Wali mengakui bahwa yang bisa mengalahkan aku (Syekh Abdul Qodir Al Jailani) adalah Orang miskin yang yang bersabar. Itulah yang bisa mengalahkan derajatku. Apalagi jika orang miskin tersebut bersyukur maka lebih bisa mengalahkan derajat beliau.