Mohon tunggu...
Zaenal Abidin el-Jambey
Zaenal Abidin el-Jambey Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Orang Biasa yang ingin terus berkarya

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Gaji Besar dan Pendidikan Tinggi Penyebab Korupsi?

6 Oktober 2013   06:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:56 1970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1381015920697895627

[caption id="attachment_283407" align="aligncenter" width="471" caption="foto: www.kaskus.co.id"][/caption]

Dunia hukum Indonesia dibuat heboh dan gempar dengan ditangkapnya Dr. H.M. Akil Mochtar, S.H., M.H., ketua MK yang baru beberapa bulan saja menjabat. Keheboan dan kegemparan terungkapnya kasus suap ini memang bukan tanpa alasan. Mengingat MK adalah lembaga yang istemewa. Dan lagi ide berani Akil Mochtar sebelum ia tertangkap basah oleh KPK, dengan hukuman memiskinkan koruptor dan potong jari membuat terungkapnya kasus suap MK ini semakin heboh.

Ada beberapa hal yang dalam pandangan saya, kasus ini sangat memprihatinakan. Pernyataan yang dikeluarkan oleh Dr. H.M. Akil Mochtar, S.H., M.H. yang seolah-olah tampak antipati terhadap praktek korupsi justru dia lakukan. Kita tentu masih inagat pernyataannya saat menjabat sebagai juru bicara MK,

"Ini ide saya, dibanding dihukum mati, lebih baik dikombinasi pemiskinan dan pemotongan salah satu jari tangan koruptor saja cukup," dengan pernyataan seperti ini, rakyat pasti akan bersimpati dan berharap hukuman itu bisa diterapkan untuk membuat efek jera bagi para koruptor. Namun dasar politisi, omongan selalu tidak sejalan dengan kelakuan. Pagi kedelai sore bisa tempe. Sore tempe malam bisa jadi bangkai. Dan ternyata benar, Tuhan membuka segala kobobrokan ini. Betapa sulitnya sekarag ini untuk bisa percaya omongan pejabat dan politisi.

Berikutnya yang membuat kasus ini semakin memprihatinkan adalah, sebagaimana pernyataan Pak Mahfud MD ternyata gaji MK perbulan bisa mencapai 100 juta lebih. Gaji sebesar itu seharusnya sudah bisa untuk mencukupi bahkan lebih untuk ‘memenuhi perut’ sepuluh orang. Namun sekali lagi ternyata praktek korupsi bukan karena besar-kecilnya gaji. Berbagai kasus korupsi yang terjadi di kalangan elit pejabat seharusnya membuka mata orang-orang yang selalu menuntut gaji besar, sebagai langkah untuk mencegah korupsi. Ternyata bukan karena gaji, tapi sifat serakah dan tidak pernah puas penyebabnya.

Dan fakta berikut ini yang semakin mengiris-iris hati, kalau diperhatikan sepertinya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pula potensi untuk korupsi. Lihatlah semua orang yang ditangkap oleh KPK ada yang pendidikannya rendah, SD, SMP atau SMA misalnya??

Beberapa kali pendidikan kita “ditampar” dengan kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh orang-orang yang katanya terpelajar dan bergelar sarjana tinggi, namun seolah kita tidak merasa bahwa itu adalah “tamparan” bagi dunia pendidikan kita.

Tamparan yang paling keras adalah terkuaknya kasus suap Kepala SKK Migas, Prof. Dr.-Ing. Ir. Rudi Rubiandini R.S. Gelarnya apa?? PROFESOR DOKTOR. Namun sekali lagi, setinggi apapun pendidikan yang dienyam, sebanyak apapun gelar yang dipunya, belum jaminan orang itu akan bisa menjadi orang yang amanah dan bertanggung jawab. Terbaru adalah ditangkapnya ketua MK, Dr. H.M. Akil Mochtar, S.H., M.H. Anda lihat berapa gelar akademisi yang disandang ketua MK ini? Silahkan Anda hitung sendiri.

Di sini saya tidak mengajak untuk membenci atau bahkan melarang seseorang untuk mendapatkan pendidikan tinggi, sekali lagi bukan. Namun mari kita koreksi ada apa dengan pendidikan kita. Sekelas orang yang bergelar S1, S2, S3 atau bahkan Profesor seharusnya memberikan contoh dan teladan yang baik, bahwa semaki tinggi pendidikan seseorang, tentu akan semakin arif, bijaksana, dan hati-hati dalam kehidupanya.

Pendidikan tinggi seseorang yang tidak dibarengi dengan kepemilikan akhlak dan moral yang baik, justru akan menjadi penyebab kehacuaran. Di mana segala praktek kejahatan seperti korupsi dilakukan dengan sangat canggih. Jika orang biasa mencuri dengan nilai yang tak seberapa, itupun karena terpakasa, maka orang-orang yang berpendidikan tinggi dan katanya terdidik yang tidak dibarengi dengan akhlak dan moral yang baik akan melakukan perampokan tak terkira. Ironisnya sistem pendidikan kita sekarang masih mengarah untuk membentuk pribadi-pribadi yang pintar namun mengesampingkan akhlak dan moral.

Lihatlah seseorang yang ingin melamar pekerjaan atau masuk instansi-instansi pemerintah semuanya harus punya gelar sarjana. Kalau tidak jangan harap Anda akan diterima kala mau masuk untuk bekerja. Akibatnya banyak orang menghalakan segala cara. Asal bisa mendapatkan gelar sarjana. Ya di negeri ini gelar sarjana seolah segalanya. Dan pemerintah menjadi pihak yang paling bertanggung-jawab dengan keadaan ini.

Salam Persaudaraan tanpa tepi.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun