Konsep one village one product (OVOP) merupakan salah satu konsep pengembangan masyarakat yang cukup berhasil dalam meningkatkan kesejahteraan masyarat desa. Konsep ini pertama kali diinisiasi oleh Dr. Morihiko Hiramatsu dari Jepang pada tahun 1979 dengan istilah Isson Ippin Undo.Â
Dalam konsep OVOP, masyarakat diberikan pemahaman untuk dapat menghasilkan spesialisasi barang khas dengan nilai tambah yang tinggi. Satu desa dirangkul untuk fokus dan mampu menghasilkan satu produk utama yang kompetitif serta mampu bersaing di tingkat global namun tetap memiliki ciri karakteristik dari desa tersebut. Hasilnya sampai saat ini, Jepang mampu menyulap ribuan desa menjadi desa yang modern dan menjadi pusat bisnis.
Kesuksesan program ini di Jepang menarik minat banyak negara untuk mengadopsinya. Sejak tahun 2006 konsep OVOP mulai dipelajari dan diadopsi oleh berbagai negara, khususnya di Asia dan Afrika.Â
OVOP diterapkan pada umumnya untuk menyelesaikan permasalahan kesenjangan sosial dan ekonomi yang terjadi antara desa dan kota. Hingga saat ini sudah ada 57 negara yang sudah mengadopsinya, termasuk Indonesia.
Salah satu negara yang cukup berhasil dalam mengadopsi konsep OVOP adalah Thailand. Konsep OVOP di Thailand dikenal dengan istilah One Tambon One Product (OTOP). OTOP adalah stimulus kewirausahaan lokal yang didesain oleh mantan Perdana Menteri Thailand, Taksin Sinawat tahun 2001-2006.Â
Program ini ditujukan untuk mendukung produk-produk lokal yang unik dengan memperbaiki kualitas dan membantu pemasarannya melalui penyediaan promosi di tingkat lokal dan internasional.Â
Pendekatan OTOP di Thailand dimulai dengan memilih satu produk yang paling superior diantara produk-produk yang ada di sebuah desa untuk kemudian dikemas dan dibranding sebagai bintang produk OTOP.Â
Implementasi OVOP di Indonesia
Lahirnya Undang-Undang Desa No 6 Tahun 2014 harusnya bisa jadi momentum yang pas untuk mengejar ketertinggalan pembangunan desa. Undang-Undang Desa menempatkan desa sebagai ujung tombak pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.Â
Dimana desa diberikan kewenangan dan sumber dana yang memadai agar dapat mengelola potensi yang dimilikinya guna meningkatkan ekonomi dan kesejahtaraan masyarakat desa.
Artinya, imlementasi konsep OVOP di Indonesia bisa diselaraskan dengan cara mengoptimalkan pemanfaatan dana desa. Sumber pendanaan yang selama ini selalu jadi kendala utama pembangunan desa tidak lagi menjadi masalah. Karena sesuai dengan amanat UU Desa, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk mengalokasikan Dana Desa dari APBN yang besarannya terus meningkat setiap tahunnya.Â