Mohon tunggu...
Yayuk CJ
Yayuk CJ Mohon Tunggu... Pembalap Baru

SOLI DEO GLORIA

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gereja Curahjati dan Gua Maria Jatiningrum Banyuwangi: Jejak Iman dan Budaya di Ujung Timur Jawa

1 Juli 2025   13:15 Diperbarui: 1 Juli 2025   17:42 1050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gua Maria Jatiningrum "Waluyaning Tiyang Sakit" Curahjati Banyuwangi - Dok. Laurensia Reni 

Di sebuah dusun kecil bernama Curahjati, yang terletak di Desa Grajagan, Banyuwangi Selatan, berdiri sebuah gereja Katolik yang telah menjadi saksi tumbuhnya iman dan budaya selama lebih dari satu abad. 

Paroki Maria Ratu Para Rasul Curahjati bukan sekadar tempat ibadah, tetapi juga menjadi akar dari tumbuhnya komunitas Katolik di wilayah Banyuwangi dan sekitarnya. Di sinilah kisah iman dan kearifan lokal berpadu, membentuk jalinan sejarah yang mengesankan.

Di sinilah terletak Gua Maria Jatiningrum yang dulu dikenal dengan Gua Maria “Waluyaning Tiyang Sakit” Curahjati di mana terdapat air suci yang diyakini menjadi “air penyembuh” bagi orang sakit.

Gereja Katolik Maria Para Rasul Curahjati Banyuwangi - Dok. Fb @Gereja Katolik
Gereja Katolik Maria Para Rasul Curahjati Banyuwangi - Dok. Fb @Gereja Katolik

Awal Mula Misi Katolik di Timur Jawa

Sejarah panjang Paroki Curahjati bermula dari kehadiran dua misionaris Katolik asal Belanda: Romo Linus Henkens dan Romo Gias Wouters. Mereka tiba di wilayah Banyuwangi pada tahun 1924 dan melihat potensi tanah subur serta masyarakat yang siap menerima kabar gembira. Mereka memilih mendirikan sebuah gereja kecil di Glagah Agung, Dusun Karetan, yang kala itu masih menjadi bagian dari Stasi Paroki Santo Yusuf Jember.

Para pendatang dari Jawa Tengah, seperti dari Boro, Kalibawang, dan Sendangsono, ikut menetap dan menjadi fondasi awal komunitas Katolik. Bahkan, beberapa dari mereka adalah orang-orang yang dibaptis di Sendangsono pada tahun 1924. Permandian pertama di Curahjati sendiri tercatat pada 12 Januari 1928 oleh Pastor Emanuel Stutient, O.Carm.

Namun, pada tahun 1945, karena perubahan kebijakan Dinas Perhutani, gereja di Glagah Agung harus dipindahkan ke lokasi yang kini menjadi Dusun Curahjati. Proses perpindahan ini menjadi momentum penting dalam sejarah gereja lokal, karena sejak saat itulah Curahjati menjadi pusat kegiatan umat Katolik di kawasan ini.

Menjadi Paroki dan Pusat Penyebaran Iman

Tanggal 1 Agustus 1956 menjadi tonggak penting: Paroki Curahjati resmi berdiri berdasarkan Surat Keputusan Keuskupan. Pastor Borggreve, O.Carm, ditunjuk sebagai pastor paroki pertama. Sejak saat itu, Curahjati tumbuh menjadi pusat penyebaran Gereja Katolik di wilayah antara Jember dan Banyuwangi. Dari sini, lahirlah paroki-paroki baru seperti Jajag, Genteng, Kalibaru, dan Glenmore.

Paroki Curahjati mencakup wilayah yang luas, berbatasan dengan Rogojampi di utara, Laut Selatan di selatan (Pantai Grajagan), Siliragung di barat, dan Taman Nasional Alas Purwo di timur. Keberagaman etnis dan budaya umat di sini, termasuk Jawa, Madura, Bali, hingga etnis lokal, memperkaya dinamika paroki ini.

Porta Sancta Curahjati Banyuwangi 2025 - Dok. Laurensia Reni
Porta Sancta Curahjati Banyuwangi 2025 - Dok. Laurensia Reni

Gua Maria Jatiningrum: Simbol Devosi, Harapan, dan Kesembuhan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun